33.

184 44 13
                                    

Aroma lele bakar semerbak mengisi bagian ruang tamu. Dewo berhasil sampai rumah pukul 9 malam tepatnya lima belas menit lalu. Membawakan lele bakar nasi uduk untuk Faisal yang merengek kelaparan. Sebelumnya Dewo juga mengantar Dinar sampai depan rumah cewek itu. Disambut oleh ibunya yang penampilannya sesaat membuat kaget Dewo.

Menghabiskan waktu malam hari. Menunggu kantuk datang. Dewo merokok di teras rumah sambil menemani Faisal makan.

Sekilas berpikir, memang kini Dewo hanya hidup berdua dengan Faisal. Jayus benar-benar sudah hengkang dari rumah itu tanpa kabar sedikit pun. Menjadikan Dewo satu-satunya tulang punggung keluarga, dan mau tidak mau harus akrab dengan Faisal yang sejak awal pertemuan mereka, Dewo sudah benci dengan kenyataan bahwa dirinya memiliki adik tiri.

"Kapan ujian praktik lo?" tanya Dewo tiba-tiba membuat Faisal bingung.

"Semester depan. Kenapa, Bang?"

Dewo menggeleng. "Besok lo bawa motor sendiri."

"Emang Abang mau kemana?"

"Sekolah."

"Biasanya, 'kan? Yaudah anter-jemput Isal aja kayak biasanya, Bang."

Lagi-lagi Dewo menggeleng. "Gue dijemput temen."

"Kenapa sih, Bang? Abang malu punya adik Isal? Abang mau jauhin Isal lagi kayak dulu??"

"Gue bakal pulang malem," ucap Dewo menghentikan pikiran negatif adiknya.

Baru dengan jawaban itu, Faisal mengangguk setuju. Ia melanjutkan makan sementara Dewo masih terus merokok. Sebungkus rokok isi 12 yang dibelinya di warung tadi sore kini hanya tinggal separuh.

Sebelah alis Dewo naik saat HP yang sejak awal berada di saku celana, bergetar panjang di jam malam seperti ini. Dia merogoh dan mengecek siapa penelponnya. Untuk sesaat, Dewo mendiamkan panggilan itu cukup lama hingga hampir terputus sendirinya sebelum diangkat.

"Halo?"

"Nggak jadi nongkrong, Wo?"

Dewo menggeleng singkat. "Gue bawa makanan ke rumah."

"Jaraknya nggak jauh. Lima menitan lo sampe kalo mau nyusul."

Di seberang sambungan terdengar suara heboh yang dikenali Dewo. Itu tawa Marvin dan Idang yang sudah pasti tidak melewatkan absen untuk nongkrong di warmindo biasanya.

"Bensin gue abis," alibi Dewo dengan suara lirih. Sesaat dia melirik Faisal yang tampak penasaran dengan siapa Dewo bertelepon.

"Perlu gue jemput?"

"Nope. Lo have fun sama yang lain, gue perlu tidur, Ta."

"Hem ... oke. Wo-"

Dewo yang awalnya berniat mematikan telepon, kembali mendengarkan Dipta yang barusan memanggil namanya.

"Tadi lo kemana sama Dinar?"

Cukup. Dewo mulai suntuk dengan posisi duduknya sekarang. Dia pergi ke gerbang rumahnya dan menyandar pada besi itu. Dewo jelas tahu rasa penasaran Faisal beda tipis dengan Dinar. Dua orang itu, sama-sama memiliki rasa kepo yang tinggi.

"Tau dari mana?"

Dipta terkekeh di seberang. "Andre yang cerita."

"Lo keberatan?"

Hening jadi jeda sesaat. Lalu tarikan napas Dipta terdengar membuat Dewo tahu keputusannya untuk mengantar Dinar pulang, bahkan sampai membawa cewek itu mampir ke bengkel Arman lebih dulu adalah salah. Harusnya yang punya hak mengantar pulang Dinar adalah Dipta. Di luar apakah mereka memang memiliki hubungan spesial atau tidak, yang jelas Dewo tahu sahabatnya itu mengaku suka dengan Dinar.

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang