➳ s i x ✧

51 12 0
                                    

"Kondisi Rei makin parah. Bokapnya ngasih tau gue dari hasil check up-nya kemarin."

Keempat lelaki yang mendengarkan ucapan Haruto, kompak tertegun.

"Separah...apa?" tanya Yeonkyu, hati-hati.

Haruto memijat pelipisnya perlahan, ia melihat kembali foto hasil check up Rei kemarin.

"Kankernya makin ganas, sekarang udah stadium tiga." helaan nafas dikeluarkannya.

Lelaki tinggi tersebut tidak bisa lagi berucap. Ia kelelahan dengan semua yang tuhan takdirkan pada sepupu kecilnya.

"Semoga gak cepet stadium empat," ucap Baekseung merasa prihatin.

"Kalo gitu sih, tinggal nunggu waktu." Jungwon membuat keempat temannya menoleh pada dirinya serempak.

Raut wajah Haruto menggelap, aura menyeramkan keluar darinya.

"Maksud lo apa?"

"Eh-astaga...sorry, To. Tapi, dari yang gue pelajarin, katanya kalo udah stadium tiga, cuma tunggu waktu aja sampe kankernya mencapai stadium akhir. Ah, gue gak tau pastinya sih." Jungwon jadi pusing sendiri.

Ia juga merasa takut dengan respon Haruto selanjutnya. Kalau salah bicara, bisa-bisa mereka terlibat perkelahian.

"Jalan keluarnya ya, pasti operasi atau radioterapi." Jungwon menambahkan.

Haruto kembali normal. Ia menatap teman-temannya nanar, lagi.

"Masalahnya nih bocah gak mau disuruh radioterapi. Ngeyel banget pengen kemoterapi aja." tukasnya sebal.

"Kasian," ucap Jeongwoo ikut prihatin.

Yeonkyu menatap kertas itu lagi, ia berceletuk."Kayaknya, gak perlu gue deh, To. Liat nih, tunangannya juga ada di kelas 12-2."

Keempat lelaki itu sontak kembali mengerubungi kertas tadi.

Namun karena sesak oleh para siswa lain, mereka menyerah dan teringat jika Jungwon masih memiliki salinannya karena dia memang masih menjabat sebagai ketua OSIS.

Tugasnya membantu guru untuk mengurus-ngurus hal seperti ini.

"Kalo Won Bin sama Wonyoung gak yakin bisa diandelin, ni orang lebih gak bisa diandelin." tukas Haruto merasa jengkel sendiri.

Jungwon menoleh padanya,"Mungkin kalo dia liat sendiri gimana keadaan Rei-Junhyeok bisa berubah?"

"Gak semudah itu lah." balas Jeongwoo. Baekseung berdecak pelan."Kenapa jadi tiba-tiba ngurusin rumah tangga orang?"

Haruto langsung menatap Baekseung tajam. Si empunya ketar-ketir ditempat karena merasa sudah salah bicara.

"Rumah tangga apa?" tiba-tiba saja, Rei muncul diantara mereka.

"ANYING!" pekik Baekseung, Jungwon mengusap dadanya karena ikut terkejut.

Baekseung sontak berpindah dan bergidik."Keinget mbak kunti." gumamnya.

"Jangan sekate-kate lambe lu tong!" Jeongwoo berbisik sembari menunjuk Haruto yang menatap mereka.

Wonyoung dan Won Bin pun menyusul. Wonyoung berdiri beberapa langkah dari mereka dan menyiapkan senyuman terbaiknya.

"Bin, Bin!" panggilnya pada Won Bin, sebelum maju lebih dekat."Gue....udah cantik belum?" tanya Wonyoung sembari mengulum senyum dan menyisikan helaian rambutnya ke daun telinga.

"Sshh..." Won Bin meringis pelan dan mengerutkan keningnya penuh pertimbangan."Cantik sih, cuma...ada yang belum rapi ni di muka lo."

Cowok itu langsung menepuk-nepuk pipi Wonyoung dan mengacak-acak wajahnya dengan penuh kejahilan.

"WON BIN!!!" jerit Wonyoung kesal.

Won Bin seketika ancang-ancang pergi, memasuki kelompok anak-anak yang masih mengerumuni mading. Wonyoung tetap mengejarnya, mengurungkan niat untuk menyapa Haruto dan kawan-kawan karena merasa badmood juga malu.

Rei tertawa setelah melihat adegan itu. Ia pun maju untuk melihat mading, tapi Haruto lebih dulu menarik kerah seragamnya.

"Gak usah kesana." ujar lelaki itu. Haruto melirik Jungwon, lalu mengisyaratkan agar Jungwon memberikan salinan kertas tadi pada Rei.

Jungwon langsung peka, dan membungkuk saat memberikannya pada Rei.

"Silahkan, yang mulia ratu."

Baekseung, Jeongwoo dan Yeonkyu kompak tertawa melihatnya. Berbeda dengan Haruto yang meliriknya sinis.

Rei terkekeh kecil dan mengambilnya."Makasih, eum..." ia menatap Haruto. Kini, Rei juga lupa-lupa ingat nama teman Haruto yang padahal sudah ia kenal sebelumnya.

"Yang Jungwon, mbak." tukas Jungwon, memaklumi.

"Hehehe, makasih Jungwon."

Rei membaca isi kertas itu dan mencari-cari namanya di deretan kelas 12. Ia tersenyum saat melihat dikelas mana dirinya ditempatkan.

"Haruto! Liat, gue sekelas sama Junhyeok!" ucap Rei senang.

Teman-teman Haruto menipiskan bibir. Mereka semakin yakin, jika Rei ini memang terobsesi pada si kapten tim futsal sekolah itu.

Rei tak bisa menahan senyumnya, ia benar-benar senang dan bahagia.

"Junhyeok!! Eun Hwi!!!!"

"AAAAA!! MEREKA GANTENG BANGET!!"

"Ada apa sih hari ini? Kok bisa, para pangeran sekolah kumpul semua disini."

Para gadis sekolah mereka tak kuasa menahan haru. Dikumpulkan di depan mading, lalu dihampiri oleh para pria idaman satu sekolah.

Walau yah-sebagian cuma ekspektasi.

Nyatanya, mereka-Junhyeok-Eun Hwi dan geng Haruto-kesana hanya untuk melihat mading juga.

"Gue denger, geng Haruto sama Junhyeok gak terlalu akur ya?" tiba-tiba saja ada yang berbisik seperti itu.

Hal ini mengundang bisikan lain muncul, dan bertambah banyak. Banyak yang mengarahkan akar permasalahan ini pada Rei.

Tak sedikit pula yang menambahkan cerita-cerita yang belum tentu kebenarannya tentang kedua kelompok itu.

Kelompok Junhyeok dan Haruto.

Junhyeok dan Haruto sempat berpapasan, saling melirik tajam dan sengit.

"To, ayo ke kelas." Jeongwoo langsung mengajaknya pergi.

Haruto tak pergi sendiri. Pemuda itu langsung menyeret Rei, yang awalnya hendak menghampiri Junhyeok.

Sekarang, Junhyeok sudah dikelilingi oleh para fansnya.

Berbeda dengan Junhyeok dan beberapa anak futsal lain-termasuk Eun Hwi-Haruto dan teman-temannya secara terang-terangan menolak untuk dielu-elukan.

Mereka tampak tak terlalu menikmati bagaimana rasanya dikelilingi para penggemar seperti idola.

Kalau kata Baekseung,"Sesak-kayak liat si doi sama gebetannya."

"Ta-tapi, Junhyeok-" Rei gelagapan, mencoba melepaskan diri dan menghampiri Junhyeok.

Tapi Haruto tetap kukuh dengan tindakannya. Mulai sekarang, akan ia jauhkan kedua orang itu, bagaimana pun caranya.

Because of you[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang