"Biarkan cucu perempuanku satu-satunya mencari kebahagiaannya sendiri. Sudah cukup kalian ikut campur dalam hidupnya." Javas menatap tajam Cana dan Aydan yang duduk di sofa dengan meja yang menjadi pembatas antara keduanya.
Javas yang masih berada di London, bergegas pulang kala tangan kanannya memberi tahu kejadian tentang cucu perempuannya. Javas sangat menyayangi cucunya. Ara adalah cucu perempuan yang ia idam-idamkan. Melihat bagaimana jalan hidup cucu kesayangannya yang penuh akan kerikil tajam, membuatnya merasa bersalah. Javas selalu menyalahkan dirinya akan semua yang dirasakan Ara. Ia selalu mengandai, jika dulu harusnya ia menjaga Cana beserta cucunya. Bukan membuat Cana pergi dan meninggalkan cucunya dikemudian hari.
"Biarkan cucuku hidup dengan tenang dan tentram. Cana, papa tahu kamu sangat menyayangi putrimu. Tapi apa kamu senang melihat putrimu tumbuh dengan tekanan batin?" lanjut Javas menatap lembut Cana yang terisak lirih.
"Sudah saatnya Ara memilih jalannya sendiri. Jika dengan ayah kandungnya dia merasa aman, maka jangan menghalanginya. Papa tahu ini tidak mudah tapi cobalah mengiklaskan semua untuk kebahagian putrimu. Kita masih bisa mengunjunginya kapanpun, kenyamanan dan kebahagiaan Ara adalah hal penting. Jadi buatlah keputusan yang tepat." Javas beranjak meninggalkan ruang keluarga setelah berbicara panjang lebar pada Cana.
Aydan dengan setia menenangkan istrinya. Aydan kembali terngiang akan ucapan ayah mertuanya. Apakah keluarganya setega itu memisahkan seorang anak dari ayah biologisnya. Mendengar perkataan Ara tempo hari, rasa sesak kembali mengalir dalam rongga dadanya. Ia sudah menganggap Ara sebagai putrinya. Bohong jika ia tidak peduli tentang putrinya. Ia tidak bisa menutup telinga ketika Ara menangis di malam hari dengan sirat kerinduan pada ayah kandungnya.
Egois? Ya, dirinya sangat egois karena ia tidak ingin kehilangan sesosok yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri. Apakah ini waktunya untuk menempatkan semua kembali pada posisi semula? Dan apakah ini waktunya melepas putrinya? Dengan berat ia akan mencoba meluruskan masalah ini. Hanya demi putri tercintanya.
"Demi kebahagiaan putri kita. Demi putri kita." ucap Aydan diselimuti nada ketegasaan didalamnya.
Setitik air mata terjun dari pelupuk mata Aydan. Cana kembali terisak. Aydan memeluk erat istrinya, ia berharap keputusannya akan baik kedepannya. Hanya itu yang ia harapkan.
📖
Direnc tidak melepaskan genggamannya barang sedetik pun. Dirinya tak henti-hentunya berdoa akan putrinya segera membuka kelopak matanya yang tertutup. Direnc meninggalkan semua pekerjaannya hanya demi putrinya ini. Sudah lama sekali putrinya tidak bermanja padanya. Tak pernah Direnc melupakan anak gadisnya. Semua tentang putrinya adalah hal yang menyenangkan. Menyuapi putrinya, menemani tidur, membacakan cerita, hal itu menjadi kenangan yang sangat ia rindukan ketika putrinya pergi.
Memang benar, ia sudah memiliki keempat putranya. Tapi bukankah berbeda. Putranya tak suka dimanja ataupun bermanja berbeda sekali dengan putrinya. Apalagi ia sudah berpisah lama dengan anak perempuannya, sudah sewajarnya jika ia memberikan kasih sayang yang berlimpah pada anak perempuannya. Bahkan ia akan memberikan nyawanya untuk putri kesayangannya.
Eungh
Ara menyerngitkan dahi saat merasakan pusing. Matanya menyipit melihat ruangan serba putih dihadapannya. "princess?"
Ara menoleh dengan pelan ke asal suara. "Ayah?" ujar Ara lirih. Dengan sigap Direnc mengambil air putih di nakas samping brankar Ara.
"Minum dulu nak." Ara menuruti keinginan sang ayah karena sejujurnya ia sangat haus.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALARAYNA [ Tahap Revisi ]
Teen Fiction🚫[FOLLOW DULU SEBELUM BACA]🚫 🚫Beberapa part aku privat, jadi follow dulu.🚫 🚫Tidak mengizinkan adanya unsur plagiat barang sedikitpun🚫 ... Setitik air matanya terjatuh, dadanya sakit saat orang tersayangnya mengaaikan keberadaannya. Ara mengus...