Bab 39 Keputusan penderitaan

13.5K 845 57
                                    

Satu bulan berlalu,  Ara belum juga terbangun dari tidurnya. Banyak perubahan yang terjadi selama Ara terbaring lemah di rumah sakit. Semua memiliki kesibukan masing -masing walaupun begitu Ara tetaplah yang terpenting bagi mereka.

Direnc menatap foto anak perempuannya di meja kerjanya. Hatinya dilanda ketakutan kala mengingat putrinya tak kunjung membuka mata. Andai ia bisa menggantikan rasa sakit itu ke tubuhnya.

Kring kring

Direnc menoleh ke asal suara. Diambilnya benda itu dan mendekatkan ke telinganya. "Halo."

"Mas!" nada cemas terdengar di seberang sambungan telefon.

Direnc menegakkan tubuhnya, "Kenapa?" tanya Direnc.

"Mas, Cana mau mengambil Ara." nada ketakutan dari Lia membuat Direnc tersentak. Cana akan mengambil putriku? batin Direnc cemas.

"Mas." panggilan Lia membuyarkan lamunan Direnc.

"Mas kesana." Direnc mematikan sambungan telefonnya dan bergegas keluar ruangan diikuti assistantnya.

"Kau sudah menghubunginya?" tanya Cana pelan, dibalas anggukan singkat dari Lia.

Diruang rawat Ara sudah ramai dengan kedatangan keluarga Dallas. Lia dan Lika menunggu kedatangan anggota keluarganya dengan gelisah. Lia menatap Ara yang masih memejamkan mata dengan pandangan sayu. Ia sudah menganggap Ara putrinya sendiri, ketakutan bergelanyut di hatinya.

Cklekk

Lia menghembuskan nafas lega melihat kedatangan keluarganya. Lika memang menyempatkan menghubungi semua keluarganya. Mereka mengambil duduk di sofa kosong.

"Selamat Siang, tuan Direnc." sapa Aydan.

"Siang." jawaban datar Direnc.

"Ada sesuatu hingga kalian berkunjung?" tanya Razky.

Cana menghembuskan nafas, "Mungkin ini sangat mendadak, tapi saya tidak bisa menahan keinginan saya ini." ujar Cana pelan.

"Sebagai ibu saya turut merasakan sakit melihat kondisi Ara, putri saya. Dan sebagai ibu juga, keinginan melihat putrinya kembali sehat. Maka dari itu saya meminta izin untuk membawa Ara berobat ke luar negri." sambung Cana.

Keluarga Abizard menegang. Direnc mengencangkan rahangnya menahan segala kemarahan yang memuncak.

"Tidak!" ucapan keras terdengar dari mukut Aarav. Urat tangannya tercetak jelas saat ia mengepalkan tangannya kuat.

Direnc pun sama, ia marah. Namun ia mencoba meredam emosinya. Memejamkan mata sejenak sembari menghembuskan nafas pelan.

"Tidak akan ku biarkan!" mata Aarav memancarkan kemarahan.

"Atas dasar apa kalian ingin membawa Ara?" tanya Aslan tegas.

"Apa pengobatan disini tidak cukup?" sambungnya.

"Cukup, tapi saya ingin yang terbaik untuk putri saya." jawab Cana.

"Saya tidak akan mengambil Ara selamanya. Saya hanya butuh waktu bersama putri saya. Biarkan saya membawa Ara, biarkan Ara mengenal keluarga kami, biarkan saya memberikan kasih sayang untuknya." ucap Cana.

"Saya menolak jika membawa Ara ke luar negri." ucapan Direnc membuat semua menatapnya. Direnc menatap lekat wanita yang menjadi ibu kandung putrinya.

"Apa?" tanya Aydan.

"Saya rasa disini cukup untuk membuat Ara membuka matanya kembali." ujar Direnc menatap anak perempuannya dari kejauhan.

"Tidak bis-" ucapan Aydan terhenti kala Direnc meneruskan ucapannya.

ALARAYNA [ Tahap Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang