Stay Here ( 38 )

224 14 0
                                    

_Jangan Lupa__Vote__Comment_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_Jangan Lupa_
_Vote_
_Comment_

Happy Reading........

Kediaman keluarga Atta Halilintar yang biasanya terasa sangat damai dan tenang, saat ini benar-benar terlihat berbeda. Raut para penghuni pemilik rumah menunjukkan wajah yang tidak seperti biasanya, terlihat bahwa mereka sedang menahan kesal dan amarah.

Lalu di luar Rumah yang terdapat beberapa media yang mungkin saat ini sedang menunggunya untuk memberikan sebuah klarifikasi dengan apa yang telah terjadi saat ini.

"Oke Fateh, jelaskan pada Abang sekarang, Mengapa kamu bisa sampai membuat Kak Fuji di larikan ke Rumah Sakit? Apa yang kau telah lakukan." Fateh menunduk takut melihat Abangnya yang menatapnya tajam, dan ini baru pertama kalinya Fateh melihat tatapan itu.

"Ayo, katakan, Fateh! Kamu sudah membuat Abang menjadi orang yang gagal, karena tidak bisa mendidik seorang adik yang entah kenapa bisa menjadi kasar seperti kamu." Atta sepertinya sudah mengetahui dengan video yang beredar, bahwa Fateh tengah memaki-maki Fuji dan sampai Fuji keserempet mobil, Video itu langsung viral dan menyebar dengan luas, bahkan Fateh sudah di anggap menjadi seorang anak yang gagal dan tidak sopan karena berani melawan orang yang lebih tua, apalagi sampai mencelakainya.

"Sayang, tenangkan dirimu dulu, kau tidak perlu teriak-teriak seperti itu pada Fateh, kita bisa dengarkan dulu penjelasannya, karena aku yakin Fateh tidak sengaja melakukannya, dan pasti ada alasan juga." Aurel berusaha menenangkan suaminya agar ia tidak berlebihan untuk memarahi Fateh. Diusapnya pelan punggung sang suami agar bisa meredakan emosinya yang saat ini sedang tinggi.

"Maafin Ateh, Ateh minta maaf Bang, Ateh tidak bermaksud melakukan itu sama Kak Fuji." Ucap Fateh yang kini berlutut di depan Abangnya, dengan memegang kedua kaki Atta.

"Kau tahu, Umi, Abi, bahkan Abang dan Kakak kamu, tidak pernah mengajarkan kamu untuk memarahi orang yang lebih tua, apalagi itu seorang perempuan, coba kamu lihat Abangmu yang lain, apa mereka pernah melakukan itu, kau sudah buat malu Keluarga Fateh." Fateh benar-benar sudah membuat Atta kecewa, adik yang selama ini ia sayangi, ternyata berbuat buruk sampai membuat orang lain celaka, dan bahkan mengatakan ucapan yang tidak pantas untuk di ucapkan pada orang yang lebih dewasa.

"Abang benar-benar kecewa sama kamu Fateh, sekarang kamu pikirkan baik-baik, dimana letak kesalahan kamu, dan sadarlah, bahwa yang kamu lakukan itu salah, berharap secepatnya kamu bisa menyesali atas perbuatan kamu." Ucap Atta sebelum pergi meninggalkan Fateh yang masih berlutut di hadapannya. Saaih tidak bisa berbuat apa-apa, ia merasakan hal yang sama, apa yang di rasakan Abangnya, maka saat Fateh melihatnya Saaih langsung memalingkan wajahnya dan pergi keluar rumah begitu saja.

Karena bersama Fateh dan melihatnya membuat Atta dan Saaih semakin tinggi dengan emosinya, mungkin jika sampai itu terjadi, akan ada kekerasan yang terjadi.

Aurel diam di tempat, ia kebingungan harus berbuat apa, mendekati Fateh, atau menyusul suaminya.

"K-kka.. Kak,, A-Aurel hiks.." Fateh mulai terisak, saat mereka kedua Abangnya memarahinya, membuat Aurel yang hendak pergi, untuk menyusul suaminya kembali berbalik melihat ke arah Fateh yang sedang bersimpuh di lantai dengan isak tangis yang menyayat hatinya, Aurel pun mendekatinya.

"Kak, maafin Ateh.. hiks... Ateh telah berbuat salah, pukul Ateh saja Kak!! Ateh sudah membuat keluarga malu.  Ateh anak yang tidak bisa di untungkan, Ateh hanya membawa banyak masalah buat keluarga Ateh.. hiksss... Pukul Ateh kak, pukul saja Ateh, sampai mati Ateh tak apa? Hiksss.. asal jangan pernah benci Ateh, jauhin Ateh,, karena Ateh.. hiks.. tak punya siapa-siapa lagi .. hiks... Hiks..." Fateh menarik tangan Aurel, menggenggamnya erat dengan mata yang penuh air mata.

"Pukul Ateh saja Kak,, hiks.. dari pada harus pergi.. ninggalin Ateh... Hiks..." Aurel terkejut, saat tangannya di paksa untuk memukuli Fateh, tapi Aurel berusaha untuk menahannya, agar Fateh tidak melakukan itu. Akhirnya Aurel menyerah, ia sudah tidak tahan melihat Fateh seperti ini, maka dengan itu, Aurel mencoba untuk menghentikan tangan Fateh untuk menyuruh memukulnya, karena Fateh terus berucap untuk minta di pukul

"Fateh hentikan, jangan melakukan hal ini, Kakak janji, Kakak tidak akan pergi, Kakak akan tetap berada disini bersama fateh, jadi stop untuk berbicara pukuli Ateh, stop Teh." Aurel membawa Fateh dalam pelukannya, tubuh Fateh benar-benar bergetar.

"Tapi.. hikss, kenapa mereka harus pergi,,, apa mereka sudah membenci Ateh,, apa mereka tidak peduli lagi sama Ateh,, kalau mereka seperti itu.. Ateh harus bagaimana?" Tangis Fateh semakin menjadi, Aurel juga bingung harus berbuat seperti apa, Fateh benar-benar ketakutan, seolah suaminya dan Abangnya benar-benar pergi meninggalkannya dan juga membencinya, tapi Aurel tidak yakin jika mereka seperti itu, mereka mungkin hanya ingin agar Fateh bisa berpikir dan menyadari.

Aurel kini melihat Fateh seperti kehilangan akalnya, tangannya sampai bergetar dengan hebat, tidak lupa wajahnya yang pucat, dengan di aliri jejak air mata yang menghiasi wajahnya, bersatu dengan keringat yang dingin dan tidak lupa rancunya yang semakin Aurel dengar semakin menyakitkan, apalagi dengan perutnya yang sudah besar, rasa keibuan Aurel semakin menjadi dan ia tidak mau sampai anaknya mendapatkan perlakuan seperti ini, dari dirinya, ataupun suaminya.

Semakin lama, Aurel juga ikut terisak-isak, karena memeluk Fateh yang benar-benar sangat rapuh. Fateh sudah lama menangis seperti ini, tapi sampai sekarang ia belum tenang juga, membuat Aurel panik dan ketakutan, soalnya Aurel merasakan deru nafas Fateh yang sudah tidak beraturan, begitu juga dengan suhu tubuhnya yang meningkat, saat Aurel bersentuhan dengan kulitnya Fateh yang kini dalam pelukannya.

Ketakutannya, membuat Fateh merasakan denyut kepalanya terasa sakit, dengan berbagai pikiran yang masuk kedalam kepalanya, sehingga itu menjadikan beban pikirannya yang sudah mencapai batasannya.  Tubuhnya sangat lelah, begitupun perasaannya yang terasa seperti di permainkan oleh perasaan, sampai-sampai Fateh kini mimisan.

"Kk.. Aurel.. ukhh.." Rintih Fateh masih di dalam pelukan Aurel. Refleks, Aurel harus melepaskan pelukannya saat mendengar lenguhan  Fateh yang memanggilnya.

"Ya Allah, Fateh hidungmu berdarah!!!" suara Aurel cukup keras di keheningan malam memecahkan kesunyian, Fateh merasa tubuhnya sudah tidak bisa lagi di ajak kerjasama, dan pada akhirnya, Fateh harus merelakan kesadarannya yang telah di renggut paksa oleh gelap.

"Bang Attaaaaaa,, Saaiiiiih." Aurel berteriak dengan keras, membuat dua orang yang di panggilnya kini berlarian dari kamarnya untuk melihat Aurel yang sedang memeluk Fateh dalam keadaan yang tidak sadarkan diri, tidak lupa darah yang keluar dari hidungnya benar-benar terlihat jelas. Membuat Atta dan Saaih terkejut bukan main dan mulai merasakan ketakutan yang lebih tinggi dari sebelumnya.

"Fateh..." Atta mendekati Fateh, menepuk-nepuk pipinya pelan, tapi tidak ada jawaban dari Fateh.

"Bang, kita harus segera membawanya ke Rumah Sakit." Panik Saaih, dan Atta langsung mengangkat tubuh lemas Fateh, Saaih berjalan di depannya untuk membuka pintu rumahnya yang di sambut beberapa team yang terlihat tidak kalah terkejutnya melihat Fateh.

"Minta mobil satu, kita harus segera bawa Fateh ke Rumah sakit." Panik Atta. Team langsung berlari untuk mengambil mobilnya. Atta dan Saaih benar-benar bergetar ketakutan, Aurel di sampingnya hanya bisa menangis dengan apa yang telah terjadi saat ini.

"Tolong bantu kami keluar, dan tahan para media itu." Pinta Atta pada teamnya, yang langsung berlarian kearah gerbang, Atta sendiri langsung memasukkan Fateh kedalam mobilnya, Saaih yang menjadi lahunan Fateh, Atta yang menjadi supirnya, dan Aurel duduk di samping suaminya, ada mobil satu lagi yang ikut.

Atta mulai melajukan mobilnya, dimana saat ia mulai keluar dari gerbang itu, kerap kerlip lighting langsung menyorotinya, klakson terus Atta nyalakan, agar mereka tidak menghalangi jalannya, ia tidak peduli jika citranya semakin buruk dengan kejadian ini. Saat telah terlihat kosong, Atta langsung mengemudikan mobilnya dengan cepat, begitupun mobil yang berada di belakangnya.

Para media hanya bisa menghela nafasnya, dan ada beberapa orang yang yang mengikuti dengan motornya, ingin tahu kemana Atta pergi.

To Be Continue........

STAY HERE I ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang