44.

130 36 7
                                    

"Asem banget mulut gue," keluh Marvin membuat Dewo menoleh.

Di ujung depan panggung, dekat dengan tumpukan sound, Dewo dan teman-temannya bergerombol menyaksikan Dipta bermain gitar dengan anggota band barunya. Cowok itu ternyata punya ambisi kuat tentang bermain musik—terutama gitar.

Ketika lagu dari Pee Wee Gaskins, Sebuah Rahasia dinyanyikan oleh band Dipta dan teman-teman, Idang mulai merekam menggunakan kamera HP. Dewo hanya berdiri diam sambil sesekali tersenyum ketika Dipta mengedarkan pandangan. Hentakan lagu membuat seluruh siswa yang menikmati mulai meloncat-loncat suka cita. Tidak peduli dengan gender. Saling merangkul pundak satu dengan yang lain. Berjoget kompak sesuai ritme lagu. Dewo akui, acara yang diketuai oleh Andre, yang bahkan digodog matang oleh cowok itu sejak menjabat pertama kali sebagai ketua osis, berjalan lancar dan meriah. Tidak ada kegagalan sound, molor waktu hanya beberapa menit tidak ssmpai puluhan, dan yang terpenting adalah Andre sanggup memboyong empat bintang tamu besar yang biayanya bahkan tidak main-main.

Dewo ingat. Sejak Andre pertama menjawab sebagai ketua osis. Minggu berikutnya Andre langsung mengampanyekan kas siswa ke seluruh kelas. Setiap hari Jum'at pagi, osis yang menjabat sebagai humas berkeliling ke setiap kelas dengan membawa kotak uang kas. Seluruh siswa wajib menabung dengan minimal 5.000 rupiah. Alhasil, usaha itu membuahkan hasil bagus. Siswa yang kooperatif membuat Andre berjanji untuk menuruti keinginan mereka. Sampai detik ini pun, Andre bertanggung jawab pada janjinya. Votting dilakukan setiap bulan. Votting terakhir adalah satu hari sebelum libur ujian akhir semester dan empat band pilihan siswa akhirnya diketuk palu oleh Andre. Tidak ada yang tertinggal. Empat group band terkenal yang Andre datangkan fresh dengan tiga lagu yang dibawakan pada setiap band.

"Kill it, Ta!!"

Dewo tersadar. Mengerjap beberapa kali dan fokus melihat Dipta mulai beraksi dengan permainan gitarnya sebagai reff dari lagu.

"Woho!! Temen gue, tuh! Temen gue!!" bangga Idang kepada seluruh siswa di belakangnya, masih sambil merekam aksi Dipta.

"Tau, Dang, tau. Benerin rekamnya," ucap Marvin menepuk pundak Idang beberapa kali.

Dewo tersenyum tak habis pikir. Sisi kesepian Idang yang selalu ditinggal oleh orang tuanya, membuat Idang jadi cowok yang hidup dikelilingi oleh para sahabat. Dewo benar-benar salut dengan rasa bangga Idang kepada teman-temannya termasuk ke Dewo sekali pun saat berlaga di atas motor sport.

"Andre kemana, Wo??"

"Belakang panggung."

"Bah, acara udah hampir rampung masih sibuk mulu temen lo. Pantes si Inka cemberut di pojokan." Marvin mengedikkan dagu ke belakang Dewo.

Mengikuti petunjuk Marvin, Dewo memang melihat Inka duduk di kursi pinggir lapangan, berteduh dan tampak memasang wajah kesal. Sebelah alis Dewo naik. Entah perintah dari mana, tapi langkah Dewo tergerak untuk pergi ke tempat Inka.

"Mau kemana, Wo?!" teriak Marvin, tapi hanya dibalas lambaian singkat oleh Dewo.

Sebelum sampai ke tempat Inka, Dewo lebih dulu mengambil satu es jeruk dengan cup ber-sealer dari stand minuman gratis dan menyeruputnya sedikit. Pergi menghampiri Inka yang duduk sendirian dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Dewo lantas menyodorkan es jeruk yang tadi sempat dia minum, ke Inka.

Kening itu mengernyit dalam. Inka bingung menatap es jeruk di genggaman Dewo, lalu wajah Dewo.

"Gue tau lo kesel liat Andre sibuk." Dewo duduk di samping Inka. Menyeruput es jeruknya lagi karena Inka tak kunjung menerima.

Inka menghela berat. "Nggak biasanya lo nyamperin gue."

Dewo tersenyum. Tangan kanannya yang masih digips, diangkat ke sandaran kursi sebagai pembatas duduk antara dirinya dengan Inka.

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang