#27. Bali Centural Central

7 3 0
                                    

Naira dan Arya duduk di kursi depan, sedangkan Anara dan Rian duduk di kursi belakang. Naira dan Anara terus mengoceh di dalam mobil, sedangkan Arya dan Rian menjadi pendengar setia. Tanpa Arya duga, ternyata Anara dan Naira sudah sedekat itu, Arya juga sudah menyadari bahwa ternyata semua omongan Anara benar, tak seharusnya ia menyelingkuhi Naira dengan banyak wanita.

"Kak Nai punya kelinci? Anara pengen banget punya kelinci, tapi Yummy ga bisa bersahabat sama hewan lain,"

"Dulu punya, tapi mati. Aku ga pandai melihara hewan, setiap hewan yang aku pelihara pasti mati," Arya tergelak hebat hingga memancing tatapan tajam dari sang calon istri, begitu mendapat tatapan itu tawanya mendadak hilang entah kemana.

"Gapapa kak Nai, mungkin memang bukan bakat kak Nai ngurus hewan."

"Ya kan bakatnya ngurus anak-anak kita nanti," gombalan maut Arya pun keluar dari sarangnya. Pipi Naira bersemu merah di buatnya. Anara dan Rian hanya tertawa melihat ekspresi Naira yang langsung bersemu.

Banyak perbincangan lain di sepanjang perjalanan, hingga akhirnya mereka sampai pada pukul lima lebih dua puluh dua menit. Di sana ramai, di penuhi wisatawan asing dari berbagai negara. Di sana mereka di sambut dengan keramah-tamahan, mereka juga di ajak untuk menyaksikan tari seka jagad atau di sebut juga tari penyambutan.

Anara terkagum-kagum melihat kelihaian sang penari, ia juga takjub melihat arsitektur dari tempat tersebut yang sangat kental akan budaya Bali. Anara dan Rian sedikit memisahkan diri dari Arya dan Naira, mereka memberi ruang kepada masing-masing agar mendapat waktu khusus bersama pasangan.

"Anara pengen bisa nari kaya gitu..." ujarnya begitu saja.

"Kalau mau belajar dengan tekun pasti bisa kok Ra." Timpal Rian. Anara mengangguk setuju.

Setelah tari seka jagad selesai, Anara dan Rian tertarik mencoba menumbuk padi di atas lesung. Mereka menumbuknya bersama, Anara mendongak sambil tersenyum pada Rian, menunjukan legokan pada pipi kanannya. Rian memegang tangan halus Anara, membalas senyuman manis gadisnya dengan senyumannya yang tak kalah manis. Keduanya terlihat sangat serasi.

Tak menghabiskan waktu lama menumbuk padi, mereka berdua lanjut menuju tempat kerajinan batik. Membuat batik yang telah di berikan pola. Rian melirik ke arah Anara yang memasang wajah seriusnya, gadisnya terlihat sangat cantik jika memasang mimik wajah seriusnya itu.

"Kak Rian liat deh hasilnya! Bagus kan?" Ucapnya penuh semangat.

"Bagus banget Ra!"

Anara sedikit melirik mbanya yang sibuk pada kertas canvasnya. "Boleh aku bawa pulang ga?" Ucap Anara sambil menunjukan hasil karya seninya.

"Boleh kok kak." Anara kegirangan bukan main, ia berterimakasih lalu pergi menuju tempat tari kecak di pentaskan.

Di sana pun ada Arya dan Naira yang sempat memisahkan diri dari keduanya. Tempat pentas di penuhi pengunjung, untung Anara dan Rian mendapatkan spot yang baik, jadi mereka masih bisa melihat tarian dengan jelas.

"Kenapa mata penarinya harus di make up in senakutin gitu ya?"

"Karna memang udah seharusnya gitu Ra,"

Sorak sorai penonton menggema saat tarian di mulai, orang-orang di sana sangat menikmati acara, sesekali juga mengikuti tarian yang mudah untuk di tiru.

"Seru banget ya kak Rian?" Rian mengangguk. Lelaki itu sebenarnya sedikit risih karna sisi sebelah kanan Anara terus mendempet ke arah Anara, oleh karna itu Rian berinisiatif untuk merangkul pinggang Anara dan semakin merapatkan tubuh Anara dengan tubuhnya.

Gadisnya sangat senang melihat berbagai tarian yang di pentaskan, hari ini tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Rian harap hari ini tak akan berlalu, ia masih ingin melihat Anara, berharap hanya perempuan itu yang ada dalam netranya. Mata biru itu seolah merekam semua kejadian hari ini, menyimpannya dalam memori. Semoga Anara dan dirinya bisa hidup bahagia bersama suatu saat nanti.

****

Selepas sholat maghrib bersama di masjid setempat, Anara dan Rian enggan pulang. Keduanya terduduk di tepi pantai sambil menatap langit yang masih berwarna jingga. Anara bersandar pada bahu lebar Rian sedangkan jemarinya bertaut dengan jemari kekar milik Rian.

"Kak Rian.."

"Ada apa?"

"Makasih ya?"

"Buat apa?"

"Karna udah bantuin aku di hari pertama masuk SMA, karna natap mata aku pake mata biru kak Rian, karna sayang sama aku, karna kenalin aku ke Bunda, dan karna ngasih sandaran ini ke aku,"

"Sama-sama... aku juga berterimakasih sama tuhan, karna udah di pertemuin sama kamu,"

"Kakak gaakan nyesel karna udah kenal aku?" Rian menggeleng cepat.

"Kamu adalah suatu kesempurnaan yang tuhan kasih buat aku Ra, mana mungkin aku menyesal karna udah ketemu kamu." Anara mengangguk dan beralih memeluk Rian.

"Kak Rian tau masa hidup kupu-kupu itu singkat?" Rian menggeleng.

"Kupu-kupu cuma bisa bertahan hidup sampai 15-29 hari aja,"

"Kenapa sesingkat itu?"

"Karna gaada keindahan yang bersifat abadi,"

"Aku kira kamu bakalan ngejelasin secara detail,"

"Terlalu nyakitin kalau nyari tau tentang semua itu,"

"Kamu suka kupu-kupu?" Anara mengangguk cepat.

Rian melihat perubahan raut wajah dari sang pujaan hati. Anara tak biasanya mudah murung seperti ini.

"It's okay, mungkin memang takdirnya dia buat hidup singkat di dunia dan abadi di surga." Tanpa menanggapi ucapan Rian. Anara menatap ombak yang menggulung dan menghampirinya secara perlahan hingga menyentuh ujung kukunya.

"Kak Rian..."

"Kenapa sayang?" Ucap Rian dengan nada lembutnya sambil mengusap lembut rambut Anara. Biasanya Anara akan langsung tenang dan kembali tersenyum jika Rian melakukan hal itu.

"Gimana kalau masa hidup Anara kaya kupu-kupu itu?"

"Kak Rian udah pernah bilang kan? Kamu gaakan pergi, kakak bakalan jagain kamu, kakak bakalan lakuin apapun biar kamu tetep di sisi kakak. Percaya sama aku... kamu gaakan kemana-mana. Baik hilang dari pandangan aku, atau hilang dari kehidupan aku. Tahta tertinggi itu akan tetap punya kamu, meski kamu gamau atau meski tuhan ambil kamu..." Anara menangis di dekapan Rian, pundaknya naik turun tak beraturan di iringi oleh suara isak tangis yang memilu kan.

"Please promis to me, jangan pernah bahas ini lagi. Aku janji akan berusaha semampu aku untuk pertahanin kamu di sisi aku, aku janji kamu gaakan pergi kemana-mana dan tetap sama aku. Kamu percaya kan sama aku?" Anara mengangguk dalam tangisnya.

Rian hanya diam sambil merasa kan baju nya yang basah, hanya bisa mengusap pelan rambut Anara dan meletak kan kepalanya di atas pucuk kepala gadisnya.

Pandangan laki-laki beralih pada langit yang menghitam, suara yang mulai sunyi, desiran angin yang semakin kencang. Pikirnya, kenapa Anara membahas hal ini selama dua kali? Kenapa ia sampai harus sesedih ini? Kenapa ia seolah takut meninggalkan Rian sendirian? Sumpah demi tuhannya, Rian hanya menyayangi Anara. Ucapannya tak main-main soal tak akan menikah jika tak bersama Anara. Anara adalah cinta pertama dan terakhirnya, wanita yang teramat ia cintai setelah Bunda.

Impian Untuk RianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang