Chapter 45 : Treaty of Peace

104 13 0
                                    

Aletha berkedip, kemudian cahaya birunya meredup.

Bola mata Sang Dewi Kebenaran telah memberitahu semuanya pada Haru. Semua kejadian sebenarnya, baik yang sudah terjadi maupun belum. Semua kebenaran di masa lalu maupun di masa yang akan datang. Dan Sang kaisar pun mengalihkan pandangannya pada Anna yang juga turut melihat semuanya sejak tadi.

Langit masih cerah. Cuaca siang itu di Jungdo sedang sangat terik, tapi angin segar bertiup di sekitar mereka. Untuk beberapa saat tak ada yang bicara. Haru menyapukan pandangan ke sekelilingnya. Para pengawalnya masih berjaga di tempat-tempat tersembunyi, mengarahkan anak panah mereka ke arah Sang Tsarina. Siap menunggu isyarat dari Haru untuk menembakkan anak panah. Para pengawalnya masih hidup dan tak terlihat tanda-tanda kemunculan Sang Singa dari Selatan, Grand Duke Winterthur.

Semua yang dilihatnya tadi belum terjadi. Dan Haru masih dapat mencegah semua itu terjadi.

Anna di hadapannya tersenyum padanya, seolah tahu dia sudah menang. Dia memang sudah menang meski semua perang itu belum terjadi. Tidak perlu ada pertumpahan darah jika bukan itu yang diinginkan oleh keduanya.

"Apa..." Haru tampak kesulitan berkata-kata. "Apa itu tadi?"

"Kebenaran." Jawab Anna dengan tenang. Dia kemudian melirik ke arah pinggang Haru, tempat Sang Kaisar menyembunyikan sarung pisaunya yang masih belum tertancap di perutnya. "Jadi pisau yang kau bawa itu beracun, Baginda Kaisar? Kau benar-benar berniat membunuhku?"

"Dan kau sudah bersiap menghancurkan seluruh Orient!"

"Bukan." Anna tersenyum, "Aku sudah siap jika kau memilih kehancuran Orient. Semua pilihan ada di tanganmu. Masa depan kekaisaran tergantung pada apa yang akan kau lakukan berikutnya. Aletha hanya memberimu sedikit gambaran pada apa yang akan terjadi jika kau mengambil keputusan yang salah."

"Kau—"

"Ada pilihan lain, Kaisar. Dan Anda sudah tahu apa akibat dari setiap pilihan. Pilih lah dengan bijak."

Lama Haru hanya menatap Anna. Apa yang akan dikatakan olehnya akan menjadi penentu nasib bangsanya. Sementara itu Anna hanya duduk tenang di hadapannya, menunggu keputusan Sang Kaisar.

"Perjanjian perdamaian." Kata Haru akhirnya. "Kita akan menandatangani perjanjian perdamaian, tapi aku tidak akan menyerahkan kompensasi atas pengeboman Montreux dan Schere."

"Tidak bisa diterima."

"Tsarina!"

"Adikku tewas akibat bom itu! Jenderal Arianne Montreux beserta para wanita Montreux tewas akibat bom itu! Sebagian lainnya mengalami luka parah dan mungkin akan menjadi cacat seumur hidup mereka. Belum lagi kerugian lainnya. Dan tidak ada jaminan bahwa semua kendaraan perang Ibu Suri takkan melakukan hal yang sama lagi setelah perjanjian perdamaian ditandatangani."

Haru menghela nafas. Tak menyangka bahwa Sang Tsarina yang masih muda dan belum memiliki banyak pengalaman akan cukup teliti pada hal-hal yang sengaja dia lewatkan. "Baiklah. Kompensasi dan juga kau boleh menghancurkan semua kendaraan perang ciptaan ibuku itu. Dengan syarat kau juga menghancurkan kendaraan perang milikmu." Kata Haru.

Anna tersenyum puas. "Mari kita tandatangani perjanjian perdamaian. Dan aku ingin perjanjian ini terus berlaku selama Grand Duke Winterthur masih hidup."

Dan tepat saat itu, Leon muncul secara tiba-tiba di samping Anna. Tangannya menggenggam gagang pedangnya, matanya mengawasi keadaan sekitar. Menghitung dalam hati berapa banyak kepala yang harus dia penggal jika keadaan menjadi buruk.

"Sudah beres merantai Reina di ranjangnya, Leon?" Tanya Anna sebagai sapaannya.

Leon tampak terkejut, "Bagaimana kau tahu—"

The Flower of EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang