Makasih ya Wo dah nolongin gw.
Makasih bgtLayar HP Dewo mati setelah membaca DM terakhir dari Dinar. Dia tak berniat membalasnya.
Duduk di bangku kelas paling belakang, Dewo hanya diam sambil sebentar-sebentar bermain HP. Padahal, kelas hampir dimulai karena bel masuk sudah terdengar.
Pundak Dewo ditepuk seseorang, ia menoleh. Ada Marvin teman sekelasnya yang berdiri di samping meja, wajah suntuk habis bangun tidur.
"Kantin, yok! Bu Rudi bakalan masuk bentar lagi, males gue."
Dewo mengangguk. Mereka berdua keluar dari kelas bersamaan dengan Bu Rudi—guru matematika mereka—berniat masuk kelas IPS 5, kelas Dewo.
"Mau kemana, Dewo, Marvin?"
"Toilet, Bu," jawab Marvin masih suntuk.
"Satu menit—"
"Emang Ibu bisa pipis satu menit doang? Dari kelas ke toilet aja makan waktu lima menit, Bu!" Marvin mulai kesal.
"Kok kamu ngegas sama Ibu??"
Marvin berdecak pelan, lalu mengajak Dewo pergi begitu saja.
"Dewo! Marvin! Saya hanya kasih kalian waktu satu menit! Marvin!!" teriak Bu Rudi tidak dipedulikan dua muridnya.
Dewo hanya diam. Mengikuti kemana Marvin mengajaknya. Tidak ambil peduli kalau memang banyak guru menganggapnya jelek, murid nakal, begundal atau yang lainnya. Karena sudah kenyataannya memang terkenal begitu.
"Kemaren lo yang nyelametin Dinar, Wo?" Marvin merangkul pundak Dewo.
Kebetulan sekali mereka sedang melewati kelas Dinar di IPS 3. Memang 1 gedung dengan Dewo dan kelas Bahasa, yang beda gedung hanya kelas IPA 1-5. Sepanjang melewati banyak kelas sampai turun ke kantin, Dewo selalu jadi pusat perhatian. Seperti biasa, pesona cowok dengan identitas slayer batik yang melingkar di leher, seakan membius hati para siswi SMA Dharma. Tubuh tinggi, badan tidak terlalu berisi dan tidak terlalu kurus, kulit bersih, hidung mancung. Sosok Andaru Sadewo memang seperti Dewa yang tengah menuntut ilmu di bumi, di SMA Dharma.
"Hem."
"Kok bisa tuh cewek masuk ke gerombolan? Ada yang bawa Dinar, apa emang tuh cewek kena apes?"
"Kena apes kayaknya," jawab Dewo sebelum duduk ke kursi kantin setelah sampai.
Sudah jadi kebiasaan Dewo selalu bolos jam belajar. Setiap jam 11 atau 2, Dewo pasti sudah duduk di meja tengah-tengah kantin yang selalu jadi meja terlarang untuk digunakan orang lain. Hanya cowok-cowok begundal SMA Dharma saja yang biasa duduk di meja itu. Tidak sampai menunggu lima menit pun, Dewo dan Marvin langsung disapa Idang dan Andre yang ikut bolos jam belajar saat itu.
Kalau Andre, power dari jabatan ketua osis sendiri yang membuatnya bisa sesuka hati bolos di jam belajar. Alasan rapat adalah yang paling bisa diandalkan. Ditambah, Andre bukan cowok begundal yang kerja otaknya lemah. Berada di kelas IPA 1 bersama Dipta jadi bukti kalau Andre bukan sembarang cowok yang diam-diam jadi begundal. Itu hanya rahasia di antara anak-anak Dharma yang tahu siapa Andre sebenarnya.
"Dipta mana?" tanya Marvin.
"Kelas. Nggak usah maksa Dipta buat gabung, dia mau ikut tawuran kemaren aja udah ada kemajuan," jawab Andre, melempar pilus ke Dewo. "Lo ngapain nolong Dinar?"
"Kasian," jawab Dewo singkat.
Andre terkekeh mengejek.
Memang Dewo sempat berpikir kalau menyelamatkan Dinar saat itu adalah salah. Bisa saja menambah masalah kalau gerombolan Bimo ada yang lihat, atau salah paham dan mulai menggunakan Dinar sebagai kelemahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us [ complete story ]
Teen FictionDipublish 31 Juli 2022 • ddr • tamat 2 Maret 2023 Terjebak dalam sebuah tawuran antar pelajar, belum pernah terbayangkan di hidup Dinar yang setahun lagi lulus SMA. Pengalaman buruk yang membawanya berurusan dengan dua cowok populer-yang bahkan sebi...