08

174 41 30
                                    

Memasuki gerbang SMA Dharma. Perasaan Dinar campur aduk mendapat pandangan aneh dari banyak siswa. Pikirnya tidak ada yang salah dengan seragamnya. Kakinya pun sudah bebas dari perban dan tidak lagi berjalan pincang.

Dinar mengusap wajah beberapa kali. Mungkin bedak tabur yang tadi sempat dipakainya sedikit berantakan, tapi masih sama. Banyak siswa memandangnya aneh, bahkan sinis.

Sesampainya di depan tangga menuju gedung IPS, Dinar terpaksa berhenti. Jalannya dihadang oleh tiga cewek cantik bernama Inka, Tyas dan Mita. Dinar tidak perlu bertanya-tanya tentang siapa mereka. Tiga cewek yang menghadang jalannya sekarang adalah yang paling populer di SMA Dharma. Karena cantik, tinggi semampai dengan body goals. Perfect!

Perlahan Dinar mengatur napas. Kepercayaan dirinya pudar perlahan melihat Inka tersenyum dengan kedua tangan dilipat di depan dada.

"Maaf, gue mau lewat."

Tidak ada jawaban. Namun, setiap Dinar mencari celah lewat, Inka menghalangi. Terpaksa Dinar mundur selangkah dan mengamati cewek di depannya.

"Lewat aja," kata Inka masih memamerkan senyum.

Dinar mulai tak enak. Ditambah semua siswa yang melihatnya justru tidak ada yang berusaha lewat juga. Mereka seakan tengah menyaksikan tontonan gratis tentang cewek-cewek yang sedang berseteru.

"Tapi lo halangin jalan gue."

"Oh, sorry. Lo bisa lewat sekarang." Inka menghadap samping. Memberi celah untuk Dinar lewat.

Pikiran Dinar berusaha bekerja dengan baik. Langkahnya bergerak perlahan melewati Inka dan dua temannya. Namun, baru dua langkah Dinar maju, kakinya dijegal saat ingin menaiki anak tangga. Dinar jatuh dengan lutut kanan dan tulang keringnya mengenai siku anak tangga. Dia mengernyit sakit. Sekuat tenaga berdiri, tak ingin berbalik untuk sekadar menatap Inka yang tadi menjegalnya, Dinar memilih melanjutkan naik. Dan sekali lagi, perjuangan menaiki gedung IPS gagal. Dinar kembali jatuh karena seseorang menarik tas punggungnya.

Kali ini posisi jatuh Dinar menyakitkan. Dia yang tadi sudah berada di anak tangga ketiga, kini jatuh terduduk di lantai paling dasar. Pandangan Dinar sesaat buram, sebelum yang dia bisa lihat hanyalah kaki jenjang Inka.

Dinar menoleh. Kanan-kirinya tidak ada yang berniat membantu. Justru mereka hanya menonton sambil berbisik tak karuan. Sekuat tenaga Dinar menahan air mata meski tubuhnya sudah bergetar.

Inka dengan anggun berjongkok di hadapan Dinar. Sama sekali tidak ada rasa bersalah, cewek itu masih tersenyum. Membuat hati Dinar mendidih.

"Eits!" Inka mendorong turun bahu Dinar yang masih berusaha berdiri.

"Mau lo apa?!"

"Nggak ada. Gue cuma iseng mau kenalan sama mainan baru Dewo."

"Mainan?" lirih Dinar bingung. "M-maksud lo?"

Inka menutup mulut dengan gerakan centil. "Lo nggak tau sejarahnya Dewo?"

Terpaksa Dinar menggeleng. Tatapannya makin dibuat bingung oleh Tyas dan Mita yang terkikik mengejek. Serta semua siswa-siswi di sekeliling yang melihatnya iba.

"Mainan apa? Gue bukan mainan!"

"Din!"

Dinar menoleh. Indri yang baru berangkat terkejut melihat Dinar yang terduduk di lantai. Jadi bahan tontonan banyak pasang mata dan direndahkan oleh Inka dkk.

"Temen lo dateng." Inka berdiri. "Niat gue cuma kenalan, bukan bully. Tapi gue suka liat lo jatuh dari tangga. Uuh ... jangan lupa diobatin lecetnya."

"Bye ...."

Tiga cewek populer SMA Dharma itu kemudian pergi dari hadapan Dinar. Meninggalkan sebuah ejekan yang begitu mengena di hati. Dinar makin gemetar ketika dibantu Indri untuk berdiri. Masih tergolong pagi. Kemungkinan kecil gerombolan begundal belum ada yang berangkat.

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang