Chapter 38 : Disguise

97 10 0
                                    

Istana Matahari, Shina, Orient

Dua minggu kemudian...

Hujan mengguyur Shina. Istana Matahari yang selalu tampak cerah itu kini tampak gelap karena cahaya mentari tertutup awan kelabu. Suara deras air hujan yang turun membasahi tanah di pekarangan terdengar hingga menembus dinding-dinding Istana. Suaranya entah bagaimana mendatangkan kedamaian dan ketenangan jiwa. Udara pun menjadi lebih sejuk dan tercium aroma tanah yang basah oleh air hujan, mengimbangi aroma parfum sang Ibu Suri.

Reina sedang duduk di ruangannya sambil meminum teh yang masih hangat. Dia memejamkan mata, menikmati suasana hujan siang itu. Serta menikmati pijatan kaki salah satu kekasihnya.

Qin tidak pernah menyukai hujan. Pikirnya. Entah bagaimana, benaknya justru memikirkan mendiang suaminya itu di saat dirinya sedang dikelilingi oleh para pemuda tampan yang sudah dia pilih menjadi kekasihnya. Mereka menyuapinya anggur dan memuja paras cantiknya yang tak pernah dipudarkan waktu. Qin tidak pernah memuji kecantikanku. Setiap kali dia memuji, dia akan mengatakan bahwa aku pintar dan brilian. Pikirnya lagi sambil tersenyum menanggapi pujian dari salah satu kekasihnya.

Namun saat tenangnya itu tiba-tiba dibuyarkan oleh suara seseorang di luar pintu. Suara yang telah lama dia nantikan.

"Yang Mulia Ibu Suri, saya datang untuk menghadap."

"Silahkan masuk." Titah Reina.

Pintu pun terbuka lebar memperlihatkan seorang wanita muda dengan pakaian yang robek di beberapa bagian. Kulitnya yang tidak tertutup pakaian tampak kebiruan, memar dan luka di paha, betis dan lengan. Rambut hitam panjangnya menjuntai menutupi wajahnya, tampak basah oleh air hujan. Wanita muda itu menggigil dan terus menunduk.

Saat langkahnya sudah cukup dekat dengan Reina, dia mendongak menatap Sang Ibu Suri. Memperlihatkan wajah yang sudah sangat familier bagi Reina. Namun kini wajah itu penuh dengan luka dan darah. Dia tampak ketakutan. Air matanya mengalir tanpa suara.

"Eri..." Reina terkesiap saat melihatnya. Tangannya menutupi mulut, terkejut pada penampilan salah satu orang kepercayaannya. "Apa yang—"

Eri terisak, suaranya tak terdengar jelas karena luka di bibirnya tapi Reina masih dapat menangkap kata-katanya. "Saya diculik oleh pemimpin Serigala Utara, Baginda. Tolong saya!"

"Pemimpin Serigala Utara?"

Eri mengangguk, masih sambil menangis dan menggigil. "Benar. Grand Duke Winterthur."

Reina kemudian memerintahkan semua kekasihnya dan semua pelayan serta dayang-dayangnya untuk pergi mengosongkan ruangan itu sehingga hanya tersisa dirinya saja dengan Eri.

"Duduklah dan ceritakan padaku apa saja yang terjadi padamu selama dua minggu ini." Perintah Reina sambil mempersilahkan Eri untuk duduk di kursi tak jauh dari hadapannya.

Eri pun duduk di kursi itu. "Saat Anda mengutus saya untuk pergi keluar Istana dan mencari Jantung Naga Angin, tiba-tiba sekelompok Serigala menyergap saya. Saya berusaha melawan, tapi jumlah mereka terlalu banyak dan mereka sangat kuat. Mereka kemudian membawa saya kepada pemimpin mereka, Grand Duke Winterthur yang baru. Dia orang yang kejam dan dingin. Dia kemudian membawa saya kepada Ratu Utara—"

"Tsarina Anastasia?" Potong Reina langsung dengan tidak sabar.

Reina memang sengaja memerintahkan Eri untuk pergi keluar Istana dan mencari jepit rambut milik Naga Angin karena saat itu dia mendapat informasi dari salah satu mata-matanya bahwa Grand Duke Winterthur dan para Serigalanya sedang berada di Orient. Ada kemungkinan bahwa Tsarina mengirimkan Grand Duke dan pasukannya untuk mencari tahu apa yang sedang disiapkan olehnya. Mungkin Tsarina memang sudah tahu tentang Naga Baja buatannya. Reina kemudian sengaja mengirimkan Eri sebagai umpan untuk para Serigala. Reina beranggapan bahwa jika mereka membawa Eri kepada Tsarina Anastasia, maka Eri mungkin bisa menemukan jepit rambut tersebut. Karena besar kemungkinan Kaze memberikan jepit rambutnya kepada Ratu para Naga itu.

The Flower of EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang