Bab 42 Sesuai Permintaan Ayah

14.1K 1K 82
                                    

Bara membawa Ara ke gendongannya, langkah demi langkah ia lewati sampai pada kamar Ara. Bara mendudukkan adiknya di atas kasur. Ara tetap diam dengan tatapan kosongnya. Bara berjongkok, mengusap air mata adiknya dengan ibu jarinya walau sia-sia, karna air mata Ara tak bisa berhenti.

Bara memandang Ara dalam diam. Hatinya ikut sakit melihat tatapan kosong adiknya. Bara memejamkan mata sejenak menahan sesak.

Ara memejamkan mata merasakan kecupan di pelipisnya.

"Kenapa?" tanya Ara pelan setelah sekian lama terdiam.

"Adek nakal ya? Adek buat kesalahan? Kanapa ayah usir adek?" Bara menunduk menahan air matanya.

"Kenapa tanya seperti itu, ayah sayang sama adek kalo adek lupa." ucap Bara memberi penjelasan.

"Trus kenapa ayah usir Adek?" tanya polos Ara dengan suara bergetar.

Bara tersenyum sendu. "Ayah ga pernah usir adek, pintu masion ini bakal terbuka selamanya buat adek." ucap Bara lembut.

"Adek memangnya gak kangen sama bunda Cana? Pasti bunda Cana kangen sama adek, makanya ayah kasih waktu supaya adek bisa habisin waktu sama bunda Cana." Bara benar-benar ingin menangis dengan keras saat ini.

"Gitu?" hati Bara berdenyut sakit saat melihat tatapan polos adiknya, adiknya masih kecil dan harus merasakan ini semua.

"Hm." Bara mengangguk mengiyakan.

"Jadi ayah masih sayang sama adek?" tanya Ara, matanya mengerjab lugu dengan jejak air mata yang jelas di pipinya.

"Iya, sayang." suara Bara bergetar, sekuat tenaga Bara menahan tangisnya.

"Mau bobo?" tanya Bara pelan.

Ara mengangguk lemah, dengan perlahan Ara merebahkan tubuh adiknya, membawa Ara ke pelukannya, menyembunyikan Ara dalam dekapannya. Seketika air mata Bara luruh perlahan. Menatap lekat wajah polos adiknya yang sedang tertidur, yang mungkin akan sangat Bara rindukan mulai sekarang. Princessnya, kesayangannya.

📖

Ara menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun putih selutut sudah terpasang sempurna ditubuh kecilnya. Ara terdiam sembari menatap kaca. Hari ini Ara izin tidak mengikuti pelajaran, sepertinya abangnya juga melakukan hal yang sama.

Ayah dan abang bungsunya belum menemuinya sejak kemarin malam. Ara mengerjab pelan, semalam samar-samar ia mendengar Bara menangis. Tapi Ara tak yakin. Ara menghela nafas pelan, meremas jari tangannya takut.

"Apa ayah ga sayang adek lagi?" batin Ara bertanya.

Cklekk

"Cantik sekali anak buna." ucap buna menghampiri Ara dengan senyum hangatnya. Ara membalas senyum kecil.

Lia membuang nafas pelan, "ke bawah yuk, sarapan dulu sambil nunggu bunda Cana kesini." ajak Lia penuh perhatian.

Ara mengangguk pelan, Lia menggandeng tangan putrinya. "Rambut adek udah panjang ya, mau buna tolong ikat?" ujafrLia mencairkan suasana.

Ara hanya membalas gelengan pelan. Lia pun tak meneruskan perbicaraannya saat melihat raut murung anaknya.

Ara menatap ayahnya yang sedang duduk di meja makan dengan segelas kopi dihadapannya. Biasanya ia akan langsung berhambur kepelukan sang ayah.

Mengecup pipi sang ayah dan berucap "Selamat pagi, ayah."

Direnc paham jika Ara menatapnya. Tapi demi apapun Direnc belum siap untuk melepas putrinya. Hatinya tidak rela tapi Ia berusaha meneguhkan hatinya.

ALARAYNA [ Tahap Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang