03

390 63 6
                                    

Terkadang, yang kupikirkan hanyalah kamu - heat waves


Between Us • ddr [publish 31 Juli 2022]

Gang belakang sekolah sepi. Nuansanya masih sama seperti saat Dinar curiga tentang jalanan tersebut, yang pada akhirnya memang tercipta keributan besar.

Di belakang Dinar yang berjalan pincang, Dewo ada seperti mengawasinya. Di sekolah tadi cowok itu mengancam kalau Dinar tidak bisa jalan cepat, Dewo enggan menemaninya melewati gang belakang sekolah. Kenyataannya, justru berbeda dari yang diomongkan.

Sepinya gang bertambah ketika Dinar sama sekali tak berniat mengajak bicara cowok di belakangnya. Hanya jalan pelan. Mencari toko yang dimaksud untuk membeli sabun. Toko yang sebenarnya adalah langganan Rika. Nuansa itu justru mengerikan. Dinar kesal, kenapa Dewo harus menjadi Dewo yang tak tersentuh sejak cowok itu masuk SMA.

"Mana warungnya?"

Dinar menoleh. Dengan kedua tangan ada di saku kanan-kiri celana, slayer batik biru dongker ada di lehernya dan jaket jeans belel warna hitam yang lebih mendekati abu-abu gelap, Dewo menatap Dinar. Mereka berhenti.

"Di ujung, Wo."

"Sebelumnya juga ada warung, kenapa harus yang ujung?"

Hah, emang iya?

Merasa sangat malu, Dinar tak menggubris pertanyaan Dewo. Balik badan, lalu melanjutkan langkah pincangnya dan kini lebih cepat.

Bisa-bisanya, Dinar tidak sadar kalau ada warung yang sudah dilewati sebelumnya. Kenapa juga Dewo tidak menyuruhnya berhenti tadi? Kalau sudah begini, Dinar yang malu. Namun, anehnya Dewo tetap mengikuti kemana Dinar pergi. Tidak menuntut jawaban dari pertanyaanya tadi. Dinar jadi berpikir, manusia se-aneh Dewo bisa-bisanya hidup, bernapas, sampai belajar dan satu sekolahan dengannya. Padahal, dulu saat masuk SMA Dharma pertama kali, dia ingat, berada di tengah ratusan anak MOS di lapangan olahraga, Dinar enggan membayangkan harus terlibat masalah dengan cowok-cowok populer. Sadar diri bahwa parasnya biasa saja, kepintarannya rata-rata, gaya bertemannya pun tidak seasyik teman lainnya. Jadi, kalau saat ini Dinar harus berurusan dengan salah satu—bahkan dua cowok populer, Dinar heran. Sangat heran!

Langkah Dinar memelan. Tiba-tiba saja di ujung gang ada suara motor Dipta yang baru kemarin dihapalnya setelah mengantar pulang. Cowok itu terlihat barusan menurunkan seseorang di depan rumah. Otomatis Dinar berhenti. Menyipit dan berusaha teliti tentang siapa cewek yang barusan diantar pulang oleh Dipta.

Bukannya Retha?

"Iya, kok, itu beneran Retha!" tebak Dinar mengiyakan batinnya, mengenali.

Anehnya, Dinar tidak kunjung melanjutkan langkah meski Dipta sudah terlihat memundurkan motor, bersiap tancap gas lagi.

Tubuhnya hanya terpaku untuk lima detik setelahnya. Entah ada angin apa, Dipta yang harusnya tidak menoleh ke kanan—ke arah Dinar berdiri—justru menoleh. Dinar tidak tahu ekspresi apa di wajah Dipta karena helm fullface menutupinya. Tapi, Dinar jamin kini pipinya memanas begitu Dipta tiba-tiba melambai ke arahnya.

Dinar menahan napas. Pipinya makin panas begitu sadar kalau kanan-kirinya tidak ada cewek lain yang mungkin beruntung mendapat lambaian tangan itu. Dia lantas membalas lambaiannya, sedikit ragu, sebelum Dipta pergi dengan motor ninjanya.

"Jangan keburu Ge-Er," ucap Dewo mematahkan alur rona di pipi Dinar.

Gue lupa ada Dewo!

"Ayo, jalan! Dah deket warungnya."

"I-iya ini jalan, kok. Sabaran dikit!" Dinar menggerutu. Sekarang Dewo jalan mendahului. "Tunggu, Wo!"

"Gue dah bilang, kalo lo nggak bisa cepet, gue tinggal."

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang