Chapter 12 : Denial

96 10 3
                                    

Irene masih mengamati cucu perempuannya yang baru lahir itu. Di sampingnya, Leon dapat melihat Irene sedang menahan air matanya.

"Kecuali warna rambutnya yang merah, semua yang ada pada wajahnya adalah replika sempurna dari ayahnya. Versi lebih manis dan menggemaskan, tentunya." Kata Irene yang merasa menebus hutangnya karena sewaktu dia melahirkan Xavier, Irene tak pernah punya kesempatan untuk menggendongnya. Mata emeraldnya berkaca-kaca saat melihat bayi mungil itu. "Kau sudah menyiapkan nama?" Tanyanya kemudian.

Beritahu Ibu, kalau kita memang sudah menyiapkan nama karena sejak awal kita sudah tahu yang akan lahir adalah seorang Putri. Suara Xavier kembali terdengar.

Jadi kita sepakat akan menggunakan namamu?

Aku suka nama Anastasia. Tapi kau selalu menang tiap kali kita berdebat. Jadi... kita sepakat. Xavierra Yrene Isabelle de Gratina.

Kita harusnya menggunakan nama keluargamu juga.

Tidak perlu. Pemimpin Imperial ini adalah kau, bukan aku. Cepat beritahu Ibu.

"Aku dan Xavier sudah sepakat untuk menamainya Xavierra. Xavierra Yrene Isabelle de Gratina del Norte le Grand." Kata Anna.

Sudah kubilang tak perlu memakai nama keluargaku.

Sudah kubilang, kalau kita berdebat, aku selalu menang. Balas Anna.

Irene tersenyum mendengar nama cucu perempuannya itu. "Xavier pasti akan sangat senang."

"Dia memang senang. Dia sudah tak sabar ingin melihat anak kami. Meski tidak dapat datang saat ini, dia pasti akan hadir nanti saat peresmian pengumuman nama anak kami." Kata Anna dengan riang. Membayangkannya saja sudah membuatnya senang meski seluruh tubuhnya sakit dan tenaganya terkuras habis. Anna sangat merindukan Xavier sampai rasa sakit di seluruh tubuhnya sepertinya bisa langsung hilang hanya dengan membayangkan Xavier akan segera datang. Dia tersenyum cerah, tak sabar menantikan kedatangan suaminya itu. Kini mereka akan menjadi keluarga yang lengkap dan berbahagia.

Tapi saat itu, senyum di wajah Irene memudar. Leon bahkan tampak waswas saat menatap Anna yang masih tersenyum bahagia. Leon meminta ibunya untuk mundur agar dia bisa duduk di samping Anna yang masih terbaring lemah. Dengan sangat hati-hati Leon berkata, "Yang Mulia..."

"Leon..." Irene buru-buru memotong kalimatnya. Dia menggeleng menandakan ketidaksetujuannya. "Biarkan saja."

"Tidak bisa. Kita tak boleh membiarkannya terus seperti ini."

"Nanti saja. Perlahan-lahan. Dia butuh waktu. Dia baru melahirkan. Ini saat yang sulit baginya."

"Kalian tidak perlu khawatir begitu." Kata Anna, mencoba menenangkan. "Aku sudah memberitahu Xavier kalau pengumuman nama anak kami akan diadakan lusa. Jadi dia sudah tahu. Dia akan datang saat itu."

Awas saja kalau kau tidak ada di sana saat hari pengumuman namanya! Kata Anna.

Anna mendengar suara tawanya. Kau menyeramkan sekali, sayang. Aku selalu ada untukmu. Aku ada di hatimu. Kau seharusnya lebih tahu itu dari siapa pun.

"Dia tidak akan datang, Yang Mulia." Kata Leon. Nada suaranya dingin. Anna melihat kedua tangan Leon mengepal di atas pangkuannya.

"Dia akan datang karena aku memintanya datang. Mana mungkin aku mengumumkannya sendiri. Anak ini adalah anak kami. Jadi dia pasti datang."

"Dia tidak bisa datang." Leon menekankan setiap kata. Ekspresi wajahnya berubah serius.

"Leon... hentikan." Irene hendak menengahi mereka, tapi Leon melarangnya, memberi isyarat pada Irene untuk menjauh. Sementara itu, Xavierra kecil mulai menangis dalam pelukan Irene.

The Flower of EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang