Yusan mengizinkan putri kecilnya tidur satu kamar bersama Rian, meski setelah mengizinkan itu ia harus menghadapi Arata dan Aaric tapi itu demi kebahagiaan putrinya. Kejadian tempo hari di rumah sakit membuatnya tersadar kalau Rian adalah obat terbaik dari rasa sakit yang Anara derita selama ini.
Rian mengusap kepala Anara lembut, memandang Anara yang juga sedang memandang mata biru yang ia rindukan.
"Makasih udah ninggalin mereka buat aku,"
"Itu semua gak gratis,"
"Maksud kamu?"
"Setelah ini kak Rian harus wujud in impian yang sangat sulit dari aku! Kak Rian harus wujud in, karna kalau engga aku bakalan pergi sejauh-jauhnya dari kakak,"
"Aku akan berusaha, memang apa?"
"Jadi juara umum di kelulusan nanti, dapetin beasiswa ke salah satu universitas di Jerman, dan perdalam bahasa inggris kak Rian,"
"Anara.."
"Kali ini ku gaakan bantu kak Rian, jadi kak Rian harus berjuang sendiri,"
"Oke! Aku gaakan ngeluh, inget ini semua di dasarin rasa cinta aku sama kamu. Aku bakalan raih bulan sabit di sana untuk kamu! Aku bakalan wujud in banyak mimpi buat kamu, cuma buat kamu Anara!" Rian mengecup kening Anara dan memeluknya erat dalam selimut.
Keduanya sangat merindukan satu sama lain, Anara kini mengerti bahwa tak ada rasa sakit yang lebih sakit selain melihat orang yang sangat kita cintai bersama yang lain. Anara tak akan kembali melepaskan Rian, ia akan mencari jalan lain agar Rian tetap hidup meski tanpa nya. Anara yakin pasti ada jalan.
****
"Lo ini gimana sih Anara?! Gue tinggal 4 hari doang sama Haruki lo malah langsung balik lagi ke Rian! Kita udah susah payah ngerencanain semua nya dan lo dengan mudahnya luluh dan balik sama Rian!" Kesal Arsya. Mereka berdua berbicara lewat telfon saat ini.
"Maafin aku Arsya, tapi seperti kata kamu, semuanya terlalu nyakitin..."
"Terus Ersya gimana? Lo gak mentingin perasaannya? Secara gak langsung lo permainin hati dia Anara!!"
"Anara tau, Anara sadar, tapi Anara juga gak bisa nyiksa hati Anara dan kak Rian,"
"Lo urus deh, gue pusing." Arsya langsung mematikan sambungan telfonnya.
Tapi ada benarnya juga Arsya, sekarang rencana berantakan, Ersya tersakiti dan Rian semakin lengket padanya. Jangan lupa kan Haruki, bagaimana Anara akan menjelaskan semuanya pada Haruki? Laki-laki itu juga sangat perasa terlebih dia bucin akut terhadap Anara.
Anara berlari menuju kamar Arya, tak peduli bila pengantin baru itu merasa terganggu atau tidak. Masalahnya lebih urgent saat ini.
"Kakak!!!" Entah sejak kapan Anara mengikuti jejak Ersya menjadi adik kurang ngajar.
"Dek gausah teriak-teriak! Jangan mentang-mentang rumah Oppah megah kaya istana kamu bisa anggap ini hutan!"
"Kakak ih!"
"Apa?!"
"Ini gimana?!"
"Gimana apanya?!!" Sewot Arya karna tiba-tiba Anara datang merengek padanya tanpa menjelaskan masalahnya terlebih dahulu.
"Ersya pasti marah sama Anara karna balikan sama Kak Rian, kak Rian makin lengket sama Anara, terus gimana caranya jelasin ke Haruki soal hubungan aku sama kak Rian? Kak... Arsya udah gamau bantu, terus nasib aku gimana?..." kepala Arya pusing tujuh keliling mendengar masalah adiknya.
"Si Haruki itu coba kamu minta tolong sama Oppah, soal Ersya sama Rian biar kakak yang pikirin,"
"Aku cuma takut gak bisa beresin masalah ini,"
"Setiap kesulitan pasti ada kemudahan, itu yang allah janjiin ke hambanya, kamu pasti nemuin jalannya pelan-pelan. Jangan negatif thinking, jangan panik, dan jangan buru-buru. Semua nya bakalan selesai kalau kamu pikirin pake kepala dingin,"
"Iya kak,"
"Yaudah sekarang jangan ganggu kakak sama kak Nai!" Arya langsung menutup pintu nya dengan keras. Anara hanya bisa menghembuskan nafasnya sambil berjalan gontai menuju kamar.
Namun pertanyaan Yusan menghentikan langkahnya, membuatnya mengangkat kepala yang ia tundukan rendah.
"Kamu kenapa? Kok lemes? Belum di semangatin ayang yah?"
"Daddy!!" Rengeknya.
"Bercanda sayang, ikut Daddy sama Mommy yuk ketemu kakek sama nenek kamu." Anara tak bisa menolak, langsung saja di garab menuju taman depan rumah oleh Yusan.
Arata dan Aaric langsung menitah cucu bungsu mereka duduk di antara lansia itu, Anara langsung bersandar pada Arata dan memejamkan matanya.
"Ada apa dengan cucu ku?" Tanya Arata.
"Beres ngobrol sama Arya muka nya langsung asem gitu Yah,"
"Ada apa sayang?" Tanya Lestari pada Anara, namun gadis itu malah menggeleng dan menenggalamkan wajahnya pada pelukan Arata.
"Kamu sakit?" Tanya Aaric, Anara hanya diam tak bergerak.
"Badannya panas?" Tanya Aaric pada Arata. Kini mereka berbicara menggunakan bahasa inggris.
"Engga kok, normal."
"Kalau ada masalah bilang sayang, jangan kamu jadiin beban pikiran sendiri," Arata mengusap kepala Anara dengan tangan kusutnya.
"Haruki..." akhirnya Anara mau bicara juga.
"Ada apa sama anak itu? Dia nyakitin kamu? Dia kasar sama kamu atau gimana? Oppah bakalan pecak anak itu kalau berani bikin kamu galau," Anara memasang mata anak kucingnya pada Arata, siap mengadu soal masalahnya.
"Aku balikan sama kak Rian tapi Haruki bucin akut sama Anara, gimana cara Anara jelasin sama Haruki kalau Anara cintanya sama kak Rian bukan sama Haruki tapi jangan sampe Haruki sakit hati. Haruki baik banget sama aku Oppah," Arata memijat keningnya.
"Anara berapa kali harus Oppah jelasin sama kamu dan Haruki kalau kalian itu saudara, biar gimana juga dia itu sepupu kamu,"
"Aku paham itu dari dulu Oppah, tapi Haruki gak pernah mau nerima dan anggap aku pacarnya,"
"Anak itu, tenang aja sayang nanti biar Oppah yang urus. Oppah pastiin dia gaakan ganggu hubungan kamu sama Rian,"
"Jangan terlalu keras sama Haruki,"
"Iya sayang."
"Oh iya, masalah kamu sama Rian gimana? Kenapa anak itu sampe berani bentak dan berkata kasar sama cucu Oppah?" Ingat, Anara adalah tipe anak yang terbuka pada keluarganya.
"Anara sama kak Rian saling suka, tapi Anara mencoba ngejauh karna tau keadaan Anara yang gak mungkin buat balik sehat lagi Oppah. Aku jodohin kak Rian sama temen aku, aku waktu itu minta tolong kak Wili buat jadi pacar boongan aku, pas kak Wili gaada Haruki datang, di saat Haruki gaada aku sama kak Jake, dari situ kak Rian marah sama aku terus maksa buat balikan,"
"Lain kali jangan kaya gitu ya sayang, selesaiin masalah dengan baik-baik. Untung acara udah selesai kemarin, kalau engga kamu pasti jadi bahan tontonan banyak orang, harga diri kamu juga bisa jatuh karna ucapan Rian saat itu. Berhati-hati dalam berucap, kamu ingat kan kata-kata Oppah?"
Anara mengangguk, "lidah lebih tajam dan mematikan dari pada sebuah pedang." Arata memandang kagum pada cucu nya, Saat sedang memeluk Arata mendadak perutnya sakit. Mata Anara melotot dan darah pun mengalir dari hidungnya.
"Oppah..." ucapnya sambil memegang kedua perutnya.
"Anara!" Semua orang panik, Anara sudah tak sadarkan diri. Yusan langsung menghubungi dokter Nanda yang memang belum kembali ke Bogor, Aaric menitah Wiliam untuk pulang ke indonesia lebih tepatnya ke Bali untuk ikut merawat Anara bersama Nanda, sedangkan Elsie, Lestari, dan Arin panik dan menangis.
Arya yang belum tahu pun di tinggal dengan maid dan Rian di rumah. Rian tadi pagi izin keluar untuk membeli beberapa buku dan meminta rekomendasi dari Anara, usahanya untuk mewujudkan impian Anara tak ia tunda-tunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Untuk Rian
Fiksi Remaja❝Kak Rian?❞ gadis bermanik hitam pekat itu menatap Rian dengan penuh tanda tanya. wajah cantik nan memikatnya menunggu jawaban dari Rian, ia yang masih memikirkan jawaban yang tepat untuk gadisnya. *•••••℘℘℘••••* ❝Hai kak Rian!❞...