➳ e l e v e n ✧

46 7 0
                                    

Haruto menatap pintu di depannya dengan pandangan sayu. Matanya memerah dengan kantung mata yang terlihat jelas.

Wajahnya pun nampak pucat. Beberapa hari ini dia tidak bisa tidur, alhasil begadang dan terus seperti itu hingga pagi ini.

Libur sekolah seharusnya bisa ia gunakan dengan baik untuk bermain bersama kawan-kawannya atau untuk sekedar tidur hingga siang hari.

Tapi tidak—Haruto lebih memilih berangkat pagi-pagi buta menuju ke rumah sakit. Menjenguk Rei, yang sudah ia anggap sebagai saudari kandungnya sendiri.

Kalau tidak salah, hari ini pamannya tidak akan bisa menemani Rei. Jadi, Haruto akan menggantikannya meski ia tahu jika Rei tidak akan menyadari hal itu. Gadis itu masih setia dengan komanya.

Namun, apa yang dilihatnya setelah pintu terbuka sangat tidak terduga.

Rei tengah bercanda ria dengan ayahnya, bahkan ada Wonyoung dan Bin juga.

"Rei!!" pekik Haruto dengan suara bariton-nya yang mengejutkan semua orang.

Rei sontak menoleh dan tersenyum manis lalu merentangkan tangannya. Haruto mendekat dan langsung memeluknya.

Pemuda itu memeluknya erat, sangat erat."Syukur lo udah bangun..." gumam Haruto bahagia. Ia sampai menangis.

"Yes, karena kalian semua pengen aku bangun." balas Rei.

"Gue kangen, kangen lo yang rewel kalo mau apa-apa."

"Gue kangen banget ketemu lo di sekolah—liat lo yang juga ngeliat gue."

Haruto melepas pelukannya dan mengusap rambut Rei,"Jangan tidur lagi ya? Gue takut lo lama lagi bangunnya."

Ayah Rei tertawa kecil lalu menepuk bahu Haruto.

"Jangan kayak gitu lah Ru, gimana pun juga, Rei butuh istirahat." Rei terkekeh geli dan mengangguk.

"Aku janji gak akan tidur lama-lama lagi!" tukas Rei, ia menatap semuanya."Rei udah baikan! Liat, Rei jadi kuat lagi sehabis bangun tidur!" katanya sambil menunjukkan otot lengan yang ditutupi oleh bajunya.

Wonyoung dan Bin menatapnya dengan pandangan berkaca-kaca namun senyum bahagia.

Saat ditelpon oleh ayahnya Rei pagi tadi, mereka diberitahu jika Rei sangat ingin menemui keduanya begitu sadar.

Mereka ketakutan, namun juga merasa senang.

Tapi Wonyoung tidak bisa mengontrol air matanya dan menangis di belakang tubuh Bin yang berusaha keras untuk menyembunyikannya. Ia juga menahan tangis.

"Re-Rei...cepet ke sekolah lagi ya? Semuanya nanyain lo terus." ujar lelaki itu dengan suara bergetar.

Rei mengangguk patuh.

"Rei bakalan masuk sekolah secepatnya, Bin!" lalu Rei menoleh pada ayahnya,"Boleh kan pah? Besok Rei boleh langsung masuk ke sekolah ya?"

"Tanya dokter Changmin dulu ya?"

Ayah Rei mengelus rambut putrinya dengan lembut."Kalo udah dibolehin, Rei bisa ke sekolah kok besok."

"Hum! Sekarang Rei boleh pergi keluar gak sama Bin sama Wonyoung?? Rei bosen di kamar ini terus." pinta Rei setengah berkeluh.

"Gue kok gak diajak?" Haruto mengerutkan keningnya agak tak terima.

Rei menggeleng dengan senyuman kecil.

"Ruto nanti aja! Sekarang Rei mau sama Wonyoung sama Bin dulu." Rei buru-buru turun dari bangsal dan membuat mereka semua panik.

Tak lama, Rei mengajak Wonyoung dan Bin untuk keluar dari sana. Meninggalkan Haruto dan ayahnya yang kemudian menghela nafas panjang.

"Suatu keajaiban.." ucap ayah Rei pelan."Bisa melihat Rei ceria lagi, dan tertawa kayak tadi. Om pikir, ini mimpi." pria paruh baya itu mengusap air mata yang jatuh menyentuh kulit keriputnya.

Ia menarik nafas dalam sekali lagi."Semoga, semua ini dapat bertahan untuk waktu yang lama."

"Semoga aja, om..." Haruto ikut berharap.

Tak ada harapan lain yang sebesar ini. Haruto hanya ingin agar Rei hidup untuk waktu yang lama. Menemaninya juga pamannya hingga mereka sama-sama menua.













































"Rei, jangan lari-lari!" teriakan Haruto menggema di lorong sekolah.

Ia sibuk memperhatikan langkah Rei yang kelewat bersemangat. Rei berlarian sambil menyapa semua anak yang ia lihat.

"Hai!"

"Hei, pagi!"

"Halo!"

"Hai—akh!"

Gadis itu tersandung kakinya sendiri, dan hampir terjatuh. Namun beruntung, dari depan ada Yeonkyu yang segera menahannya.

Pemuda itu datang dari arah berlawanan bersama Jungwon.

"Are you okay? Eh, by the way, welcome back to school." ucap Yeonkyu sambil tersenyum kecil.

Ia membantu Rei untuk kembali berdiri normal. Rei tersenyum dan mengangguk."Gue gak papa! Makasih ya, temannya Haruto!"

Yeonkyu terdiam lalu tertawa pelan. Ia menoleh pada Jungwon, dan Jungwon memberinya cengiran aneh.

"Nama gue Kim Yeonkyu, gue Yeonkyu." sahut Yeonkyu.

Rei bergeming. Ia menatap kosong ke depan. Yeonkyu dan Jungwon otomatis memutar kepala mereka mengarah ke belakang, apalagi Haruto juga menampakkan raut wajah datar.

Oh ternyata, ada Junhyeok dan seorang gadis. Itu wakil ketua kelas, Seol Yoona, tapi hampir semua orang memanggilnya Sullyoon.

Gadis itu sangat cantik, Rei mengakuinya. Dan melihatnya berjalan berdampingan dengan Junhyeok membuatnya merasa sakit.

Tapi, Rei juga lupa...dengan apa yang membuatnya seperti itu.

Dan tak lama, ia ingat kembali.

Oh iya...gue sayang Junhyeok...Ish, kanker sialan! Gue hampir aja lupa sama orang yang gue sayang!

Sullyoon mempercepat langkahnya ke arah mereka.

"Hei, Rei! Udah sembuh??" tanyanya lalu memegang bahu Rei lembut.

Rei mengerjapkan matanya pelan, ia menggeleng kecil dan tersenyum kaku."I-iya, gue udah baikan."

Sullyoon tersenyum lembut. Ia ikut senang, beberapa hari lalu saat ikut anak sekelas menjenguk Rei ke rumah sakit, mereka semua mendapatinya masih dalam keadaan koma.

Gadis itu kemudian menghadap Yeonkyu dan Jungwon.

"Won, ini daftar nama-nama anak kelas gue. Udah semuanya ini." katanya sambil menyerahkan selembar kertas pada Jungwon.

Jungwon mengangguk-angguk kecil.

"Okay."

Junhyeok langsung menarik tangan Sullyoon tanpa mengatakan apa-apa.

"Eh, Jun—gue—"

"Ayo buruan, gue laper."

Keduanya menjauh, dan Junhyeok masih tidak perduli dengan perasaan Rei.

Rei melemas, bahunya jatuh. Ia tidak se-semangat tadi. Tak lama, pipinya basah oleh air mata.

Tapi tangannya juga langsung ditarik oleh Haruto.

"Jangan nangisin dia, air mata lo terlalu berharga."

Because of you[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang