Duduk di salah satu kursi tunggu ruang guru. Dinar menatap sekumpulan adik kelas yang tengah berkumpul di pojok lapangan sekolah, di bawah pohon beringin yang teduh sambil menyeruput es teh manis. Tiba-tiba Dinar teringat interaksi Dewo dan Inka tadi di kantin. Dengan mereka yang berbagi sedotan es jeruk.
Entah kenapa pikirannya tak henti memikirkan satu sedotan yang dipakai Dewo dan Inka. Mereka secara tidak langsung berciuman. Sejauh itu Dinar berpikir. Sampai tidak tahu harus heran atau tertawa aneh.
"Perasaan biasa aja gue nyomot sedotan Indri apa Ibet," gumam Dinar lirih.
"Dinar?"
Yang dipanggil tergagap, lalu berdiri sigap. Guru matematika yang tadi sempat berpapasan dengan Dinar di lorong kantin, sempat berpesan agar Dinar ke ruang guru pukul 1. Mengambil lembar tugas karena Pak Yanuar sendiri berhalangan hadir.
"Dikumpulin pulang sekolah, Pak?"
"Harus!"
Dinar melirik was-was. "Ini ... soalnya beranak-pinak, Pak."
"Lho, ya memang harus begitu."
Lagi-lagi lirikan Dinar bertambah was-was. Kalau sudah menyangkut eksak, otaknya ingin pingsan berjam-jam.
Dinar nyengir garing. "Hehe, harus."
"Harus! Pokoknya nggak ada tapi-tapi, harus kumpul tepat waktu, harus ditulis tangan secara rinci dan rapi, plus—"
"Harus disertakan tanda tangan di akhir lembar jawab," lanjut Dinar yang hapal aturan guru matematikanya.
Pak Yanuar tersenyum. Lelaki kurus pendek dengan tatanan rambut tipis yang klimis, mirip pemeran Jiang Bao di film Kung Fu Hustle, menatap Dinar aneh.
Buru-buru Dinar mengangguk dengan senyum garing. "K-kalo gitu saya pamit balik kelas, Pak."
"Oke, harus. Hati-hati, oke?"
Dinar balik kanan. Berjalan cepat sebelum Pak Yanuar memanggilnya lagi—entah memberi perintah tambahan atau tatapan seperti orang mabuk yang Dinar benci.
Ada-ada saja tipe guru di SMA Dharma yang pernah Dinar ajak interaksi. Pak Yanuar sendiri masih tergolong agak aneh. Guru ter-aneh versi Dinar sendiri jatuh pada Pak Handi. Guru Sosiologi yang punya gigi kelinci terlalu maju melebihi garis mulut. Setiap menerangkan pelajaran selalu membawa hujan badai secara mendadak. Terlalu senang mengucapkan kata "Ya, 'kan?" secara berulang dalam satu kalimat. Dengan rambut jambul dan kacamata besar yang hampir menutupi seperdelapan wajah kecilnya, Pak Handi memang guru ter-aneh versi Dinar.
Menaiki anak tangga gedung IPS kelas 12, Dinar dibuat geleng-geleng mengingat tipe-tipe guru aneh tadi.
"Din!"
Hampir anak tangga terakhir dipijak Dinar. Seseorang memanggil dari lantai bawah.
Dinar mengernyit. Cowok tinggi dengan tingkat kegantengan hampir maksimal. Sedikit menyamai Dewo dan Dipta. Hanya saja, cowok satu ini selalu punya imej rapi, karismatik dan tegas.
"Bisa turun bentar?"
Mau tidak mau Dinar mengangguk patuh.
•
Between Us • ddr [publish 31 Juli 2022]
•"Kenapa ya, Kak?"
"Kak?"
Dinar melipat bibir. Tidak berani menatap cowok di depannya yang barusan mengajaknya ke depan perpustakaan. Lorong itu sepi. Sangat cocok untuk tempat ngobrol rahasia.
"Em ... Ndre?"
"Better." Andre mengangguk. Kedua tangannya dilipat di depan dada. Ia lalu celingukan ke kanan-kiri sebelum maju selangkah mendekati Dinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us [ complete story ]
Teen FictionDipublish 31 Juli 2022 • ddr • tamat 2 Maret 2023 Terjebak dalam sebuah tawuran antar pelajar, belum pernah terbayangkan di hidup Dinar yang setahun lagi lulus SMA. Pengalaman buruk yang membawanya berurusan dengan dua cowok populer-yang bahkan sebi...