23.

147 39 11
                                    

Sebuah instastory itu tertahan di layar HP Dewo. Ia berpikir, sedikit menyambungkan beberapa ingatan tentang foto yang dijadikan instastory Dinar. Sebuah foto hitam putih dari sebagian body gitar, dengan caption "new thing".

Dewo menggigit bibir bawahnya berpikir. Lalu layar HP berubah ke panggilan masuk dari kontak bernama Dinar. Buru-buru Dewo mengangkatnya.

"Halo, Wo?"

"Di mana?" tanya Dewo to the point.

"Rumah. Kenapa malem-malem nelpon?"

"Mana Dipta?" tanya Dewo balik.

Hening jadi jeda beberapa saat. Dewo yang setengah jam lalu sudah pulang dari main di rumah Idang, memilih menghabiskan beberapa rokok di ruang tengah rumahnya. Dewo berdiri dari posisi awal yang duduk di sofa. Memerhatikan tanaman anggrek kesayangan ibunya dulu yang ajaibnya masih hidup sampai sekarang.

"Kenapa nanya Dipta ke gue?"

"Gue nggak bisa hubungin Dipta tadi."

"Oh, masih di jalan. Barusan beres anter gue pulang."

Dewo manggut-manggut. "Oke kalo lo aman."

"Maksudnya?"

"Dek, udah pulang? Sampe malem banget mainnya."

"Iya, Ma, maaf."

Dewo termenung. Tanpa pikir panjang ia mematikan sambungan telepon. Tidak mau mengganggu Dinar yang sudah berkumpul dengan ibunya. Ia beralih ke direct message dan mengetik beberapa kata untuk dikirimnya ke Dinar. Tak menunggu lama Dewo mendapat balasan.

athaliadinar
Kalo gw nggak mau?

andaru
Gue jemput

athliadinar
👎


Dewo tersenyum dengan balasan Dinar. Ia kembali membalas pesan dengan emotikon juga.


andaru
👌 ?

athaliadinar
Dipta jmput gw bsk


Pandangan Dewo terpaku pada balasan terakhir Dinar. Ia mengetik ok sebagai penutup obrolan sebelum mematikan layar HP dan lanjut menghabiskan rokok. Kali ini Dewo kalah cepat. Tidak punya kesempatan bagus karena harus menerima kenyataan kalau Dipta sudah di jalur depan.

"Bang, sibuk?"

Dewo menoleh. Faisal berdiri takut di samping pintu kamarnya yang langsung berhadapan dengan ruang tamu.

"Hem."

"Besok jadwal Isal bayar sekolah bulanan," ucap Faisal hati-hati.

Tidak ada tanggapan dari Dewo yang meneruskan merokok. Kepulan asap membumbung tinggi, entah kenapa terasa membawa beban pikiran untuk Dewo.

"Lo bisa telpon Papa."

"HP Papa ngak aktif. Isal juga khawatir-"

"Bajingan kayak dia perlu lo khawatirin?" tanya Dewo dengan nada sedikit tinggi.

Faisal beringsut takut. Menunduk dalam dan tidak berani membantah Dewo. Tidak ada harapan lagi, jadi Isal memilih masuk kamar tanpa bicara lebih. Membuat kepala Dewo kembali pening.

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang