28.

155 39 9
                                    

Sisa waktu mengerjakan ujian masih panjang. Dinar bosan. Ketika otaknya bekerja sangat baik dalam mata pelajaran sejarah, hanya butuh waktu setengah jam dirinya mampu mengerjakan empat puluh soal sampai selesai.

Menoleh kanan-kiri. Kebanyakan masih fokus dengan berlembar-lembar soal. Mengintip ke pengawas, Dinar hanya menemukan Pak Handi yang berusaha keras menahan kantuk.

"Haicm!!"

Beberapa kepala mendongak, lalu menoleh memerhatikan cowok di belakang Dinar yang barusan membuat kaget seisi kelas.

"Fokus-fokus!" tegur Pak Handi melihat beberapa murid terkejut dan terkikik.

Dinar tersenyum, lalu menoleh ke belakang. Cowok itu tengah menutup sebagian wajah dengan kedua tangan, gerakannya seperti ingin bersin kedua kali, dengan mata terpejam dan kepala sedikit mendongak.

"Dor," bisik Dinar lalu terkikik.

Dewo menatapnya datar. Aksi bersin keduanya gagal karena Dinar. Cowok itu mengacuhkan Dinar yang masih tersenyum jahil dengan kembali membuka kembar soal.

"Hwaicm!!"

"Sadewo Andaru!" tegur Pak Handi ketika suara bersin Dewo dua kali lipat menggelegar dari yang pertama.

"Andaru Sadewo ...," koreksi seluruh siswa.

Hampir seisi kelas menertawakan Dewo tak terkecuali Dinar. Sampai-sampai Dinar mengeluarkan beberapa lembar tissu yang ada di saku seragamnya ke Dewo.

"Kebanyakan es!" bisik Dinar sambil senyum.

Geli melihat Dewo yang biasanya kuat, misterius, introvert, sekarang seperti cowok lemah dengan hidung memerah dan mata berair.

Sekali lagi Dinar mengintip Pak Handi sebelum kembali menoleh belakang. "Kayaknya lo flu."

"Hem."

"Seminggu kemarin kemana aja, Wo? Gue nggak pernah liat lo di sekolah."

"Lo diganggu Bimo lagi?"

Dinar menggeleng. "Kangen aja sama lo, seminggu nggak tau lo di mana."

Cengiran kuda diperlihatkan Dinar. Hanya beberapa detik karena dirinya langsung salah tingkah ditatap datar oleh Dewo. Seketika Dinar iseng membuka-buka lembar jawab Dewo. Dia terkejut, setengah takjub malahan, melihat lembar itu sudah terisi penuh.

"Kirain belom selesai."

"Gue pinter sejarah."

"Sama dong! Gue juga."

Senyum Dinar luruh melihat lirikan remeh dari Dewo.

"Nggak percaya?"

Dewo hanya mengedik singkat.

"Nggak minta dipercaya juga sama lo," ucap Dinar kemudian.

"Seminggu kemaren gue bolos."

"Tau. Kemana?"

"Bengkel."

Dinar manggut-manggut. "Ngapain ya, Wo?"

"Ngebengkel."

Lagi, Dinar manggut-manggut. Lirikannya tertuju ke cowok yang kini sibuk me-lap hidung sampai terlihat merah.

"Hem ... gue mau cerita kalo rooftop sekarang jadi tempat main gue."

Sebelah alis Dewo naik.

"Udah nggak kayak dulu, sering-seringnya sekarang rame, Wo."

"Sama Dipta?"

Buru-buru Dinar menggeleng. "Ada Andre juga. Idang, Marvin, Inka. Oh, gue belom cerita, Inka udah mulai santai sama gue, nggak melulu sih, cuma ya lumayan."

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang