Chapter 11

2.9K 309 11
                                    

{Happy Reading}

Akhtar merebahkan tubuhnya di ranjang,menatap atap atap kamar dengan pandangan yang sulit diartikan.
Menghela napas gusar dan meraup eajahnya kasar.

"Apa gue bisa jatuh cinta sama tu cewe teroris? "gumamnya

Akhtar menggelengkan kepalanya tidak "Gak! Pasti muka tu cewe banyak jerawatnya dan bintik bintik yang gak enak di pandang, gue kenapa sih?! "

"Kenapa gue malah penasaran sama muka tu cewe teroris, tenang Akhtar, masih lebih cantik Karina pacar lo, huh! Gue pastiin tu cewe teroris akan menderita karena dia udah berani melawan gue"

Akhtar mengubah posisinya menjadi duduk, ia membuaka kancing seragamnya dan memperlihatkan perut six-pack nya.

Jika hari weekend dirinya lebih suka menghabiskan waktu dengan gym, maka dari itu lengan dan tubuhnya menjadi kekar berotot.

Akhtar menyugar rambutnya,ia mengambil kaca untuk melihat pantulan dirinya di kaca tersebut.

Decakan kagum ia suarakan ketika melihat rupa wajahnya yang tampan "Kenapa gue ganteng banget?"

Akhtar mengedipkan matanya sebelah, ia terkekeh melihat dirinya seperti itu, jika ia melakukan kedipan mata didepan adik kelas atau seangkatannya maka mereka akan memekik kagum.

Ujung bibirnya berkedut menahan senyuman "Gue yakin, cewe teroris itu pasti suka sama gue, liat pesona Akhtar Adeva Rasyhekar, tampan dan pemberani"

Akhtar menyudahi kegiatannya ia beranjak dan mulai berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Di tempat lain.

"Ka Afsya! "

"Assalamualaikum, Arfan"

Saat ini Afsya tengah vidio call dengan Arfan, tentunya menggunakan ponsel Arga, karena ponselnya belum ia apa apa kan.

"Ka Afsya apa kabar? "

"Alhamdulillah, ka Afsya baik, Arfan? "

Dapat dilihat dari layar ponsel Arfan mengangguk "Rindu ka Afsya"

Afsya terkekeh melihat raut sedih Arfan "Ka Afsya juga rindu Arfan,tapi lebih rindu umi sih"

Disebrang sana Arfan cemberut ia memberikan ponselnya pada Aira.

"Lho kok di kasih ke umi? "bingung Aira

"Ka Afsya rindunya sama umi, bukan Arfan"

Aira menggelengkan kepalanya tak habis pikir "Gitu aja cemburu, gimana nanti sama dede bayi kalo udah lahir"

Arfan memberenggut kesal, ia kembali mengambil ponselnya dan menunjukan wajah kesalnya ke layar ponsel.

"Ka Afsya!kalo nanti dede bayi udah lahir, ka Afsya harus lebih sayang sama Arfan! "

"Lho? Ya pastinya ka Afsya akan lebih sayang sama dede bayi nya, sayang ka Afsya ke Arfan cuma sebiji jagung aja sih sekarang, karena sayang ka Afsya udah dibagi bagi"

Mata nya berkaca kaca, ia tak percaya jika gadis yang menjadi kakanya dapat berbicara seperti itu padanya.

"Ka Afsya jahat! "

Arfan melempar ponselnya asal, ia berlalu ke kamar dan mengunci kamar itu.

Sedangkan disana Afsya merasa bersalah telah membuat Arfan menangis. Hatinya sesak melihat adik tersayangnya menangis karenanya.

"Afsya, maafkan sikap Arfan ya, umi matikan ya telponnya, baik baik disana, umi sayang Afsya"

Tut!

Panggilan dimatikan secara sepihak, Afsya terdiam, ia sangat merasa bersalah, rasanya dirinya ingin memeluk Arfan sekrang juga.

AFSYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang