16.

165 36 27
                                    

Suara bedebum di luar bus menggugah tidur ayam Dewo. Lehernya pegas. Seluruh badannya juga kaku. Beruntungnya Dewo tidak kedinginan meski rasa sakit menderanya sampai ke tulang-tulang.

Lima menit Dewo kembali memejam. Berusaha mengumpulkan sisa nyawa yang baru diistirahatkannya dua jam lalu. Mata perih, perut keroncongan. Akhirnya Dewo tergerak melirik jam tangan. Pukul 7.01. Terlalu pagi untuknya bolos dari agenda senam.

"Turun, Wo!" Idang muncul dari pintu bus.

"Senam?" Dewo menggeleng. "Gue di sini."

"Busnya mau dibersihin. Mending pindah ke tenda Andre atau lo mau gabung gue ke pantai?"

Dewo mengernyit. "Pantai?"

"Hem. Beresin sisa api unggun."

Ada senyum nakal dari Idang yang berhasil ditangkap Dewo. Permainan kuno, pikir Dewo yang mau tidak mau beranjak dari kursi bus.

Memang, sejak kejadian dramatis yang dilihat Dewo dan Idang semalam, cowok itu memilih tidur di bus bersama Idang dan supir-supir bus. Mencari tempat nyaman dan hangat yang sayangnya tidak berhasil membuat Dewo tidur cepat. Justru, Dewo baru bisa memejamkan mata setelah adzan subuh terdengar dari HP salah satu supir bus.

Udara sejuk khas dengan bau embun dan lumut basah, jadi yang pertama menyapa pagi Dewo setelah turun dari bus. Ia menutup kepala dengan tudung hoodie. Menyimpan kedua tangan agar tetap hangat di saku jaket jeans-nya, lalu pergi menyusul Idang yang tadi bilang mau ke pantai.

Namun, perjalanan Dewo menyusuri jalan setapak menuju pantai sesaat terhenti. HP yang ada di saku jaketnya bergetar panjang. Dewo mengecek. Bukan panggilan masuk, melainkan tiga SMS dari cewek kucir kuda.

Lo dmn
Gw butuh bantuan
Penting

Dewo mematikan layar HP tanpa membalas pesan tersebut. Kembali melangkah santai. Rasanya Dewo ingin cuci muka, menggosok gigi, lalu tidur lagi. Kepalanya pening karena kurang istirahat.


Between Us • ddr [publish 31 Juli 2022]

Area tenda tampak sepi. Dewo masih melangkah santai dan menebak di mana semua orang melakukan senam pagi. Musik itu masih terdengar sedikit keras, artinya, ada lapangan lain yang bisa digunakan selain area tenda.

Dewo melewati bagian tenda anak IPA. Tujuannya ada di paling pojok dengan tenda dome warna oren menyala. Baru di pertengahan jalan, Dewo terhenti sejenak, tersenyum kecut dan membuang muka sekilas begitu melihat satu cewek berjongkok di depan tenda oren. Lima menit kemudian Dewo kembali melihat pemandangan yang sama. Cewek kucir kuda itu juga masih dengan posisi berjongkok. Dewo gemas. Apa cewek itu tidur dengan posisi yang bikin sakit lutut?

Dengan langkah pelan Dewo mendatangi tenda oren paling pojok tersebut. Berdiri di samping cewek kucir kuda yang masih saja berjongkok di depan tenda, dengan mata memejam. Tangan Dewo bergerak mencabut kuciran yang membuat hatinya gemas sejak awal.

"Wo ...."

Sebelah alis Dewo naik. Mendengar suara serak Dinar dan gerakan lemas cewek itu saat mendongak kepadanya. Detik berikutnya Dewo juga terkejut karena melihat wajah Dinar kusut. Kantung mata terlihat samar. Bibir Dewo terbuka, berniat bicara tapi urung. Ia hanya menghela napas dan ikut berjongkok dengan satu kaki menopangnya.

Tanpa bicara pun, Dewo melepas semua rangka tenda. Mulai dari menggulung semua karpet di dalamnya, sampai merubuhkan tenda oren tersebut dan melipat seadanya.

Selama kurang lebih lima belas menit Dewo menyelesaikan itu, pandangannya tak lepas dari Dinar yang masih berjongkok, menonton aksi kilat Dewo meski sesekali terpejam.

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang