Leon buru-buru menggunakan sihir teleportasi ke balkon dan menggenggam erat tangan Anna untuk kemudian membawanya berteleportasi menjauh dari pagar balkon sebelum ada orang lain yang melihat bahwa Sang Tsarina baru saja akan melompat bunuh diri dari lantai lima.
"Apa yang kau lakukan!" Leon berteriak padanya. "Apa kau pikir dia akan kembali hidup jika kau melompat? Apa kau sama sekali tak memikirkan anak kalian yang mungkin ingin hidup tapi kau memutuskan untuk mati bersamanya? Sadar lah, Yang Mulia!"
"Lepaskan aku!" Anna balas berteriak padanya. Dia berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Leon, tapi dia tidak cukup kuat. "Pergi lah, Leon. Jangan berada di sekitarku. Semua yang ada di sekitarku terluka dan mati. Jadi biarkan aku mati sebelum kau juga mati."
"Coba saja kalau kau bisa."
"Lepaskan aku! Ini perintah!"
"Perintah?" Leon tertawa sinis. "Aku tidak bisa patuh pada perintah dari seorang pemimpin yang lebih memilih mati daripada berjuang untuk bangkit bersama rakyatnya. Jika kau bunuh diri, kau sama saja menelantarkan jutaan nyawa rakyatmu. Rakyat dan Imperial, yang Xavier titipkan padamu, yang seharusnya dapat kau jaga dan pimpin dengan baik. Apa kau akan benar-benar menelantarkan mereka semua, Baginda? Bagaimana dengan anak kalian? Anak yang sangat ingin Xavier lihat, yang sangat dia sayangi, yang merupakan satu-satunya peninggalan darinya, bukti dia pernah hidup bersamamu, bukti cintanya kalian. Apa kau akan membunuhnya juga dengan melompat dari balkon? Jika memang begitu, silahkan saja! Sekalian saja kau memerintahku untuk membunuhmu! Kau tahu sendiri kemampuanku dalam membunuh orang."
Anna berhenti melawan. Energinya sudah terkuras habis dan tubuhnya kini sangat lemah. Leon melonggarkan cengkeramannya saat yakin Anna tidak akan kembali naik ke atas pagar balkon dan melompat.
"Maafkan aku..." Kata Anna kemudian saat dia sudah menyadari bahwa tindakannya tadi salah. Dia memeluk perutnya dengan kedua tangannya. "Maafkan ibumu ini, putriku. Maafkan aku. Aku..." Kata-katanya terpotong oleh isak tangisnya. "Aku tak tahu apa yang kupikirkan tadi. Aku tak bisa memikirkan apa pun. Maafkan aku."
Leon menghapus air matanya. "Aku mengerti. Kau sangat sedih sampai tak bisa berpikir dengan jernih. Aku juga salah karena membiarkanmu sendirian. Aku minta maaf. Aku seharusnya tahu kau membutuhkan teman di saat seperti ini."
Anna mengangguk. Tapi air matanya belum bisa berhenti mengalir saat dia menatap kosong ke depan, ke tumpukan perabot dan kursi yang sebelumnya dia susun untuk naik ke atas pagar balkon. Dia menyesali keputusannya tadi.
"Dia tidak tahu kalau aku mencintainya, kan? Dia pasti tidak tahu. Kalau dia tahu, dia takkan mengorbankan dirinya sendiri dan mati." Kata Anna, lebih kepada dirinya sendiri.
"Dia tahu. Itulah sebabnya dia mengorbankan dirinya sendiri. Agar kau tetap hidup. Dia tidak mau kau mati. Jadi jangan sia-siakan pengorbanannya untukmu dengan bunuh diri. Hidup lah. Bertahan lah. Agar kematiannya tidak menjadi sesuatu yang sia-sia. Tetaplah hidup untuk anak kalian dan untuk rakyat kalian. Dan yang terpenting untuknya, dan untuk dirimu sendiri."
***
Esok harinya Leon memerintahkan untuk mengunci semua jendela balkon dan memasang terali besi di setiap jendela agar Anna tidak bisa melompat dari balkon lagi tanpa sepengetahuan siapa pun. Leon juga menggandakan pengawalan terhadap Anna, memastikan Anna selalu dikawal setiap waktu dan menempatkan sedikitnya tiga orang dayang untuk berada di kamarnya saat malam.
Anna masih belum bisa beranjak dari tempat tidurnya. Dia tidak tidur, tapi juga tak punya tenaga untuk melakukan apa pun selain berbaring dan menangis. Saat sudah benar-benar lelah, barulah dia bisa tertidur. Namun tak lama kemudian dia terbangun dan menjerit karena mimpi buruk. Dayang-dayang yang ditempatkan di kamarnya mulai khawatir pada kondisi kesehatan jiwanya. Keadaannya itu semakin parah sehingga hampir setiap malam Anna terbangun dan menjerit. Dia mengatakan bahwa setiap kali dia menutup matanya, dia dapat melihat sekali lagi kejadian saat Xavier terbunuh di hadapannya. Leon akhirnya memerintahkan para serigala untuk mencari Bloody Berry yang berfungsi sebagai obat herba penenang, setelah itu barulah Anna dapat tidur dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower of Eternity
FantasyLanjutan 'Lotus of East Palace' Seri terakhir dari 'The Rose that Blooms in North' "Banyak sekali bunga Wisteria yang bermekaran di Istana ini." "Itulah sebabnya Istana kami disebut Istana Wisteria." "Kudengar orang-orang Westerian dapat mengerti ba...