Anara tersadar setelah hari kedua terbaring di rumah sakit, ia di pulangkan ke Bogor menggunakan jet pribadi milik Aaric dan langsung mendapatkan penanganan dari Nanda juga Wiliam yang baru sampai tadi subuh.
Rian dan Arya serta Naira sengaja pulang naik penerbangan biasa agar tak menimbulkan rasa curiga dari Rian. Anara masih enggan untuk memberitahu Rian soal dirinya. Sedangkan Arsya langsung melesat menuju rumah sakit tempat Anara di rawat saat Arin menelfonnya.
Anara mengerjap-ngerjapkan matanya, pandangannya memburam untuk sesaat. Di lihatnya wajah panik dari seluruh keluarga besarnya, juga Arsya, Haruki dan Jake.
"Mommy..." ucap Anara teramat pelan karna alat pernafasan.
Arin mendekat, menaruh telinganya dekat Anara. "Anara haus," Arin memberitahu Nanda agar bisa melepas alat bantu nafas itu dan Anara bisa minum.
Selesai minum Anara kembali berbicara dengan suara serak nya, "Mommy..."
"Ada apa sayang?"
"Jangan kasih tau kak Rian." Arin mengangguk paham.
"Ada yang sakit?" Anara menggeleng, meski tubuhnya teramat lemas saat ini.
"Mommy... Anara boleh ikut ujian kenaikan kelas kan?" Arin menatap ke arah Nanda dan Wiliam.
"Kamu bisa ikut ujian kalau keadaan kamu membaik, Jake bakalan bantu proses cuci darah kamu kaya biasanya," jelas Wiliam.
"Gausah khawatirin aku, aku baik." Anara benci tatapan mereka yang seolah mengasihani, Anara tak butuh, sumpah demi apapun Anara tak butuh! Ini hal yang sangat tak ia harapkan, semakin banyak yang tau, semakin banyak yang membuatnya merasa di kasihani.
"Jangan tatap aku kaya gitu... aku bersyukur dan nikmatin apapun yang allah kasih buat aku, jangan kasihani aku, aku gak suka..." tatapan mereka hanya membuat Anara merasa stres.
Jujur memang ia pernah mengalami depresi karna tak mampu menerima kabar bahwa ia di diagnosa menderita penyakit gagal ginjal ini. Anara menyalahkan takdir dan memaki tuhan dalam doa, namun karna tatapan itu ia beranjak menjadi kuat dan berjuang melawan penyakitnya ini. Anara tak ingin di kasihani, ia masih bisa berdiri sendiri meski kesulitan, masih bisa beranjak meski tertatih, dan masih bisa meninggikan derajat meski tak melesat.
Wiliam dan Nanda menyadari perubahan raut wajah Anara yang tampak tak nyaman, mereka pun menutup jam besuk dan hanya memperbolehkan Arin yang menetap di sana.
Arin mengusap wajah Anara, putri bungsunya terus menatap ke lantai tanpa mau menatap nya.
"Gaakan ada yang tau lagi sayang..." Anara menatap Arin, lalu dengan cepat memalingkan kembali wajahnya.
"Aku pengen sendiri Mom..." Arin mewajari sikap labil Anara yang kadang suka berubah-ubah.
"Kalau ada apa-apa pencet tombolnya." Anara hanya diam, menatap keluar jendela.
Meski di cap sempurna, nyatanya ia tak seberuntung orang-orang. Gini-gini juga Anara bisa insecure, bukan orang aja yang bisa insecure sama Anara. Kadang Anara suka berandai-andai. Andai ia bisa memilih untuk tinggal di bandung bersama Arin dan Lestari, andai ia bisa memiliki banyak teman, andai ia bisa jatuh cinta berulang kali, andai ia tak sakit, andai ia tak seistimewa ini, andai ia bukan putri terhormat dari keluarga Aaric dan Arata.
Tinggal di Jerman bukan lah hal yang menyenangkan untuk Anara. Musim di sana tak cocok untuk Anara yang suka matahari dan bermain hujan, pergaulan serta bahasa yang tak bisa begitu santai pun bukan gayanya dan Arya. Anara lebih suka bandung bersama cakue khasnya, suka saat hujan turun di kota itu, juga mentari pagi yang hangat di pukul 7 pagi.
Memilih menyendiri dan tak mempunyai banyak teman adalah pilihannya karna tak banyak orang yang bisa ia percaya, di hianati dua kali karna status dan kekayaan cukup membuat Anara trauma dan tak mau berteman. Namun bertemu dengan Ersya dan Arsya membuatnya kembali percaya dan membuka hati. Urusan jatuh cinta, ia memang mewarasi prinsip Yusan untuk jatuh hati sekali dan menetap pada yang pertama kali, tak seperti Arin yang bergonta-ganti lelaki di setiap bulan dan kini menurun pada Arya.
Martabatnya yang semakin tinggi karna membawa nama Yusan yang terkenal sebagai anak bungsu Aaric -pebisnis sekaligus pengacara terkenal senegara Jerman- serta nama Lestari yang menyandang gelar permaisuri Arata -darah biru kekaisaran jepang- saat itu membuatnya enggan di dekati sembarang lelaki, mereka terlalu takut mendekati Anara karna Arata dan Aaric. Hanya Haruki dan Rian yang berani terang-terangan menyukai Anara di depan kedua laki-laki tua itu.
Jika ingin protes, banyak sekali yang ingin ia demokan pada tuhannya. Anara selalu bermimpi bisa melihat aurora bersama orang yang sangat ia cintai, ingin menghabiskan waktu seharian untuk membaca novel di padang rumput yang hijau juga pohon besar yang rindang, beristirahat sambil berkeliling menggunakan kereta yang terus berjalan dengan atap terbuka sepanjang saat. Semuanya hanya bisa ia impikan tanpa bisa ia wujudkan, meski tak sulit untuk ia gapai, namun karna kondisi kesehatannya yang tak bisa selalu baik yang menjadi hambatan utamanya.
Anara cape sebenarnya harus melakukan cuci darah setiap satu bulan sekali yang kini di persering jadi 2 minggu sekali, belum lagi ia harus menjalani berbagai pengobatan alternatif yang sebenarnya gak bawa banyak perubahan. Ibaratnya, pengobatan itu hanya untuk memperpanjang hidupnya selama 1 hari.
"Kamu kepikiran apa Anara?" Tanya Wiliam. Masuk ke ruangan Anara sambil membawa makanan.
"Gaada,"
"Jangan banyak overthinking,"
"Gausah sok tau,"
"Kamu kalau judes serem ya..." Anara diam tak menanggapi. Suasana hatinya tiba-tiba memburuk, mungkin karna tatapan tak biasa milik Haruki dan Arsya.
"Aku hanya membawa makanan mu, juga memberitahu jadwal cuci darah mu yang akan di lakukan dua jam lagi." Anara lagi-lagi terdiam tak mau menanggapi.
Begitu Wiliam keluar dari ruangan, Anara menatap makanannya dengan tak selera. Ia lantas mengambil ponsel yang Arin simpan di atas nakas, mencari kontak Rian lalu terlihatlah banyak chat darinya.
'Maaf aku baru bales... kak Rian fokus aja belajar buat ujian kelulusan. Anara juga lagi sibuk ngurus anak panti, Daddy juga ngasih banyak materi baru. Semangat kak Rian!'
Anara memencet ikon kontak Rian, terpampanglah foto dirinya dan Rian yang sedang mengerlingkan sebelah mata. Anara menatap foto itu lekat, ia tak punya banyak foto dengan Rian. Bahkan foto laki-laki itu pun hanya ada lima dalam galerinya. Rian yang lebih sering menyimpan dan mengambil gambar, Anara hanya ngikut saja.
Notif dari Rian mengalihkan perhatiannya, di buka lagi room chatnya dengan Rian. Laki-laki itu membalas pesannya tanpa khawatir seperti biasa.
'Kamu juga semangat! Jangan lupa makan dan jangan terlalu cape oke? I love you Anara.' Tulisnya di akhiri oleh emot love berwarna putih.
"I love you too kak Rian...." Anara menangkup kedua wajahnya dengan tangan. Terisak sambil merasakan nyeri di dadanya.
Jika bisa ia pasti akan meminta waktu lebih lama lagi untuk bersama Rian, bayang-bayang Rian menangis dan hancur karna dirinya membuat Anara merasa sesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Untuk Rian
Teenfikce❝Kak Rian?❞ gadis bermanik hitam pekat itu menatap Rian dengan penuh tanda tanya. wajah cantik nan memikatnya menunggu jawaban dari Rian, ia yang masih memikirkan jawaban yang tepat untuk gadisnya. *•••••℘℘℘••••* ❝Hai kak Rian!❞...