Epilog

215 16 7
                                    

"Apa yang sedang kau lihat sampai tersenyum seperti itu, sayang?"

Suara Xavier mengejutkanku. Aku mengalihkan pandanganku dari pemandangan di luar jendela ke arah suamiku yang baru bangun dari tidurnya itu.

Tapi ternyata Xavier sudah ada di belakangku, memelukku dari belakang sambil mengelus-elus perutku yang kini sudah membesar. Kami masih harus menunggu dua bulan lagi sampai kelahiran anak ketiga kami.

"Haruskah aku cemburu?" Tanyanya saat melihat apa yang kulihat di luar sana sehingga membuatku tersenyum.

"Karena Leon?"

Sejak tadi aku sedang melihat dua putri kami—Xavierra dan Leonora—yang sedang bermain dengan Leon dan putranya, Elyan. Leon memutuskan bahwa anak-anak perlu mendapatkan pelajaran berpedang darinya sejak dini. Padahal usia mereka masih lima tahun—Leonora bahkan baru genap berusia tiga tahun. Aku sudah pernah bilang padanya bahwa mereka masih terlalu kecil. Tapi Leon berdalih bahwa dia sudah mulai memegang pedang asli sejak usia enam tahun.

Leon memberikan pedang dari kayu kepada anak-anak itu untuk berlatih. Hasilnya, alih-alih berlatih, mereka justru bermain-main bersamanya. Vierra memamerkan apinya pada adiknya dan Elyan sehingga hampir membakar pedang kayu mereka, membuat Leon panik dan buru-buru mematikan apinya. Vierra hanya tertawa nakal karena membuat pamannya kewalahan. Leonora, yang tidak benar-benar mengerti, ikut tertawa melihat kakaknya tertawa.

"Karena dua putriku sepertinya jauh lebih dekat dengan kakakku daripada denganku." Kata Xavier yang kini turut memandangi pemandangan di luar sana. Meski mengatakannya dengan cemburu, dia ikut tersenyum melihat keakraban mereka semua.

Aku tak bisa menahan tawa saat mendengar nada cemburu dalam ucapannya itu. Bisa-bisanya dia merasa cemburu karena anak-anak kami lebih akrab dengan Leon. Padahal sudah sewajarnya begitu karena nyatanya mereka memang lebih sering menghabiskan waktu bersama Leon dan Ibu mertua serta Elyan. Sedangkan aku dan Xavier selalu disibukkan agenda-agenda di Istana dan urusan-urusan di luar kota.

"Leon dekat dengan semua anak-anak. Vierra, Leonora, Elyan, bahkan Luna Smirnoff yang dingin dan pendiam seperti Ludwig bisa menjadi anak paling periang jika sedang bersama Leon." Kataku.

"Jadi aku tidak boleh cemburu?" Tanyanya lagi sambil mencium pundakku.

Aku berbalik menghadap ke arahnya, mengalungkan lenganku di lehernya dan mencium bibirnya. "Jangan serakah. Kau sudah memiliki hatiku, sayang."

Mendengar itu, Xavier tersenyum. Dia kemudian balas menciumku lebih lama.

"Tapi Putri Xavierra dan Putri Leonora adalah putri-putriku." Katanya kemudian. Masih belum bisa menerima kekalahannya.

"Kau mungkin harus belajar pada Leon cara mengambil hati para Putri."

"Harus kuakui Leon selalu berhasil mengambil hati para Putri." Xavier akhirnya mengakui kekalahannya. "Dia selalu tahu apa yang mereka inginkan. Sedangkan aku harus bertanya lebih dulu pada mereka."

"Kau pernah mengambil hati seorang Putri." Kataku. "Dan menjadikannya seorang Tsarina yang menguasai tiga kerajaan dan tujuh lautan. Kemudian membuatnya super sibuk."

Xavier tertawa, "Benar juga. Aku ternyata cukup ahli dalam mengambil hati seorang Putri" Kemudian menciumku lagi. Ciumannya membuatku tetap kuat dan sehat meski kehamilan ketiga ini terasa lebih sulit bagiku dari sebelum-sebelumnya. Pelukannya menghangatkanku di saat udara di Noord semakin hari terasa semakin dingin.

Aku tidak jadi memindahkan pusat pemerintahan ke Schere. Kami menetap di Noord. Istana di Schere akan digunakan untuk keperluan politik saat kami harus berada di Schere maupun saat kami ingin menghindari badai salju yang sering terjadi di Noord. Alasan utama kenapa aku tetap ingin berada di Noord adalah karena cuaca dinginnya. Berkat cuaca dingin Noord, aku jadi punya alasan untuk minta dipeluk dan untuk tidak sering berada jauh dari suamiku tercinta. Alasan lainnya adalah karena aku tidak ingin jauh dari Ibu mertuaku yang kini menjadi teman dekatku. Juga karena para Putri sangat menyukai paman mereka, mereka tidak mau tinggal jauh dari Leon dan Elyan.

The Flower of EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang