00.

766 79 2
                                    

Tiga kata ajaib dalam kamus hidup, yaitu tolong, maaf dan terima kasih.
Between Us • ddr

[dipublish 31 Juli 2022]

"Buk, esteh satu, ya!"

Dinar duduk di bangku reyot penuh coretan pelajar sembari menunggu es teh pesanannya jadi. Jarang-jarang warung yang bisa dibilang sebagai basecamp para siswa begundal yang sering bolos sekolah ini, kelihatan sepi. Atau memang perasaan Dinar saja, karena memang ada dua lelaki berjaket hitam di samping warung. Sedang menikmati esteh dan gorengan.

Rasanya kok aneh. Sejauh mata memandang, gang belakang sekolahnya terlalu sepi. Biasanya selalu saja ada orang yang lewat. Siswa-siswa bolos dari sekolahnya, tapi ini?

Kondisi aneh yang membuat bulu kuduk Dinar tiba-tiba berdiri. Menoleh ke dalam warung, si Ibu belum juga selesai membuat esteh.

"Bimo!!"

Dinar berjingkat ngeri. Badannya meju, melongok ke ujung gang, mencari sumber teriakan tadi.

"Keluar lo, Bimo!!"

Entah mimpi atau apa. Dinar seperti kelewatan beberapa menit saat memandangi luar warung. Tiba-tiba saja di ujung gang sudah banyak gerombolan siswa begundal. Berjalan menyusuri gang sambil membawa beraneka ragam senjata. Ada yang menenteng balok kayu, mata gear, celurit, tombak, ketapel, sampai modal kursi kelas sekolahan.

MAU NGAPAIN??

"Neng! Warungnya ibuk tutup, ini estehnya!"

Dinar gelagapan. Terengah merasakan takut dan panik dalam sekejap. Menerima esteh dari si Ibu penjual warung dan diusir begitu saja. Mau lari ke mana, kalau di ujung gang saja sudah dipenuhi gerombolan siswa begundal dari sekolahnya. Iya, beberapa wajah bisa Dinar ingat dan hapal namanya. Bahkan sering mengobrol dengannya di sekolah. Tetapi melihat mereka masing-masing membawa senjata, Dinar ngeri.

Berniat lari menyusuri gang, langkah Dinar lagi-lagi terpaku. Gerombolan lain muncul, tidak kalah ngeri karena senjata yang mereka bawa tidak main-main. Terpaksa Dinar lari ketakutan ke gerombolan siswa sekolahnya. Apesnya, iya, apesnya lagi saat Dinar berlari ke gerombolan itu, justru teman-teman sekolahnya teriak dan berlari maju menyerang gerombolan di depannya.

"Maju, bangsat!! Nggak usah takut! Banci lo, ha!!"

Tubuh Dinar tersenggol Sigit—cowok gendut anak IPS yang dulu pernah merundungnya di sekolah. Membuat Dinar tersungkur dan hampir terinjak teman yang lain. Es teh yang tadi digenggamnya erat juga pecah. Lutut dan sikunya pun lecet parah sampai Dinar sulit berdiri.

Panik melandanya. Syok luar biasa. Di antara teriakan kasar siswa tawuran, Dinar menjerit ketakutan dan menangis. Dia seperti tak terlihat. Tersungkur di tanah sementara teman-temannya adu senjata dengan siswa begundal sekolah lain. Sampai seseorang berhasil menemukan Dinar di tengah riuh gerombolan tawuran. Lengan Dinar ditarik kasar sampai bisa berdiri dengan kaki kanan pincang.

"Berdiri!! Lo cewek!! Di sini bahaya."

Diangkat lalu didorong keluar dari gerombolan dengan kaki kanan pincang, Dinar lagi-lagi tersungkur ke depan warung. Dia ingin menangis. Tidak peduli dengan seragam SMA-nya yang sekarang lusuh dan kotor. Ditambah, rok selutut Dinar terangkat sampai pertengahan paha gara-gara jatuh kedua kali.

Buru-buru Dinar merangkak ke samping warung. Bersembunyi di balik meja kursi yang tadi dipakai makan dua lelaki berjaket hitam, yang sekarang entah pergi kemana. Telinganya masih menangkap teriakan-teriakan kasar, bunyi pukulan, pecahan kaca, dan langkah-langkah riuh siswa-siswa begundal. Dinar tidak berani untuk mengintip atau bahkan menonton tawuran pelajar di gang itu. Hanya meringkuk di balik meja kursi saja, Dinar menangis panik dan berharap tidak sampai pingsan.

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang