➳ t h i r t y f i v e ✧

29 9 0
                                    

Setelah penuh pertimbangan, Yeonkyu akhirnya kemari.

Dia berdiri sebentar di hadapan gedung rumah sakit yang sebelumnya sudah ia kunjungi saat gadis pujaannya masih terdengar sakit keras.

Namun kini ia harap, Rei sudah membaik. Yeonkyu pun masuk ke dalam sana dan melangkah pelan menuju ke kamar inap Rei yang kalau tidak salah diingatnya berada di lantai 3.

Tetapi setelah sampai, di kamar itu sudah tidak ada siapapun.

Yeonkyu menghela nafas.

"Kayaknya udah pulang." gumamnya melihat tak ada satu pun barang milik Rei disana.

Yeonkyu pun bersiap untuk pergi keluar tetapi matanya menangkap refleksi cahaya matahari yang memantul dari sebuah logam di atas nakas yang berdekatan dengan jendela.

Cowok itu menyipitkan matanya kemudian mendekati nakas itu. Iris hitamnya menemukan sebuah kalung dengan bandul dan ada ukiran nama seseorang disana.

"Rei..."

Tanpa aba, Yeonkyu mengambilnya kemudian keluar dari kamar itu. Dia akan kembali turun ke lantai satu. Namun saat hendak masuk lift, Yeonkyu melihat Haruto.

Dia langsung bersembunyi dibalik tembok.

"Makanya kalo apa-apa tuh, periksa dulu! Kebiasaan banget lo mah." misuh cowok tersebut pada seseorang yang ada di seberang telepon yang saat ini sedang terhubung dengannya.

"Ya kalo benda itu emang penting, harusnya lo urus lebih dulu!"

"Iya, Rei, iyaaaa!"

Haruto berdecak kemudian bergegas pergi ke kamar Rei. Yeonkyu duga, mungkin saja Rei menyadari jika kalung miliknya tertinggal.

Tapi Yeonkyu tidak akan dengan bodohnya menyerahkan benda itu pada Haruto. Dia hanya memperhatikan saat Haruto kembali keluar sambil mengusak surainya.

Wajahnya terlihat gusar."Gak ada Rei."

Setelahnya, Haruto mendesah frustasi.

"Iya-iya, ini gue cari lagi." setelah itu, dia masuk lagi.

Merasa sudah puas, Yeonkyu pun pergi dari sana, turun ke lantai satu dan pulang ke rumahnya. Semalaman dia tidak berada di rumah, mumpung ayahnya juga sedang tidak ada.

Tadi dia menghubungi kakaknya, sang ayah juga belum pulang.

Di mobil, Yeonkyu terdiam. Dia memperhatikan kalung Rei yang kini di genggamnya. Memutarnya beberapa kali sembari mengamatinya.

Yeonkyu pun mengambil ponsel pintar miliknya dari dashboard mobil.

"Halo..?"

Dari seberang telepon, terdengar suara seseorang menyapa setelah Yeonkyu mendial sebuah nomor.

"Halo, kak Soojin, gue mau pesen perhiasan."

"Widii, tumben. Buat siapa nih?"

Yeonkyu tersenyum kecil sebentar.

"Gue mau dibuatin kalung, bahannya harus yang berkualitas, jangan yang imitasi. Bandulnya, tolong bentuk matahari ya. Warnanya perak, di bandulnya kasih satu permata warna oranye."

"To the point banget—tapi, oke dah. Nanti kalo udah jadi, gue hubungin lo lagi."

"Oke." setelahnya, Yeonkyu menutup telepon itu.

Pemuda itu menghela nafas pelan lalu menaruh kembali handphonenya di dashboard. Sementara kalung tadi di masukkannya ke dalam saku.

Mobil Yeonkyu pun mulai melaju keluar dari area parkir rumah sakit, dan keluar dari rumah sakit tersebut.





































Haruto memarkirkan mobilnya di halaman rumah Rei yang luas. Pemuda itu keluar dari mobil lalu menyugar rambutnya pelan.

Dari pintu rumah, Rei keluar dengan mata berkaca-kaca. Dia berlari menuju ke arah Haruto yang juga menghampirinya.

"Gak ada ya?" tanya Rei, terdengar jelas menahan tangis.

Haruto menghela nafas.

"Maaf ya Rei, tapi tuh kalung mau gue cari sampe sepuluh kali pun gak ketemu. Lo yakin ketinggalannya di kamar inap lo? Bukan di mobil Junhyeok?"

Rei mengerucutkan bibirnya. Ia menggelengkan kepala pelan.

"Udah lo tanya?"

"Nomornya....udah gue blokir."

Karena terkejut, speechless, tanpa sadar Haruto mengatai."Tolol."

"Ih!!"

Bugh!

"Aduh!"

Rei tadi memukul Haruto."Kasar lo sama gue!!" cebik gadis itu.

Haruto meringis pelan dan mengusap dadanya yang dipukul Rei dengan kuat.

"Ya abisnya, lo bikin gue gak percaya. Rei," Haruto maju hingga hanya menyisakan jarak beberapa centi yang membatasi wajahnya dengan Rei.

Cewek itu baru saja mau mundur, tetapi wajahnya di tahan oleh kedua tangan Haruto.

"INI BENERAN LO KAN??! Kok lo bisa gitu—ya—ngeblokir—nomor si Junhyeok." tukasnya tak percaya.

Matanya kini memandang Rei penuh keheranan.

"Lo tau gak sih? Lo—kayak bukan diri lo sendiri sekarang Rei," cetusnya kemudian.

Haruto bukannya gak senang dengan perubahan yang terjadi pada Rei. Tapi, dia paham jika untuk bisa menjadi seberani ini melupakan seseorang yang sangat disukai, akan membutuhkan pengorbanan yang besar.

Rei sudah cukup kesulitan selama ini. Menyukai Junhyeok adalah hal yang berat, namun selama ini, perasaan itu yang membuat Rei bertahan.

Haruto khawatir, jika Rei berhenti memiliki perasaan pada Junhyeok, maka ini akan berpengaruh pada kondisi gadis itu juga.

Akhirnya, setelah diam sambil memandang Rei yang tiba-tiba murung, Haruto tahu apa yang ingin diucapkannya.

"Rei...

...Are you okay?"

Cowok itu memandang sendu sang adik sepupu. Rei sendiri menundukkan wajahnya, matanya berkaca-kaca, namun dia menyembunyikannya dari Haruto.

Tapi Haruto sudah sangat paham seperti apa sosok Rei itu. Dia mendongak kemudian menarik adiknya ke dalam dekapan erat.

"It's okay, everything will be fine."

"Can you promise?"

"No, i can't."

Haruto melepas Rei yang sudah sesenggukan, dia tersenyum kecil sambil mengusap jejak air mata di pipi gadis itu.

"Gue gak bisa janji—tapi gue bakal berusaha buat bikin semuanya baik-baik aja." tukas Haruto.

Dia kemudian mengusak surai Rei lembut. Tapi sedetik kemudian terkejut karena di telapak tangannya kini tersisa beberapa helai rambut Rei.

AstagaHaruto membatin, dia menggigit bibir bawahnya dan berusaha untuk tidak menunjukkan kekhawatiran. Haruto menarik nafas dalam kemudian mencoba tersenyum kecil.

"Udah, masuk yuk. Lo jangan sampe kelamaan diluar rumah, cuaca lagi gak bagus, ayo."

"Hum, okay."

Because of you[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang