Bab 41 Ini Badai

13.7K 1K 74
                                    

Sudah seminggu ia lewati, sekarang tubuhnya tak sekaku saat ia terbangun dari komanya, seminggu itu juga keluarganya selalu menemani saat ia terapi. Hari ini Ara sudah bisa pulang, hatinya benar-benar bahagia.


Ara menatap tetesan air hujan. Tangannya menyentuh jendela mobil yang terlihat basah dan mengembun diluar. Banyak orang yang berlalu lalang dengan payung yang menemani. Ara tersenyum saat menatap seorang anak perempuan yang sedang duduk di halte bersama ibunya dengan senyuman lebar di bibir keduanya.

Direnc menoleh ke samping, mengelus surai hitam putrinya yang sedang memperhatikan sesuatu diluar. "Lihat apa?"

Ara membalikkan badan, "lihat hujan." jawab Ara dengan senyum mengembang.

Direnc tersenyum membawa Ara kepelukannya, dengan nyaman Ara menyenderkan kepalanya di dada sang ayah. "Ayah sayang adek?" Direnc seketika menunduk menatap manik mata putrinya.

"Kenapa tanya seperti itu? Jelas ayah sayang adek." jawab Direnc tanpa keraguan dimatanya.

"Ayah." panggil Ara.

"Hm." Ara menatap ayahnya yang tidak menua walau usianya semakin bertambah.

"Kenapa dari kemarin perasaan Adek gelisah, adek kayak mau pisah sama ayah." Direnc membeku.

"Adek takut ayah." sambungnya. Direnc mengeratkan pelukannya, memejamkan mata sebentar.

"Gak usah takut, ayah tetap disini sama adek." ucap Direnc menenangkan, kembali memeluk putrinya lebih erat.

📖

"Buna!" Ara berlari memasuki mansion dengan berbinar.

"Adek jangan lari, nak." Ara memeluk seseorang yang selalu dipanggilnya Buna, Lia pun membalas pelukan sang putri.

"Ah, adek rindu buna banyak-banyak." Lia tersenyum mendengar rengekan Ara.

"Buna juga, sayang." ucap Lia dengan senyum keibuannya.

"Mau istirahat dulu?" tanya Buna. Sedangkan Direnc melihat pemandangan itu dengan denyut kesakitan dihatinya.

"Abang ada?" tanya Ara.

"Ada, di ruang game nya." Ara mengangguk dan berlari ke arah ruangan yang disebutkan bunanya. Lia menatap suaminya yang terdiam dengan mata berairnya. Lia menghampirinya, mengelus pundak sang suami.

"Ara anak kita, mas. Dia tidak akan pergi ke manapun." ucap Lia mengerti bagaimana perasaan suaminya.

Direnc mengusap wajahnya kasar. Istrinya benar, Ara adalah putrinya darah dagingnya. Ia yakin ikatan ayah dan anak perempuannya tidak akan pernah terpisahkan.

Ara membuka pintu ruang game abangnya dengan pelan. Sepi, Ara masuk dengan pelan matanya menjelajah setiap sudut, matanya berhenti kala melihat sosok yang sedang terduduk menatap kosong ke depan. Bahkan dia tidak merasa terganggu dengan keharidan Ara.

Ara menghampiri Bara, berjongkok dihadapan abangnya. "Abang." Bara tersentak kaget.

"Adek, udah pulang?" tanya Bara setelahnya ia mengusap wajahnya kasar.

"Maaf." ucap Bara merasa bersalah mengabaikan adiknya.

"Kenapa? Abang ada masalah?" tanya Ara lugu.

Bara menatap lekat adiknya, lalu senyumnya terbentuk walaupun tipis. "Enggak." ucap Bara singkat.

"Trus kenapa abang diem aja pas adek masuk?" tanya Ara kepo.

Bara terkekeh pelan, mengangkat Ara kepangkuannya, membawa Ara bersandar ke dadanya dan mengelus surai hitam adik nya.

ALARAYNA [ Tahap Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang