#22. Mengobati

8 3 0
                                    

"Anara kenalkan ini dokter Wiliam, dokter yang akan membantu dokter pribadi kamu untuk menjalani kemoterapi selama di indonesia, Granpa minta maaf karna ga bisa tinggal lebih lama di sini. Perusahaan butuh Granpa di sana sayang, Granpa harap kamu mengerti," Anara memeluk Aaric erat. Anara tahu kalau Aaric sangat menyayanginya dan Arya, namun Anara juga lebih tau kalau kakeknya sangat sibuk di Jerman karna urusan kantor.

"Makasih karna udah peduli sama Anara, Anara beruntung karna punya kakek kaya Granpa. Granpa jaga kesehatan, jangan terlalu cape, jaga juga Granma untuk Anara. Maaf kalau Anara merepotkan," Aaric mengusap rambut Anara. Sangat lembut dan penuh kasih sayang.

"Gaada yang terlalu bagus atau terlalu mahal untuk kamu sayang ku... kamu harus semangat dan jalani pengobatan mu dengan baik. Minum obatmu dengan rutin. Aku dan Granma mu pasti akan menjaga kesehatan demi terus mendampingi kamu sayang..."

"Baiklah Granpa." Aaric pergi menuju pesawat pribadinya, meninggalkan Anara dan Wiliam di bandara.

Anara memandang laki-laki putih susu di hadapannya. Hari ini ia pergi ke bandara sendiri karna semua orang di rumah sibuk dan Rian pun ada pertandingan futsal tingkat kecamatan bersama Zion, Janu dan teman-temannya.

"Hi Mr. Wiliam, my name is Anara. Nice to meet you!"

"Hai juga Anara, berbicara bahasa indonesia saja karna sebelumnya saya sudah belajar bahasa indonesia demi bisa berkomunikasi baik dengan mu dan dokter pribadi mu,"

"Terimakasih atas usaha mu,"

"Ini sudah salah satu syarat dari kakek mu nona Anara,"

"Panggil Anara aja, biar lebih akrab. Mohon bantuannya untuk kemoterapi nanti..."

*****

Mereka berdua dalam perjalanan ke perumahan yang Anara tempati. Wiliam akan tinggal berhadapan dengan keluarga Aryunandyaz agar mudah memperhatikan kondisi kesehatan Anara.

"Boleh aku meminta sesuatu dari mu kak Wiliam?" Tanya Anara hati-hati. Ia sebenarnya tak enak harus meminta sesuatu di pertemuan pertama mereka.

"Katakan saja Anara, jika aku mampu pasti akan aku wujudkan,"

"Tolong jangan secara terang-terangan membahas soal pengobatan ini kepada orang asing selain keluarga ku. Aku tak ingin teman-teman ku tau soal penyakit ku,"

"Kenapa menutup-nutupi?"

"Aku tak ingin mereka mengasihani ku, tak ingin mereka khawatir dan bersedih,"

"Baiklah."

Sampai pada pekarangan rumah, Anara melihat Rian yang sudah bertengger manis bersama motor hitamnya. Lelaki itu mengenyampingkan tas juga menenteng sepatu futsalnya.

Anara turun dan pamit pada Wiliam. Ia sedikit berlari untuk menuju rumahnya dan menghampiri Rian. "Udah nunggu lama?"

"Lumayan... kamu dari mana?"

"Nganter Granpa ke bandara,"

"Um gitu,"

"Kakak ada perlu apa?"

"Pertandingan aku di tunda jadi jam 12 siang,"

"Terus kenapa masih di sini? Sekarang kan udah jam 11.30 kak,"

"Aku mau ngajak kamu nonton pertandingan aku, mau?"

"Sebentar ya aku ijin sama Mommy dulu."

*****

Di lihatnya Zion, Janu dan beberapa teman Rian yang lainnya sedang menunggu sang empu. Mereka yang asing pada sosok Anara mulai menatap penuh tanya, karna saat latihan tempo hari tak banyak yang hadir.

"Woi Anara!" Panggil Zion ga nyelow.

"Kak Zion gak ajak Ersya?"

"Dia gaakan mau di ajak ke tempat kaya gini Ra, bau keringet katanya. Dia lagi belanja ke mall sama temen-temennya. Btw gue nyeret Arsya, dia lagi duduk di sebelah sana," Anara kegirangan sendiri melihat Arsya di bangku penonton.

"Kakak aku mau ke sana sama Arsya ya?"

"Sun dulu," Anara sedikit jinjit lalu mencium pipi kanan Rian. Dengan senyuman yang tak luntur sejak tadi pagi, ia menyemangati Rian.

"Kakak semangat oke? Anara ke sana dulu. Fighting kak Rian!" Rian hanya tersenyum menanggapi gadisnya.

"Wooohh Rian ternyata bucin gaes!!! Kapan jadiannya nih? Kok ga ngasih tau?" Beo teman-teman Rian.

"Gausah kepo, kita harus fokus buat pertandingan. Nanti gajadi makan nasi padang dari pak camat,"

"Pak camat jualan tomat yang beli harus hormat, pok siti jatuh cinta yang bergerak anak setan," Zion tiba-tiba saja bernyanyi permainan yang biasa di main kan anak-anak di belakang komplek.

"Lo anak setan!" Ucap semuanya serentak.

"Kit ati aku bestie..." Rian bersama teman-temannya tertawa ngakak.

Sementara Anara melihat Arsya yang sedang bermain ponsel dengan wajah kesal bukan kepalang.

"Arsya kenapa?" Suara selembut itu hanya Anara yang punya.

"Lo tau ga sih?! Tu anak udah namu ke rumah gue dari jam 7 pagi, ngebangunin gue yang lagi enak ileran di kasur. Udah gitu dia pake ngaku-ngaku jadi pacar gue ke Ayah sama Ibu gue, kakak perempuan gue jadi ngamuk ga jelas sama gue karna dia udah larang gue pacaran dari masuk sekolah,"

"Cie yang badmood,"

"Bukan badmood lagi, tapi udah jadi bad day! Hari ini gue bener-bener marah sama si playboy prik itu!"

"Kak Zion kan cuma usaha buat dapetin hati kamu Arsya,"

"Tapi gue dah bilang dari awal Ra kalau gue ga suka sama dia!"

"Yang namanya perasaan pasti bisa berubah kalau di perjuangin,"

"Ga Ra! Gue ga suka sama dia, gue sukanya sama orang lain.."

"Siapa?"

"Nanti juga lo tau."

Tak lama pertandingan di mulai. Team Rian dan team lawan sudah memasuki lapangan, terlihat wajah sangar Rian juga teman-temannya. Anara menyemangati Rian dari awal hingga akhir sedangkan Arsya hanya memperhatikan tanpa berniat menyemangati seperti Anara. Perempuan itu memang sudah menolak Zion dari sikap mau pun kalimat, namun Zion masih bersikukuh untuk tetap berjuang.

Selesai pertandingan, Rian menitah Anara untuk ke tempat awal mereka datang, Anara patuh. Ia dan Arsya pun ke tempat yang Rian maksud.

"Mau minum?" Bukan Anara yang menawarkan, namun Rian yang menawarkan untuk Anara.

"Kak Rian aja, Anara ga aus." Rian mungut-mungut saja.

Anara merogoh tissu basah dan tissu kering dari dalam tasnya. "Kalau keringet itu harus cepet di bersihin, jangan di diemin kaya gini. Nanti cepet tua,"

"Siapa yang bilang?"

"Ommah,"

Kini Anara beralih pada tangan Rian, mengusap tangan besar itu dengan tissu basah. "Cepet-cepet cuci tangan. Takutnya kak Rian nanti megang muka, makanan, atau area sensitif tubuh. Kuman bisa masuk dengan leluasa, finalnya kak Rian nanti sakit,"

"Iya Anara kakak paham." Yang lain hanya bisa memandang iri pada keduanya. Rian yang terkenal anti cewe sekarang malah menjadi orang paling bucin.

Impian Untuk RianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang