37.

166 43 27
                                    

Berada di salah satu tempat kopi kekinian. Dewo mendesah. HP di tangannya bergetar panjang atas nama Dipta. Di saat Dewo bahkan tengah pergi dengan Dinar, ada saja gangguan. Dewo memilih mendiamkan panggilan dari sahabatnya, lalu tersenyum tipis ke Dinar ketika cewek itu kelihatan salah tingkah.

"Di sini lebih banyak kopi," ucap Dewo dengan nada rendah, membuat Dinar mengerjap bingung.

"Hah?"

Dewo mengedik ke buku menu di atas meja mereka, lalu menyimpan HP ke saku celana setelah panggilan Dipta berakhir.

"Lo suka kopi?"

"Enggak."

"Coklat?"

"Suka."

"Di sini lebih banyak kopi, lo bisa pesen coklat kalo mau."

Dinar mengangguk. Senyum tertahan ada di wajahnya yang membuat Dewo tak betah dan ikut tersenyum.

Jaket bomber itu dilepas Dewo dengan gerakan santai yang sukses mendapat lirikan singkat dari Dinar. Dewo sadar, bahkan saat dirinya mengambil rokok, Dinar tak berhenti mencuri lirik kepadanya.

"Keberatan gue ngerokok?"

"Nggak. Sesuka lo aja."

Pemantik itu menyala. Gerakannya cepat sampai-sampai Dewo sadar dirinya mendapat perhatian penuh dari Dinar yang bahkan mengagumi cara Dewo menyalakan pemantik api.

Benar-benar polos.

"Kenapa lo kaku?" tanya Dewo kemudian mengembuskan asap rokoknya ke samping, menjauhkannya dari Dinar.

"Apanya yang kaku, Wo?".

"Biasanya cerewet."

Tiba-tiba Dinar cemberut. "Sialan. Ini pertama kalinya lo ngajak gue nongkrong kali, Wo. Nggak ada salahnya gue gagap."

"Nervous?"

"Sama lo??"

Dewo tersenyum. Sekali lagi mengisap rokok sebelum memanggil salah satu waiters.

"Mari, silahkan memesan."

"Es coklat satu, americano satu-"

"Mbak! Banyakin esnya, ya! Eh, Wo, gue boleh pesen ini, toast yang lagi viral?"

"Hem."

Dinar antusias. Cewek itu menoleh ke waiters yang tak lelah memamerkan senyum manisnya untuk pelanggan. "Tambah toast dua-"

"Satu," koreksi Dewo membuat Dinar bingung.

"Lo nggak makan?"

"Nanti."

"Oh, yaudah, Mbak, satu aja. Tambah ... kentang goreng deh!"

"Baik, satu es coklat, satu americano, toast dan kentang goreng. Ada tambahan lainnya?"

"Itu dulu deh, Mbak."

"Ditunggu sebentar, kami buatkan dulu pesanannya," ucap waiters itu kemudian pergi membawa note pesanan Dinar.

"Kenapa nggak makan?" tanya Dinar setelah kembali memerhatikan Dewo.

"Nanti."

"Kayaknya gue jarang liat lo makan, Wo. Di sekolah juga makan lo dikit."

"Gue ke sini cuma ngopi."

"Oh, lo sering ke sini? Itungannya termasuk jauh sih dari rumah gue apalagi Dharma."

"Hem. Second rooftop." Dewo mengisap rokok sekali lagi.

"Asik, tapi kayaknya nggak cocok buat kantong gue." Dinar nyengir.

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang