40.

156 40 16
                                    

Badannya memutar. Tangannya pun terentang dengan posisi dansa sempurna. Dinar bak terhipnotis lagu dari earbud yang dipakainya, Dandelions. Bahkan, dirinya tak malu berdansa di sepanjang koridor sekolah menuju tangga gedung IPS. Ditambah, Dinar sengaja berangkat lebih pagi demi mengunduh drama Korea favoritnya menggunakan wifi sekolah.

Gerakan dansa selesai. Dinar menaiki anak tangga sambil terus menggumam lagu Dandelions sebelum berganti ke lagu berikutnya.

Gedung IPS masih sepi. Baru ada beberapa siswa yang terlihat. Justru kondisi seperti itu lah yang Dinar butuhkan. Buru-buru dia membuka HP. Mencari salah satu aplikasi dimana Dinar bisa mengunduh drama Korea sepuas hati. Begitu wifi tersambung, drama diunduh, Dinar masuk kelas dan membanting tasnya ke kursi. Dirinya tak langsung duduk, memilih pergi keluar kelas masih dengan mulut bernyanyi lirih. Pandangan Dinar mengeliling saat berdiri mepet ke balkon depan kelasnya. Dari situ, Dinar bisa mengecek siapa saja yang ingin naik gedung, berjalan di koridor, duduk di kantin karena area kantin memang searah lurus dengan tangga gedung IPS. Namun, nyanyian Dinar perlahan makin lirih hingga berhenti melihat Idang muncul dari lorong pemisah gedung IPS-IPA, dan berlari menaiki tangga.

Dinar melepas earbud lalu menyimpannya ke saku seragam. Melihat Idang buru-buru bahkan melewatinya begitu saja untuk pergi ke balkon depan kelas IPS 6. Dinar terheran. Sambil menggaruk pelan pelipisnya, Dinar mendekati teman sekelasnya itu dan menepuk pundaknya.

"Ngapain, Dang—emh!"

Dinar melotot. Mulutnya dibekap Idang yang langsung berbalik menghadap kelas IPS 6.

"Emmm."

"Diem dulu!" bisik Idang membuat Dinar berhenti protes.

Menunggu beberapa saat, Idang baru melepas bekapan tangannya dan kembali mengamati koridor bawah. Membuat Dinar penasaran dan mengikuti apa yang dilakukan Idang.

Tidak ada siapa-siapa kecuali cowok kacamata yang kemarin ada di kelas IPS 4. Mendongak ke arah Dinar dan Idang yang masih berada di balkon sambil membenarkan kacamatanya, lalu pergi dengan wajah kusut.

"Lo kenal dia, Dang? Anak kelas IPS 4 ya kalo nggak salah? Gue liat dia pas pegangin kursi buat Dewo," tanya Dinar kemudian.

"Hem. Anum Baraka, anak baru di IPS 4."

"Baru? Iya sih gue baru liat sekali, tapi gue nggak sadar kalo ada anak baru di IPS."

Idang menoleh. "Fokus lo cuma ke Dewo."

"Apa sih!" Dinar menyingkirkan tangan Idang yang berhasil menoyor jidat cewek itu.

"Emang lo tau dari lama kalo Anum Baraka siswa baru, nggak juga kan??" tagih Dinar mengikuti Idang yang jalan ke kelas mereka.

"Dari dulu gue ladang informasi ya, kutil!"

"Bo'ong banget! Lo aja nanya nama dia waktu itu."

"Pas itu gue lupa siapa namanya."

"Ngeles mulu kayak bajaj!" cibir Dinar yang tiba-tiba sadar tentang sesuatu.

Ini adalah momen pertama kalinya Dinar bisa jalan bersisian dengan Idang. Sambil mengobrol dan bercanda. Padahal, selama hampir tiga tahun mereka selalu satu kelas.

"Dang, lo nggak berangkat sama Dewo?"

"Sama Dewo lah."

"Mana orangnya?"

"Main ke IPA."

Dinar mendadak berhenti tepat saat mereka sampai depan kelas. Matanya menyipit curiga. "Oh, ketemu Inka."

Idang yang melirik heran lantas memperlihatkan ekspresi jijik. "Siapa elu?"

Setelah itu Idang pergi memasuki kelas. Meninggalkan Dinar yang masih berdiri di ambang pintu kelas.

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang