Bab 45 Mencoba bersabar

11.4K 872 57
                                    

"Abang." panggil lirih Ara.

"Gak tau diri." remeh Avan.

"Sialan!" ucap marah Ansel.

"Why? Marah, heh?" Avan menyeringahi.

"Kakak udah, hiks." lirih Ara.

Avan menunduk menatap Ara yang menangis. Avan tersentak, apa ia terlalu kelewatan, tapi ia tak terima saat orang-orang itu menghentikannya saat ia ingin bertemu adiknya.

"Jangan kak, kasian abang." mohon Ara. Avan tertegun. Dengan cepat Avan merengkuh tubuh mungil Ara.

"Astaga, apa yang lo lakuin, Van." runtuk Avan dalam hati.

"Maaf, kakak gak bermaksud seperti itu." ujar Avan merasa bersalah.

Geng Tranos dan geng Fernon kebingungan melihat kejadian di depannya. Algav memandang raut wajah Bara yang memerah, Iel dan ansel pun sama tapi yang jelas Algav melihat mata mereka yang memancarkan kesedihan dan rapuh?

Ara melepaskan pelukannya. "Kakak kenapa kesini?" tanya Ara lembut.

"Kakak rindu kamu." Ara mendengkus pelan.

"Kenapa sekarang, kan bisa di rumah." ribut Ara.

"Iya, maaf." Ara menatap abangnya, ada rasa bersalah dihatinya melihat tatapan abangnya.

"Kakak pulang ya, nanti kita ketemu di rumah." bujuk Ara.

Avan tidak jadi membantah melihat Ara yang melotot kan matanya, poin plusnya itu membuat Ara semakin menggemaskan. Avan terkekeh pelan tak lama mengangguk patuh. Mencium kening dan pipi Ara sekilas sebelum mengajak gengnya pergi.

"FERNON! CABUT!" Ara menghela nafas lega melihat gerombolan kakaknya yang sudah meninggalkan sekolah.

Ara melangkahkan kakinya pada Bara dan yang lain menghiraukan bisikan para siswa siswi.

"Maaf!" ucap Ara pelan menundukkan kepalanya.

Ara memejamkan mata saat tak mendapati jawaban sepatah kata pun. "Maaf sekal-"

"Kamu bahagia?" hatinya terasa sakit saat Bara tak memanggilnya dengan panggilan "Adek" lagi. Ara tersenyum getir.

"Ab-"perkataan Ara terpotong.

"Abang seneng lihat kamu bahagia sama keluarga baru kamu." Ara memandang tubuh Iel yang menjauh.

"Abang." panggil Ara yang akan menyentuh pergelangan tangan Bara. Ara menundukkan kepalanya menandang tangannya yang menggantung bebas dengan tangis tanpa suara.

Ara mendongak merasakan sentuhan di kepalanya. "Abang." panggil Ara pelan.

"Semoga kamu bahagia." Ansel pergi meninggalkan Ara.

"Hiks." satu isakan lolos dari bibir pink alami Ara.

Bukan ini yang Ara inginkan. Kenapa semua orang seakan menyalahkannya, bukan Ara yang meminta semua ini terjadi. Bukankah ini kemauan mereka tapi kenapa seolah Ara yang disalahkan?

Algav dan lainnya bingung harus melakukan apa. Mereka bingung harus bagaimana, mereka ingin membantu tapi mereka tak tahu apa permasalahannya.

"Ini ada apa sih?" tanya Zidan pelan. Revano mengendikkan bahu tak tahu.

"Kenapa mereka malah tinggalin adeknya? Ga kasihan apa?" gerutu Kendrik.

"Iye, ck mau tenangin tapi gue takut tinggal nyawa." balas Bobi seraya mendesah berat.

"Cupu lo, bangke." balas Zidan.

"Ck, jangan berisik." sarkas Ardi.

"Yaelah."

ALARAYNA [ Tahap Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang