#12. Mianhae

8 4 0
                                    

Rian izin pamit pada Arin dan Anara pukul 1 siang. Sedangkan Yusan sedang mengintrogasi Arya dalam ruang kerjanya.

"Mom aku mau nyusul kak Arya dulu," ucapnya sambil menuju ke ruang kerja Yusan.

"Tapi Ra-" langkah gadis itu tak bisa Arin cegah karna sudah berlari begitu saja.

"DAD SUDAH BILANG, HARAM BAGI KAMU MENIDURI WANITA, MENGHISAP TEMBAKAU, SERTA MEMINUM-MINUMAN HARAM ITU ARYA!" Suara Yusan bahkan bisa Anara dengar dari lantai 2.

"Aku hilaf,"

"Jika hilaf tidak mungkin kamu melakukannya berulang-ulang! Susah payah Granpa dan Daddy menjaga pergaulan kamu di Jerman selama ini, tapi kenapa kamu malah melanggar begitu Daddy memberikan kelonggaran?!!" Arya hanya diam, tak ingin menyalahkan Anara atau menyesal. Karna ia secara sadar melakukannya dan ia pun menyadari bahwa tak ada bangkai yang bisa terus di tutupi.

"Oke kalau kamu ingin mendapat tekanan kembali dari Dad kejam mu ini Arya? Kamu ingin Daddy menjadi seperti dulu lagi?!" Hening, Arya tak bisa melakukan apapun saat di keadaan seperti ini.

"Kamu selingkuhi dia?" Arya mengangguk.

"Sampai tidur dengan wanita lain?" Arya menggeleng.

"Nikahi dia, gapapa kalau pun dalam keadaan hamil Daddy akan menerimanya," kini emosinya sudah kembali stabil.

"Tapi Dad aku masih ingin bermain-main-"

"SEHARUSNYA KAMU BERFIKIR DUA KALI SEBELUM MELAKUKANNYA JIKA MASIH INGIN BERMAIN-MAIN!" Yusan kembali meninggikan suaranya. Ia sangat kesal pada Arya yang seperti ingin lari dari tanggung jawab.

"COBA DAD PIKIR! KENAPA AKU BISA JADI PEMBANGKANG SEPERTI INI? AKU SEPERTI INI KARNA TERLALU DI TEKAN OLEH DAD!"

Anara menggebrak pintu ruangan kerja Yusan dengan cukup keras. "CUKUP! UDAH CUKUP! CUKUP KALIAN TERUS RIBUT KARNA MASALAH INI! APA BELUM CUKUP PENGORBANAN ANARA? KALIAN PENGEN LIAT ANARA MATI LEBIH CEPAT?!" Keduanya terdiam, tak mampu melawan Anara.

"Cukup Dad, cukup kak, aku cape liat kalian terus ribut kaya gini," ucap Anara sambil terduduk lemas menangkup kedua wajahnya. Ia terisak di sana.

Ruangan menjadi di penuhi isak tangis putri bungsu keluarga itu, Yusan dan Arya terdiam, menatap lurus pada Anara yang menangis.

Jika melihat Anara yang seperti itu mereka jadi ingat kejadian 11 tahun
silam.

Frankfurt, Jerman

"Dad Anara baru di beliin mainan baru loh sama Mommy!" langkah gadis mungil itu terhenti kala melihat kakaknya yang sedang menangis di bawah caci makian Dadnya.

"ARYA UDAH BILANG DAD ARYA GA MAMPU, ARYA GA BISA, Arya ga bisa jadi orang yang Dad mau!"

"KENAPA KAMU GA BISA?! kamu itu keturunan Aryunanyaz atau bukan?!"

"BUKAN! AKU BUKAN ANAK DAD ATAU KETURUNAN DARI KELUARGA ARYUNANDYAZ YANG TERHORMAT!" ujarnya.

"Dad.. Kak Arya..." pertengkaran kedua nya terhenti kala melihat Anara masuk sambil menangis.

"Kenapa kalian bertengkar?"

"Masuk ke kamar kamu tuan putri," ucap Yusan halus pada Anara. Baginya, citra di hadapan gadis kecil itu lebih penting ketibang citranya di hadapan putra sulungnya.

"No Dad! what's your problem with kak Arya?!!"

"Dia maksa kakak buat jadi laki-laki pecinta buku seperti dirinya sendiri dan Granpa Anara!"

"Arya stop it!" Arya tak mengindahkan ancaman Daddynya dan tetap bercerita pada adik kecilnya.

"Dia suruh kakak belajar siang malam, tanpa henti! Kakak di perlakuin kaya robot Ra!"

"Apa yang Daddy mau?" Tanya Anara sambil menunduk, menatap marmer lantai rumahnya.

"Apa salah seorang Ayah ingin anaknya pintar? Dad cuma pengen Arya jadi anak yang berguna untuk keluarga dan orang lain Anara!"

"Jangan paksa kakak,"

"Terus siapa yang nerusin impian Dad Anara? Lagian apa susahnya belajar? Dad juga cuma minta dia belajar yang tekun dan bisa jadi juara bertahan di kelasnya Ra,"

"Biar aku aja yang gantiin kakak, jangan paksa kakak lagi, jangan marahin kakak lagi Dad! I'm so fucking love him, so much and more Dad!"

"Kamu masih kecil Anara! Gaakan bisa! Kalau kamu sakit gimana?!!"

"Dad bilang apa susahnya belajar kan? Kalau kak Arya aja bisa Dad teken dari kecil kenapa aku ga bisa??!!"

Sejak saat itu Arya sangat menyayangi Anara dan sangat berterimakasih pada adiknya itu. Dalam hati ia berjanji akan selalu menyayangi dan mencintai Anara lebih dari apapun dan siapa pun. Hanya gadis itu yang dia dengarkan.

Back to topic!!

"Aku ga pernah minta apapun, aku cuma minta kalian akur, berhenti debat karna hal yang sama, kakak juga harus berhenti jadi bajingan. Kalian itu laki-laki yang paling Anara cintai, Anara gamau kalian ribut terus karna hal itu," Arin masuk, ia melihat Anara yang sudah terisak sedangkan kedua laki-laki itu hanya terdiam.

"Arya masuk bawa adik kamu ke kamar, kamu Mas masuk ke kamar kita rundingin di dalem," baru akan mengikuti kata-kata Arin, Anara dengan wajah pucatnya tumbang ke belakang. Menimbulkan kepanikan luar biasa di sana.

"Sayang bangun! Maafin Dad, Dad janji gaakan berkelahi lagi dengan Arya sayang, Dad mohon bangun," ucap Yusan sambil mengangkat tubuh Anara ala bridal style.

"Cepet bawa ke rumah sakit! Arya udah nyiapin mobil di bawah sana," ucap Arin tak kalah panik.

*•••••℘℘℘••••*

"Dad udah bilang jangan terlalu cape, gunain waktu weekend buat istirahat di rumah Anara, juga jangan terlalu cape saat weekdays," nasehat Yusan pada putri bungsunya.

"Anak-anak nungguin Anara di panti setiap hari, anak-anak jalanan juga selalu antusias kalau ngumpulin prnya ke Anara Dad. Ga mungkin aku ga dateng walaupun cuma satu hari," ini keinginan Yusan, Yusan juga yang menanamkan jiwa sosial pada Anara, menanamkan juga kebaikan pada Anara. Tapi melihat Anara seperti ini, membuat hatinya merasakan sesal yang begitu dalam.

"Maafin aku ya kak, aku bocorin rahasia kakak,"

"Gaada bau yang bisa kita sembunyiin Ra,"

"Aku yakin Kak Nai anak baik, akan lebih baik lagi kalau sama kakak, jangan tinggalin kak Nai, ikutin kata-kata Dad," Arya hanya mengangguk. Yang di katakan adiknya memang benar, Naira adalah gadis baik yang bisa menuntun Arya pada kebaikan pula.

Anara selalu menjadi penengah, penyeimbang, penyemangat, dan yang menjadi alasan untuk orang lain melewati masa-masa sulitnya. Anara itu istimewa, tapi keistimewaan itu pula yang membuatnya terbatas.

"Cepet sembuh sayang" ucap Arin seraya mencium kening putri bungsunya.

Impian Untuk RianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang