25.

162 41 13
                                    

Berjalan bersisian menuju parkiran kafe. Dewo tidak bisa berhenti memerhatikan Dinar yang sesekali tersenyum ketika bicara dengan Jihan-pacar Idang sejak semalam, sekaligus teman baru Dinar yang satu frekuensi masalah band Maroon 5.

"Gue balik duluan. Mobil gue di parkiran samping," pamit Nevy yang secara tak langsung menitipkan Jihan ke Idang.

"Aman lo balik sendiri?" tanya Dewo pelan.

"Aman, Wo, santai. Gue berharap sih yang nanya gitu si Dipta." Nevy terkikik lalu melambai sebelum memisahkan diri ke parkiran samping.

"Gue juga balik sama Jihan," pamit Idang kemudian merangkul Jihan ke motornya.

Tinggal Dewo dengan Dinar dan Dipta di situ. Dewo bersikap biasa untuk memberikan jaketnya ke Dinar seperti sebelumnya ia lakukan. Tidak mengindahkan tatapan datar Dipta yang jarang diberikan cowok itu terlebih ke Dewo.

"Wo, gue minta Dinar balik sama gue. Ada helm dia yang gue bawa," pinta Dipta membuat Dewo urung naik ke motornya.

Baik Dewo maupun Dinar saling tatap untuk sesaat. Dewo lalu mengangguk tanpa persetujuan cewek yang tadi memboncengnya. Dewo pun mendapat pelototan dari Dinar yang langsung berubah tersenyum paksa ketika pundak cewek itu dirangkul Dipta.

Kini Dewo sendirian. Menatap kepergian Dinar yang dibawa kabur oleh Dipta.

Sekilas, pikiran untuk membeli helm cewek seperti yang dilakukan Dipta, terlintas di kepala Dewo. Ia lantas tersenyum tipis lalu menggeleng singkat sebelum naik ke motornya. Masih pukul 7 malam, Dewo memilih lanjut pergi ke bengkel Arman dibanding pulang ke rumah. Toh, tadi sore ia menyempatkan diri transfer uang ke Faisal dan mengiriminya SMS. Sekarang biarkan Dewo mencari ketenangan untuk dirinya sendiri.


Between Us • ddr [publish 31 Juli 2022]

Kaos putih polos yang dikenakan Dewo kini menyimpan banyak noda dari cipratan oli bekas. Bahkan, bukan hanya kaos, wajah Dewo pun kelihatan cemong di beberapa bagian.

Sebuah handuk kecil bersih mendarat keras di tengkuk Dewo. Cowok itu menoleh. Ada Arman yang barusan lewat dan kini menyandarkan bokongnya ke badan samping mobil di garasi itu.

"Jam sebelas, Wo. Lo niat bolos lagi besok?"

"Hem."

"Motornya nggak bakalan bisa kelar sehari-dua hari. Minim semingguan lo baru bisa bawa cek drive."

Dewo berdiri. Meregangkan otot pinggangnya yang pegal bukan main. Bagaimana tidak, Dewo sampai di bengkel Arman kisaran jam setengah 8 malam, langsung punya pekerjaan baru membongkar motor yang biasa digunakan untuk balap liar.

Ya, Arman memang selain punya usaha bengkel dari orangtuanya, juga sebagai bandar balap liar. Belasan motor akan disewakan untuk ajang balap liar, dengan kesepakatan hasil menang balapan mendapat pajak untuk bengkel Arman sebesar 40% di luar uang sewa sendiri yang harus dibayar dimuka. Tak heran kalau kini Arman kaya. Sayangnya rela tidak meneruskan sekolahnya ke SMA dan hanya berkutat dengan bengkel.

"Gue bolos sampe ujian semester."

"Bangsat." Arman terkekeh sambil membuang muka. "Heran gue, mau-maunya banting tulang buat Faisal."

Dewo tersenyum kecut. "Beli makan mahal, Man. Apalagi uang LKS."

"Bah, kemana bokap lo? Masih jamannya nyari mangsa?" tanya Arman hati-hati.

"Mati," jawab Dewo tegas. Ia kemudian tersenyum dan membersihkan kedua tangan dengan handuk pemberian Arman.

"Ngomong-ngomong kapan jadwal ujian lo?"

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang