Chapter 40 : Lust, Love and Loneliness

95 11 3
                                    

Leon tidak bisa tenang selama perjalanan menuju ruang kerja Ibu Suri. Sang Ibu Suri jelas tidak akan mengajaknya makan malam mengingat saat itu sudah hampir tengah malam. Juga pasti bukan untuk membicarakan detail pekerjaan penyihir Istana, karena tentu masih ada hari esok untuk itu. Tapi sementara benaknya sibuk memikirkan apa yang akan dia hadapi nanti, sebisa mungkin Leon menampilkan sosok Ren yang kalem dan tenang.

Ruangan Ibu Suri yang mereka maksud terletak jauh di sayap kiri Istana, di bagian Istana yang belum pernah Leon lewati sebelumnya. Tentu saja ada banyak bagian dari Istana Matahari yang belum pernah Leon lewati mengingat Istana itu begitu luas. Tapi semakin jauh mereka berjalan, perasaannya semakin tidak enak. Jika saja Leon membawa pedangnya saat itu, dia mungkin sudah melawan semua pengawal di sekitarnya dan melarikan diri. Tidak, bahkan tanpa pedang pun, karena sekarang Leon sudah sangat menguasai sihir, dia tetap bisa melawan mereka semua. Bahkan sebenarnya Leon tidak perlu melawan mereka semua, Leon hanya perlu berteleportasi untuk kabur. Tapi jika Leon kabur sekarang, dia tidak akan pernah punya kesempatan untuk lebih dekat dengan Reina dan mendapat kepercayaannya.

Mereka terus berjalan melewati taman demi taman, lorong demi lorong, dan banyak sekali pintu tertutup menuju ruangan-ruangan yang tidak Leon ketahui. Suasana malam begitu tenang dan damai, hanya terdengar suara langkah kaki mereka, air mancur di tengah taman dan suara serangga malam. Leon mencoba untuk menghafal jalur yang mereka lewati, mencari semua ciri khusus setiap belokan untuk diingat-ingat jika dia hendak melarikan diri. Apa pun yang bisa menjadi penanda jalan yang dia lewati, bunga berwarna cerah di depan sebuah pintu, cat yang terkelupas, lantai kayu yang warnanya sedikit pudar, dan beberapa detail kecil lainnya. Tapi ada terlalu banyak belokan yang mirip yang mereka lewati. Istana Matahari seperti labirin yang memusingkan baginya.

Leon sudah benar-benar menyerah untuk mencoba mencari jalan untuk melarikan diri saat mereka berhenti di depan sebuah pintu. Dan baru lah Leon sadar bahwa dia salah mengartikan bahasa Orient 'ruang kerja' dengan 'kamar'. Yang mereka maksudkan adalah 'Ibu Suri menunggu kedatangan Anda di kamarnya'. Di kamar. Bukan ruangan atau ruang kerja.

Sial.

Pintu pun terbuka lebar untuknya. Dan meski dia tidak ingin, Leon tetap melangkahkan kaki memasuki kamar Ibu Suri. Setelah dia masuk, pintu di belakangnya tertutup rapat.

"Kau benar-benar datang." Reina tampak terkejut.

Reina sedang duduk bersandar di ranjangnya. Dia mengenakan pakaian tidur yang tipis yang membuat Leon mempertanyakan apa fungsi pakaian tersebut sebenarnya. Tapi tentu saja dia hanya diam dan menundukkan pandangannya dengan sopan. Dia tidak perlu lagi bertanya-tanya apa tujuannya mengundang Leon. Jawabannya sudah sangat jelas.

Tidak ada siapa pun selain mereka berdua di kamar itu. Dalam hati Leon mengasihani Eri—Eri yang sebenarnya. Meski tidak benar-benar mengenalnya, saat Leon dan para Serigala mengepungnya untuk membawanya ke Noord, Leon dapat melihat tatapan kebencian Eri terhadap mereka semua—terhadap Leon dan anggota pasukan Serigala yang semuanya adalah laki-laki. Leon sempat salah mengartikan tatapan benci itu, Eri sudah terlalu sering dikecewakan oleh para pria sehingga wanita itu tidak mempercayai pria mana pun. Karena semua kekasihnya terperdaya oleh Sang Ibu Suri—atau lebih tepatnya semua mantan kekasihnya itu tidak bisa melarikan diri dari Ibu Suri.

Tapi Leon tidak terperdaya oleh Sang Ibu Suri. Leon juga bisa melarikan diri dari tempat itu saat ini juga. Bahkan saat itu pun di otaknya sudah penuh dengan berbagai cara untuk membunuh Sang Ibu Suri dengan sihirnya lalu melarikan diri dari Istana bersama Anna. Meski begitu, Leon tetap berlutut di hadapan Reina.

"Karena Baginda memanggil saya. Apakah saya salah?" Jawabnya dalam suara Ren.

"Tidak. Tentu tidak." Kata Reina. Dia kemudian mengisyaratkan Leon untuk berdiri. Leon pun menurutinya. Reina melangkah dengan perlahan ke arahnya. Tangannya mulai berkelana dari pundak Ren, lalu turun hingga ke dadanya. Leon mengepalkan tangannya, menahan diri untuk tidak langsung mematahkan tulang tangan Sang Ibu Suri. Reina tak menyadari hal itu, dan dengan suara yang sensual dan menggoda dia menambahkan, "Tapi ini sudah malam. Dan aku memintamu untuk datang ke kamarku. Apa kau tidak paham artinya?"

The Flower of EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang