Stay Here ( 43 )

250 14 0
                                    

_Jangan Lupa__Vote__Comment_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_Jangan Lupa_
_Vote_
_Comment_

Happy Reading..........

"Atta, bagaimana dengan keadaannya, Fateh baik-baik saja kan, tidak seperti apa yang kamu katakan saat di telepon." Tanya Umi penuh harap, berusaha menolak apa yang di katakan anaknya, saat ia diberi tahu bahwa Fateh sedang kritis.

"Atta, jawab Umi sayang, jangan diam terus." Pinta Umi sekali lagi, saat Atta yang tidak kunjung menjawab pertanyaannya dan malah terdiam seperti orang yang tidak tahu apa-apa. Dan sekarang Anaknya malah menunduk bersama orang-orang yang berada di sampingnya, sungguh apakah semuanya itu benar, Atta berusaha menahan tangis yang akan siap kembali lagi untuk turun, ia tidak mau, karena ia benar-benar sudah sangat lelah.

"Jadi, semuanya itu benar." Tubuh itu akhirnya merosot, andai saja Abi tidak cepat-cepat menahan Uminya yang akan terduduk di lantai.

"Umiiii..." Panggil Atta dengan suara yang bergetar.

"Masuklah Umi, biar Umi tahu semuanya, Fateh juga pasti sangat merindukan Umi di dalam, semoga dengan datangnya Umi Ini, bisa membuat Fateh terbangun.. hiks..." Ucap Atta.

Uminya lalu melihat suaminya, yang masih menahan tubuhnya, ia mengangguk, agar yang di katakan Atta ada benarnya, bahwa Uminya harus masuk kedalam untuk memastikan.

"Abi akan menuggu Umi di luar ya, nanti Abi akan menyusul untuk masuk kedalam." Ucap Abinya membiarkan istrinya lebih dulu untuk masuk. Umi di berikan sebuah pakaian yang steril, dan itu sudah membuktikan bahwa anaknya memang tidak baik-baik saja, dengan segara Umi langsung memakainya, memejamkan matanya sebentar dengan berdoa pada Tuhan agar secepatnya Fateh di sadarkan saat kedatangannya dan bisa mendengar semua ucapan dan doanya.

Tangannya bergetar, sedikit takut dan ragu untuk masuk kedalam, takut ia tidak bisa menerima sebuah kenyataan, dan ragu apakah anaknya akan bisa membuka matanya, hanya sekedar untuk melihat dirinya lagi, membayangkan itu sudah membuat hatinya kembali sakit.

Pintu berhasil terbuka, dengan jantung yang berdegup kencang, saat Umi mulai melangkahkan kakinya kedalam, menghampiri sosok anak yang terbaring lemas di kasurnya, rasanya ingin secepatnya ia kembali keluar.

Hanya seorang diri, Umi yang masuk kedalam ruangan, yang lain masih menunggu mereka di luar, yang hanya ada Atta, Thariq dan Saaih, hari ini yang berjaga adalah mereka, beberapa team juga datang, tapi mereka membatasinya, karena mereka tidak mau mengganggu istirahat adiknya.

Media sudah pada tahu, dengan apa yang terjadi, karena Atta yang memposting foto adiknya, secara hitam putih, dengan Cuption meminta agar adiknya di doakan untuk cepat terbangun  pada akhirnya apa yang di rahasiakan, akhirnya mereka membuka secara terang-terangan, tapi mereka masih merahasiakan sakitnya? Hanya memberi tahu, Fateh sedang sakit, dengan foto wajah yang tertutup masker, dengan beberapa kabel yang masuk dalam tubuhnya, mereka yang melihat sudah menyimpulkan Fateh mempunyai sakit yang serius.

Semua orang juga ikut mem-postingnya, di berbagai macam akun sosialnya, dan akhirnya banyak doa-doa yang mengalir, pada Fateh dan semoga ada doa yang terkabul, agar Fateh bisa secepatnya tersadar.

Uminya menatap nanar anak kedelapannya yang terlihat damai dalam tidur panjangnya. Ini adalah kali pertama, ia bisa melihat Fateh secara langsung dalam keadaan seperti ini, keadaan yang sebenarnya tidak mau ia lihat, tapi kenyataannya, ia merasakannya. Sebagai seorang ibu, dirinya benar-benar merasa gagal, tidak bisa menjaga anaknya, tidak bisa membuat anaknya tumbuh seperti yang lainnya. Tangis yang tidak di pintapun, akhirnya berhasil lolos begitu saja, mengalir pada pipinya yang sudah tidak sekencang dulu, tapi tetap cantik saat terlihat.

"F-Fateh.. Umi pulang, Teh. Bukannya Ateh merindukan Uni, Umi sudah ada disini Teh." Ucap Umi dengan suara yang bergetar. Perlahan Umi menyentuh tangan Fateh yang ringkih, dan tangisnya kembali deras, membiarkan aliran air mata yang terus berada di pipinya, berlomba dengan rasa sesak saat ketika harus menatap anaknya yang sudah tidak berdaya lagi.

"Umi sudah tepatin janji Umi untuk pulang, ayolah nak, Fateh anak yang kuat, Fateh bisa untuk melawannya, bukankah Fateh pernah bilang, kalau Umi menangis, Ateh akan mengusapnya, dan saat ini, Umi lagi menangis Teh, cepat usap air mata umi ini, usap Teh..." Kakinya terasa lemas, tidak bisa menopang lagi tubuhnya. Umi terduduk, dengan tangan yang masih menggenggamnya, tidak ada yang bisa dirinya lakukan, dunianya seolah tidak mengijinkan untuk ia menyaksikan anaknya terbangun. Dunia sudah di hancurkan hanya oleh satu orang yang bernama Fateh.

"Ummiii." Seseorang memegang pundaknya, Umi melepaskan genggaman Fateh dan berbalik menatap Saaih yang ternyata sudah masuk kedalam ruangan.

"Apa yang terjadi dengan adikmu Saaih, padahal Umi sudah datang untuknya, tapi kenapa adikmu tidak bangun juga." Umi memegang kedua pipi Saaih, bertanya, semoga Saaih bisa menjawab pertanyaannya.

"Saaih, kenapa adikmu bisa sampai seperti ini, sebenarnya apa yang telah Abangnya lakukan padanya, kenapa bisa sampai bisa separah ini." Saaih tidak bisa menjawab pertanyaan dari Uminya, karena mungkin memang benar, Fateh seperti ini kesalahan mereka, karena mereka yakin, Fateh belum melihat berita-berita yang saat ini sedang cukup ramai, jadi kejadian ini memang benar-benar salah mereka. Tak ada sahutan atas semua perkataan itu. Yang terdengar hanya suara bising dari mesin-mesin yang ada diruangan tersebut yang terdengar. Saaih hanya bisa menemani Uminya dan memberikan pelukan hangat untuk menenangkannya. Uminya kembali bangkit, dan melihat anaknya.

"Fateh anak Umi, kami semua disini sangat menyayangimu, tidak ada yang membenci kamu, maukah kamu membuka matamu untuk Umi?" Uminya kembali meletakkan tangannya di pipi Fateh dengan hati-hati.

"Fateh...!"

"Tolonglah sekali saja kamu lihat Umi Nak, Umi tidak sanggup melihat kamu seperti ini, hiks... Apa yang harus Umi lakukan, tolong katakan Fateh." Uminya benar-benar sudah tidak kuat dengan keadaan seperti ini, ia ingin rasanya memeluk Fateh erat, tapi itu semuanya sangat tidak mungkin, karena banyak alat-alat yang tidak bisa untuk mereka pegang.

"Umi janji, Umi tidak akan pergi kemana-mana lagi, umi sekarang akan tetap tinggal menemani Ateh, tolong bangun untuk Umi Teh." Saaih benar-benar tidak kuat melihat Uminya yang merancu seperti ini, ia pun hanya bisa memeluk Uminya dengan erat, semoga dengan perlakuannya ini, Uminya bisa tenang.

"Umi minta maaf Teh, mungkin ini semua karena Umi, yang egois tidak mau mendengar ucapan Ateh untuk segera pulang, sungguh Umi menyesal Teh, tapi tolong, bangun untuk Umi, apakah Fateh benar-benar sangat membenci Umi." Saaih menggeleng, kalau harus di salahkan, seharusnya ia yang tidak bisa menjaga Fateh, malah membuatnya seperti ini, kesalahannya mungkin sangat fatal, sampai Fateh tidak mau melihatnya dan terus tertidur dengan lelapnya.

"Fateh..."

To Be Continue...........

STAY HERE I ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang