Chapter 18 : Diary

77 12 0
                                    

"Kami bicara semalam." Kata Anna setelah sekian lama terdiam usai mengenang kencan mereka di Orient.

"Xavier bicara padamu?" Ulang Irene. Berharap dia salah dengar.

"Tidak sering, tapi..." Anna tampak setengah merenung, "Ketika aku sendirian di malam hari, saat aku tak bisa tidur, kami bicara."

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Irene dengan hati-hati. "Kau tidak mengadukan kecerewetanku padanya kan?" Candanya.

Anna tersenyum, "Kadang aku memang mengadukannya pada Xavier. Tapi dia selalu lebih membelamu."

"Anak baik. Dia berbakti pada ibunya." Irene mengamati Anna yang kini sudah tampak lebih sehat dari seminggu terakhir. Semenjak kedatangan Constanza dan suaminya, nafsu makan Anna sudah kembali sehingga tubuhnya tidak sekurus minggu kemarin. Irene merasa lega saat melihat Anna tak lagi mengenakan gaun berduka dan mulai merias wajahnya dan menata rambutnya. "Aku senang melihatmu kembali mengenakan gaun berwarna cerah. Kalau boleh jujur, warna hitam sama sekali tidak cocok denganmu. Membuatmu terlihat suram dan pucat. Sekarang kau terlihat sangat cantik seperti bunga yang baru mekar di awal musim semi."

Anna tersipu mendengar pujian itu. "Terima kasih, Ibu Suri. Xavier yang memintaku mengenakan gaun berwarna cerah. Katanya aku lebih cantik mengenakan warna cerah."

Irene tampak waswas sebelum menanyakannya lebih lanjut. "Xavier yang memintamu?" Tanyanya lagi, memastikan.

Anna mengangguk, "Aku sudah bilang, kan. Dia bicara padaku. Kami memang punya cara untuk saling berkomunikasi tanpa perlu bertemu. Dia bilang warna biru laut dan warna merah paling cocok denganku. Tapi aku tak punya banyak gaun dengan warna itu." Anna kemudian menoleh pada Irene. Matanya kini tampak berbinar, "Bagaimana kalau kita mengajak para selir untuk berjalan-jalan sambil belanja? Pasti menyenangkan sekali belanja bersama. Eze memiliki toko-toko terbaik di seluruh Schiereiland."

Irene tampak ragu karena rasanya perkataan Anna terdengar aneh. Tapi melihat binar di matanya, senyum di wajahnya, semangat hidup dalam nada suaranya yang rasanya sudah lama tak dia dengar, Irene tak tega menolak ajakannya. Mereka pun berjalan-jalan di pusat kota Eze dan berbelanja sore itu hingga semua toko tutup karena kehabisan barang untuk dijual.

***

Irene memberitahu Leon tentang perilaku aneh Anna. Dan saat Anna tertidur, Irene mengambil buku harian Anna yang belakangan ini sering dia tulisi. Irene segera menyerahkan buku itu pada Leon untuk dibaca karena Irene khawatir dugaannya sepertinya benar.

Leon membacanya halaman demi halaman.

Dia pergi...


Hanya itu yang tertulis di satu halaman itu. Tanggalnya menyatakan bahwa Anna menulis itu di hari kematian Xavier. Itu menjelaskan kenapa ada banyak sekali bekas tetesan air mata di halaman tersebut. Karena hari itu, Anna sama sekali tak berhenti menangis.

***

Leon membuka halaman berikutnya, hari kedua setelah hari kematian Xavier. Hari pemakamannya. Hari di mana Anna hampir melompat dari balkon untuk mengakhiri hidupnya.

Xavier...

Aku sepertinya ikut pergi bersamamu karena aku tak merasa hidup sama sekali. Aku lebih baik ikut mati denganmu saja. Orang-orang sepertinya tak mengerti, tapi aku benar-benar tidak bisa hidup tanpamu. Aku membutuhkanmu. Jadi, tolong, kembalilah padaku...

Pagi ini kami mengadakan upacara pemakaman untukmu. Bahkan menuliskannya saja terasa tidak tepat. Seharusnya aku menyampaikan kata-kata terakhirku untukmu di hadapan semua hadirin, tapi aku tidak bisa. Jadi aku meminta ibu mertua untuk mewakiliku.

The Flower of EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang