36.

147 45 24
                                    

"Widih! Adonannya ngembang!"

Dinar tersenyum puas pada hasil roti dalam oven kompor buatannya. Minggu pertama dalam libur semester setelah pengumuman nilai ujian keluar, Dinar lebih sering menghabiskan waktu di rumah sambil menjajal banyak resep kue.

"Mah! Ini beneran ngembang segede itu?? Luber nanti!!" teriak Dinar sedikit panik pada bolu buatannya.

"Apinya kecilin!"

"Udah paling kecil!!"

Dinar terus mengamati perkembangan di kue bolu dalam loyang melalui kaca oven kompor. Meski muka penuh cemong-cemong adonan mengering, Dinar antusias pada setiap master piece-nya.

Perhatian Dinar baru bisa teralih ketika HP yang ada di atas lemari es, bergetar panjang dengan nama Ibet memenuhi layar. Dinar mendiamkan panggilan itu beberapa saat sebelu
m mengangkatnya, dan sapaan riang di seberang menulari senyum Dinar saat itu.

"Dinar ... Main, yuk!"

"Enggak mau ...." Dinar terkikik. Dia melirik ke oven kompornya lagi, memastikan api kompor itu menyala paling kecil sebelum ditinggalkan.

Sambil bertelepon dengan Ibet dan masih mengenakan celemek, Dinar pergi ke ruang tamu rumahnya.

"Oh, giliran gue ajak main barengan Indri juga, lo nolak. Coba kalo sama Dipta-Dewo, langsung gas nggak tuh!"

Sekali lagi Dinar terkikik. "Lo pada cemburu?"

"Sama dua begundal? Nggak lah yaw!"

"Gue nggak pernah lagi main sama Dipta, jangan ngarang lo."

"Ada kabar miring apa emang? Lo berdua putus, ya? Kayaknya si Dipta adem ayem bener nggak kayak dulu."

Dinar melempar bokongnya ke sofa ruang tamu. Memeluk bantal sofa dan mengangkat kedua kakinya naik. Dinar mencoba mencari tempat ternyaman untuk dirinya mengobrol panjang dengan Ibet.

Memang, sejak Indri memergoki isi DM Dinar dan Dewo yang banyak saling mengirim foto sebelum libur semester, Dinar mau tidak mau blak-blakan soal segala hal yang bisa Dinar ceritakan ke kedua sahabatnya. Entah itu tentang Dewo atau Dipta.

"Tapi iya, ya? Gue baru ngeh juga pas lo ngomong ini, Bet."

"Kan ...."

"Kalo komunikasi masih, kok. Dipta masih suka SMS gue, nanyain di mana, ngapain, tapi selama libur semester sekarang belum pernah ya gue diajakin pergi."

"Kalo Dewo?"

Senyum Dinar tertahan. "Hehe ...."

"Kampret lo! Sebenernya yang lo gebet si Dewo, 'kan?!"

"Nggak bisa gue lewatin orang yang bawaannya misterius gitu, Bet!" Dinar ganti posisi ke rebahan. "Lo tau? Dia satu-satunya cowok yang banyak banget ngancurin ekspektasi gue, bikin gemes!"

"Contohnya, cyin!"

"Pas gue bosen, gue beraniin ajak main Dewo malahan dia nolak. Kalo gue hype abis dengan kirim PAP ke dia, cuma dibaca aja, Bet. Bales sih ... tapi besoknya!"

Ibet terkikik di seberang. "Perlu nggak sih gue panggil Indri sekalian?"

"Jangan ganggu orang kencan, Ibet!"

"Oke, oke. Tapi gue liat-liat storygram Dipta lebih banyakan dia main sama temen-temennya. Sama Dewo juga, sih! Nggah heran lah gue kalo dia banyakan ngancurin ekspektasi lo!"

"Kok gitu?"

"Orang dia mainnya sama Dipta juga! Se-Dharma juga tau dari awal lo deketnya sama Dipta ketimbang Dewo, jamet."

Between Us [ complete story ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang