Chapter 46 : Through Various Lives

130 13 3
                                    

Suara dentuman memekakkan telinga itu berakhir.

Tapi tak ada yang terjadi pada Anna.

Untuk sesaat, Anna masih menutup matanya sambil mendekap erat Vierra. Dan saat itu, Anna dapat mendengar suara kepakkan sayap. Lalu suara auman, lebih seperti gemuruh guntur, seolah langit terbelah. Suara itu begitu menggetarkan siapa pun pendengarnya. Dan kemudian suara sesuatu yang hancur di langit.

Udara di sekitarnya menjadi lebih hangat. Seperti ada yang menyalakan api unggun di dekatnya.

Tangisan Vierra sudah mereda, tapi bayi mungil itu masih bergerak-gerak, berusaha melepaskan diri dari Anna seolah ingin berlari, atau terbang, jika saja dia bisa. Seolah ingin mendekati sesuatu yang menarik perhatiannya di luar sana.

Anna masih berdiri di balkon kamar Vierra, menghadap ke pemandangan hamparan bangunan dan salju yang menutupinya. Dengan Vierra yang masih bergerak-gerak di pelukannya, Anna membuka matanya perlahan. Melihat apa yang sebenarnya terjadi. Dan dia pun mendapati bahwa Phoenix terbakar di langit, reruntuhannya berjatuhan ke bawah nun jauh di sana, tak cukup dekat untuk menjatuhi Istana Utama.

Sesuatu yang jauh lebih besar dari Phoenix terbang di dekatnya, mengepak-ngepakkan sayapnya yang lebar, menghancurkan kendaraan yang terbuat dari baja itu dengan apinya yang maha dahsyat.

Anna tidak mungkin salah mengenalinya.

Dia sebesar Kastil. Tidak, setelah Anna memperhatikannya lagi, karena sayapnya kini terbentang lebar, membuatnya terlihat lebih besar dari Kastil mana pun. Kulitnya yang tebal dipenuhi sisik kokoh seperti baja, semerah lahar gunung berapi. Makhluk itu seperti keluar dari buku dongeng atau sejarah penuh legenda. Seperti hanya mitos belaka yang diceritakan secara turun-temurun, yang takkan dipercayai siapa pun keberadaannya. Lebih tua dari dunia itu sendiri. Lebih kuno dari sejarah itu sendiri. Lebih agung dari Raja mana pun di dunia ini.

Naga Api Agung.

Sang Naga kembali menyemburkan apinya, membakar habis sisa-sisa Phoenix sehingga tidak banyak reruntuhannya yang tersisa yang berjatuhan ke bawah. Phoenix, beserta isinya atau siapa pun yang ada di dalamnya, habis terbakar api kemurkaan Sang Naga.

Api Sang Naga yang membakar Phoenix mencairkan berlapis-lapis salju tebal di bawahnya. Dilatarbelakangi langit senja kemerahan saat matahari hendak terbenam, pemandangan sore itu menjadi sesuatu yang ajaib dan mengagumkan bagi seluruh rakyat Noord yang menyaksikan. Pemandangan itu niscaya akan mereka ingat selalu seumur hidup mereka. Saat sekali lagi mereka diingatkan akan keberadaan penguasa pertama mereka sebelum manusia berkuasa. Bagi mereka, momen itu adalah momen yang akan diingat dalam sejarah, yang akan mereka ceritakan kepada keturunan-keturunan mereka, saat Sang Naga Api Agung muncul kembali setelah seribu tahun lamanya tak terlihat keberadaannya.

Bagi Anna, pemandangan itu adalah momen yang akan dia ingat selamanya saat cintanya kembali ke kehidupannya dan menyelamatkannya beserta putrinya.

Anna begitu terpana oleh pemandangan di hadapannya itu sampai tak menyadari Vierra yang sejak tadi berusaha melepaskan diri dari dekapannya. Tangan mungilnya meraih-raih ke langit, mata emeraldnya berkilauan, menatap penuh minat pada sosok Naga itu. Bayi mungil itu mengenalinya.

Dari kejauhan, Sang Naga terbang mendekati Istana Utama. Mendekat ke balkon tempat Anna masih berdiri mematung, memandanginya. Bahkan saat sinar cahaya putih menyilaukan mengelilingi Naga itu, Anna tetap tidak berkedip. Benaknya kosong, tak memikirkan apa pun. Dia tidak ingin memikirkan apa pun dan hanya ingin menyaksikan apa yang terjadi di hadapannya. Menyimpan baik-baik semuanya dalam memorinya.

Sang Naga kembali ke wujudnya yang sering Anna lihat. Sosok yang sangat dia kenali. Sosok yang sudah sangat dia rindukan. Dia yang baru beberapa detik yang lalu Anna yakini kematiannya, dan bahwa pria itu takkan kembali lagi ke kehidupannya. Dia yang Anna tangisi ketiadaannya setiap malam.

The Flower of EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang