43.

143 38 9
                                    

Aroma spidol itu menyengat. Sambil senyum, Dinar menulis satu kalimat motivasi di atas gips tangan Dewo yang masih bersih dari tangan-tangan jahil.

"You snooze, you lose," eja Dinar pada tulisannya sendiri.

Senyum lebar Dinar menular ke Dewo yang juga membaca idiom pada gips-nya sekarang. Tulisannya kecil dan rapi dengan spidol permanen warna hitam. Diakhiri emotikon smile yang semakin membuat Dewo tersenyum.

"Artinya," ucap Dewo masih membaca idiom tersebut berulang kali dalam hati.

"Gue dapet ini dari buku. Lo lengah, artinya lo kalah. Kalo kita menunda-nunda atau nggak memperhatikan suatu kesempatan, kita akan kehilangan kesempatan itu," terang Dinar masih dengan senyum.

Dewo mengangguk. "Gips gue jadi kotor."

"Ampun, sekalimat kecil doang!"

"Kotor."

"Cuci pake sabun kalo gitu!" omel Dinar membuat Dewo terkekeh.

Perhatian Dewo lalu berpindah ke bungkusan di atas meja yang tadi dibawa Dinar. Tiba-tiba perut Dewo bunyi. Suaranya lumayan keras sampai Dinar melirik.

"Laper."

Dinar nyengir. "Sampe lupa. Gue bawain lo nasi gurih tadi pake ayam goreng. Suka, 'kan?"

"Hem."

Dewo mengamati Dinar yang telaten membuka bungkusan nasi. Sebelah alisnya naik begitu melihat isi bungkusan tersebut. Saliva Dewo turun. Tanda tanya besar muncul di kepalanya melihat nasi tersebut berwarna biru. Padahal, Dewo sendiri sudah siap dengan sendok plastik ada di tangan kirinya.

"Basi nasinya?"

"Hah? Nggak kok, ini namanya nasi telang, Wo."

"Biru?" tanya Dewo lagi, memastikan.

"Iya, biru. Kan dimasak gitu dijadiin gurih, terus dipakein bunga telang. Gue beli ini karna unik aja, gue pikir lo suka? Cepet makan!"

Dinar tersenyum menunggu Dewo melahap nasi telang bawaannya. Namun, beberapa detik menunggu, Dewo tak kunjung menyentuh nasi itu. Hanya memandanginya dengan serius.

Tidak sabaran, Dinar mengambil sendok dari tangan kiri Dewo.

"Kayanya lo perlu gue suapin," gemas Dinar mengambil sesuap untuk diberikan ke Dewo. "Aakk!!"

Mulut Dinar terbuka agar Dewo mengikutinya, tapi Dewo masih diam. Terus mengamati nasi dalam sendok plastik yang sudah mengudara siap disantap.

"Nasinya—"

"Sstt! Ini enak, cobain makanya!"

Dewo menghalau tangan Dinar. Menyingkirkan suapan tadi yang membuat perut Dewo tak lagi merasa lapar. Dewo tidak bisa membayangkan seperti apa rasanya nasi telang itu jika masuk ke dalam mulutnya. Kenapa biru?

"Nasinya basi."

"Wo, gue beli ini nasinya masih panas," gemas Dinar yang baru kali ini melihat sikap kekanakan Dewo.

"Lo makan duluan," perintah Dewo.

"Oke, habis ini lo harus makan!" tegas Dinar sebelum memakan sesuap nasi telang tadi.

Dewo terus mengamati Dinar yang mengunyah pelan sambil mengangguk-angguk menikmati makanannya.

"Enak?"

"Banget! Cobain, dong! Nggak basi, Wo. Emang warnanya sengaja dibuat begini, jangan katrok!"

"Aneh."

Dinar kembali mengambil sesuap nasi dengan sesuir ayam goreng. Mengudara siap lepas landas ke dalam mulut Dewo yang sepertinya masih ragu tentang rasa si nasi telang. Namun, nasi itu sudah mendarat sempurna sebelum Dewo bisa menolaknya lagi. Mau tidak mau Dewo mengunyahnya secara pelan. Merasakan gurih dari nasi yang dikatainya basi tadi, dan sesuir ayam goreng garing.

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang