Sudah 7 hari Anara terdiam di sana, 7 hari pula Haruki tak beranjak dari sana. Walaupun ia dan Anara tak satu keyakinan, tapi Haruki yakin kalau tuhannya akan membantu Anara meski Anara bukan hambanya.
Namun saat terbangun dari tidurnya, tiba-tiba monitor berbunyi panjang, segera ia memencet tombol darurat dan Nanda serta Wiliam pun datang dengan tergesa.
"Ada apa?" Tanya Nanda khawatir.
"Kenapa layar monitor menunjukan garis panjang? Apa sesuatu terjadi pada Anara?" Wajah Haruki pun sama khawatirnya dengan Nanda.
"Silahkan keluar, kami akan mengurus Anara," ucap Wiliam tegas.
Nanda menitah salah satu suster mengambil alat pacu jantung atau defribrilator lewat tombol darurat yang di lengkapi sensor suara.
"Siap." Ujar Wiliam setelah menyetel alat tersebut.
"Satu dua." Badan Anara langsung terangkat keatas lalu kembali seperti biasa. Hal itu terjadi berulang-ulang selama 3 kali.
Sedangkan di sisi lain Rian tengah berbahagia karna ia di nyatakan lulus dengan peringkat 1 pararel. Buket bunga ia pegang dari sang Bunda, Bajunya pun sudah tak berwarna putih lagi karna Janu dan Zion coret dengan pilok juga spidol.
"HAPPY GRADUATION!!!!" Teriak seluruh angkatan Rian di lapangan sekolah.
Di tengah kebahagiaannya ponselnya berdering dan tertera nama Anara di sana. Namun begitu Rian angkat bukan suara Anara yang terdengar. Bagai tersambar petir di siang hari, Rian langsung berlari dari kerumunan menuju motornya.
"Rian!!" Teriak Janu. Laki-laki itu khawatir karna melihat ekspresi tak wajar dari sahabatnya, bahkan Rian berlari sambil menangis.
"ZION CEPET AMBIL MOBIL LO!" Janu menarik Bunda dan langsung melaju mengikuti Rian dari belakang yang membawa motor ugal-ugalan.
Begitu sampai di rumah sakit Rian langsung berlari secepat mungkin hingga sampai pada ruangan yang berbeda dari yang ia kunjungi dari terakhir kali. Di sana keluarga besar Anara telah berkumpul, bahkan Arin sudah tak sadarkan diri.
"Masuk lah." Ucap Arya. Laki-laki itu menangis sambil memeluk istrinya.
Di sana Rian melihat Anara dengan matanya yang terbuka. "Hai kak Rian!" Gadis itu masih menyapanya meski tak sesemangat dulu.
"Anara..." suara Rian bergetar, siap menitihkan air matanya.
"Sini tiduran di samping aku," ajak Anara sambil menepuk kasur di sebelahnya, Rian menuruti dan tertidur di samping Anara.
"Gimana? Kakak lulus?" Rian mengangguk.
"Dengan juara satu?" Lagi-lagi Rian mengangguk.
"Makasih lagi-lagi kakak wujud-in impian dari aku. Happy graduation for you my mine, selamat buat pencapaian kakak." Rian menangis.
"Kamu harus sama aku Ra... please jangan tinggalin aku Ra..." Rian sesegukan.
"Kakak... aku akan selalu sama kamu, aku gaakan pergi kemana pun. Cuma raga aku yang hilang dari netra kamu, selama detak jantung kamu masih berdetak, aku pun akan selalu hidup." Anara mengusap air mata Rian. "Please jangan lakuin apapun yang aneh-aneh, dan aku bakalan kasih hal yang paling berharga buat aku untuk kamu. Tolong wujud-in satu impian terakhir dari aku, tolong wujud-in impian Daddy dan impian aku. Maaf kalau ngerepotin, tapi aku berharap kamu bilang 'iya'."
"Aku akan wujud-in buat kamu!"
Setelah diam beberapa detik, Anara menatap manik biru Rian. "Kak Rian.."
"Iya ada apa? Aku masih di sini buat kamu,"
"Tolong sampein maaf aku ya buat Ersya, aku gamau sampe dia benci sama aku kak.. aku juga sadar kalau aku salah karna permainin perasaan dia. Sekali lagi sampein maaf aku ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Untuk Rian
Teen Fiction❝Kak Rian?❞ gadis bermanik hitam pekat itu menatap Rian dengan penuh tanda tanya. wajah cantik nan memikatnya menunggu jawaban dari Rian, ia yang masih memikirkan jawaban yang tepat untuk gadisnya. *•••••℘℘℘••••* ❝Hai kak Rian!❞...