part30: SALTING.

2.1K 70 0
                                    

"Carra, sini duduk," ucap Asti.

"Iya, kak."

"Leo duduk disini dong, emang udah Bagian kamu buat syuting?"

"Belum."

"Bang Rendi mana?" tanya Asti.

"Oh itu lagi ngobrol sama sutradara," jawab Leo.

"Oh. Kirain engga kesini, kalian udah makan?" tanya Asti. "Kalau belum makan nih aku bawa roti beli didepan tadi, kalau mau ambil aja," sambungnya.

Disini terjadi keheningan, because mereka sibuk dengan gawai masing-masing. Namun berbeda dengan Carra, ia merasakan ada yang tidak beres dengan tempat ini, aura yang sangat negatif menurutnya. Dan banyak bisikan-bisikan yang membuatnya tak tenang. Sehingga sebisa mungkin ia mengendalikan pikirannya.

"Itu bang Rendi," ucap Asti.

"Kenapa nyariin?"

"Engga, soalnya dari tadi aku belum kuat bang Rendi."

"Oh."

"Eh Carra kapan ada waktu? Temenin gue belanja yuk," ucap Asti. Namun, tak ada jawaban dari Carra.

"Ra?" ucap Asti dan menoleh kearah Carra. Ternyata Carra sedang melamun.

"Ra? Carra." Tak dijawab oleh Carra. Leo pun penasaran dan menoleh kearah Carra.

"Ra? Carra!" ucap Asti sambil menepuk pundak Carra.

"Eh iy-iya kak?"

"Eh Ra, Lo mimisan," ucap Asti. Carra pun menyentuh hidungnya, dan benar ada darah yang menempel ditangannya.

"Eh iya, kak boleh ambilin tisu?"

"Ini, Ra."

"Makasih." Carra mulai mengelap darah yang ada di hidungnya.

"Lo sakit Ra?" tanya Bang Rendi.

"En-engga bang. Cuma sering aja mimisan gitu."

"Karena kecapekan?"

"Engga juga."

"Kalau capek engga usah ikut Leo dulu, istirahat dirumah."

"Iya bang."

"Gimana udah berhenti mimisannya?" tanya Asti.

"Udah kok kak."

"Yaudah mending kamu istirahat aja di ruangan Leo," ucap bang Rendi.

"Iya, Bang." Carra meninggalkan mereka, dan berjalan menuju ruangan Leo. Dan langsung berbaring di sofa yang ada disana.

Tak lama kemudian terdengar suara decitan pintu yang terbuka. Terlihat Leo yang mengenakan topi serta kacamata hitam yang bertengger di hidungnya.

"Gimana? Masih mimisan?" tanya Leo.

"Engga, udah berhenti kok."

"Kenapa bisa mimisan? Kayaknya tadi pas dirumah kamu sehat-sehat aja."

"Iya, tadi aku ngerasa ada yang bisikin aku, dan tenaganya cukup kuat. Jadi mimisan deh," ucap Carra.

"Selalu gitu?"

"Iya, udah tenang aja, lagipula udah berhenti kok mimisannya."

"Nih minum dulu," ucap Leo. "Yaudah aku kesana dulu, soalnya udah skrip aku," sambungnya.

"Iya."

.
.
.
Waktu  beristirahat.

"Leo," panggil Asti.

"Hmm?"

"Carra mana?"

"Di ruangan gue."

"Oh! Oh iya kamu engga ada niatan buat pulang ke Belanda?" tanya Asti.

"Pasti ada, tapi kalau deket-deket ini engga bisa, soalnya jadwal gue udah penuh."

"Sibuk banget ya?" tanya Asti.

"Banget."

"Engga capek?"

"Capek."

"Kenapa kamu engga milih salah satu aja, antara CEO atau Aktor? Kenapa harus dua-duanya."

"Jadi Aktor itu pekerjaan yang gue sukai, dan kalau jadi CEO itu karena bokap. Sebenernya gue baru beberapa bulan pimpin perusahaan bokap, jadi masih belajar juga," ucap Leo.

"Oh, kamu dirumah beneran sendiri? Sebesar itu sendiri?" tanya Asti.

"I-iya, kenapa?"

"Kamu engga coba cari pendamping hidup?" tanya Asti.

"Ah itu, bel--"

"Woy, cerita mulu, nih nasi di makan," ucap bang Rendi sambil memberikan nasi kotak.

"Ini makanan engga ada yang lain bang?" tanya Leo.

"Ga! Udah makan aja."

"Tapikan gue engga suka nasi kotak," ucap Leo.

"Ck, lain kali Lo bawa deh bekal dari rumah. Kalau engga sempet minta bikinin sama nyokap Lo."

"Iya, trus mau bawa kemana itu nasi kotak?" tanya Leo.

"Carra, dia kan belum makan."

"Oh biar gue aja, sekalian ada barang yang mau gue ambil di ruangan."

"Yaudah, nih."

.

.

.

"Arkennia," panggil Leo.

"Hmm?"

"Nih makan dulu."

"Ga dulu, aku masih ngantuk."

"Makan dulu, habis itu tidur lagi."

"Iya. Kamu udah makan?" tanya Carra. Leo menggeleng.

"Kenapa?"

"Aku engga suka nasi kotak."

"Oh, beneran engga mau makan?" tanya Carra. Leo menggeleng.

"Engga laper apa?"

"Ya laper."

"Yaudah makan."

"Ga mau."

"Yaudah deh." Carra membuka kotak nasinya, dan menyuapkan makanan kedalam mulutnya, sedangkan Leo kini tengah sibuk dengan gawai nya. Ada ide terlihat didalam kepala Carra, yaitu menyuapkan sesendok nasi kedalam mulut Leo. Dan leo yah tengah fokus dengan gawai nya hanya membuka mulutnya.

"Aaa~" sesendok nasi berhasil masuk kedalam mulut Leo, leo masih belum sadar bahwa ia tengah memakan nasi kotak yang sangat tidak ia sukai. Carra melakukan itu secara bergantian antara ia dan Leo, hingga suapan terakhir ia masukkan kedalam mulut Leo.

"Gimana? Kenyang?" tanya Carra, Leo mengangguk.

Leo pun tersadar dan membuka mulut yang masih ada nasi didalamnya dan menunjuk mulutnya.

"Kunyah, sayang."

"Uhuk uhuk..."

"Eh ini minum," Leo segera mengambil segelas air yang ada di tangan Carra dan meminumnya sampai habis.

"Tadi kamu ngomong apa?"

"Yang mana? Minum?"

"Bukan. Yang tadi."

"Kunyah?"

"Iya trus ada lanjutannya."

"Sayang?"

"Aaaa~ baper aku tuhh," teriak Leo. Carra yang melihat itu hanya terkekeh geli melihat kelakuan suaminya.

"Udah sana! Nanti dicariin sama sutradara. Masa artis yang dikenal dingin salting cuma dipanggil sayang, padahal setiap main film dipanggil sayang terus," ucap Carra.

"Ekhem... Yang ini tuh beda auranya, ini engga ada di naskah. Ini spontanitas. Ya aku seneng lah," ucap Leo.

"Udah sana," usir Carra.

"Iya, iya."

.

.

.

Married With ActorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang