Mendung gelap dan angin kencang jadi teman Dinar yang duduk di halte depan SMA Dharma sendirian. Dia kembali melirik HP tanpa notifikasi. Hanya ada wallpaper kucing yang muncul.
Dinar mendengkus, sebelumnya Dipta bilang ingin pulang sekolah bareng. Acara membeli gitar itu jadi, dan Dinar diminta untuk menunggu di halte. Padahal, kalau dirinya sudah naik angkot setengah jam lalu, Dinar sudah ada di rumah, mandi dan makan masakan Rika.
Derum motor sport lalu terdengar ngebut dari arah ujung gang SMA Dharma. Dinar menoleh. Mengernyit memastikan bahwa itu memang Dipta yang tega membuat Dinar menunggu lama.
"Capek gue nunggu." Dinar menampilkan ekspresi lelah ketika Dipta berhenti di depannya, membuka kaca helm fullface dan tersenyum dari mata.
"Maaf. Tadi Andre ngajak ketemu."
"Ngapain?" tanya Dinar spontan.
Detik berikutnya, Dinar mengernyit membodohi diri. Untuk apa juga dia sampai harus penasaran dengan Dipta.
"Lupain. Terus, ini kita mau kemana?"
"Beli gitar." Lagi-lagi Dipta tersenyum dari mata.
Helm fullface itu menutupi senyum manis Dipta yang hanya meninggalkan bulan sabit di matanya.
"Di mana? Gue laper, Ta. Bisa makan dulu nggak?" pinta Dinar tak peduli malu.
Dipta terkekeh dan mengangguk. "Kita cari tempat makan."
"Sekarang?"
"Besok?"
Wajah Dinar bengong. Makin membuat Dipta terkekeh dan menggeleng. Cowok itu lantas memberikan helm fullface tanbahan untuk Dinar.
"Makan apa?"
"Terserah, yang penting nasinya banyak!" ucap Dinar mantap, lalu naik ke boncengan Dipta.
Motor sport itu melaju dengan kecepatan standar. Membelah kemacetan dengan lewat jalan tikus yang tidak dihapal Dinar meski cewek itu tinggal lama di kota tersebut.
"Ini lewat mana, Ta?" tanya Dinar berteriak.
"Lo keberatan makan pecel lele?" tanya Dipta balik. Kini cowok itu menyetir dengan satu tangan.
"Nggak!"
"Nasi uduk?"
"Pecel lele nasi uduk?"
Dipta mengangguk dan Dinar tak bersuara. Cewek itu hanya mengacungkan jempol di samping wajah Dipta yang langsung tancap gas.
Perjalanan sore hari dengan motor sport Dipta yang sudah sering dialami Dinar. Bahkan, Dipta sampai punya helm tambahan yang dulu sempat dibeli sampai Dinar merasa tak enak. Helm tambahan yang tidak bisa dipakai sembarangan oleh orang lain, karena di belakang helm itu terukir tulisan MINE - dinar.
Dulu Dinar bahkan sampai takut karena dibelikan helm secara cuma-cuma oleh Dipta. Sampai memiliki ukirannya pula. Namun, kini Dinar bisa menerima hal itu sejak Dipta sering mengajaknya jalan mengenakan motor sport. Meski di rumah memiliki mobil, Dipta tipe cowok touring. Kemana pun tempat yang ingin dituju, jauh atau dekat, hujan atau panas, Dipta selalu menaiki motor.
"Ta, emang bisa bawa gitarnya nanti?"
"Bisa."
"Pasti lo ajak gue biar jadi orang yang bawa-bawa gitar di belakang, 'kan?" tuduh Dinar membuat Dipta terkekeh.
Cowok itu kembali melepas satu stang. Menepuk bagian samping kaki Dinar sambil berkata, "Gue mau lo jadi orang pertama yang tau gue beli gitar."
"Emang kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us [ complete story ]
Teen FictionDipublish 31 Juli 2022 • ddr • tamat 2 Maret 2023 Terjebak dalam sebuah tawuran antar pelajar, belum pernah terbayangkan di hidup Dinar yang setahun lagi lulus SMA. Pengalaman buruk yang membawanya berurusan dengan dua cowok populer-yang bahkan sebi...