➳ e i g h t e e n ✧

32 5 0
                                    

Sejak kejadian itu, sebuah berita menggemparkan mulai menyebar di SMA tempat Rei bersekolah.

"Rei akhirnya mulai ngejauh ya dari Junhyeok?"

Tidak, tidak seperti itu ceritanya. Sayangnya, kurang lebih Rei mengurangi intensitasnya saat mendekati Junhyeok di area sekolah.

Banyak waktunya yang ia lalui bersama Wonyoung, Bin dan Yeonkyu. Yeonkyu pun kini lebih sering menghabiskan waktu bersama ketiganya.

"Menurut gue, Junhyeok keren banget pas main basket." ujar Rei—memperhatikan Junhyeok dari kejauhan sambil merobek dedaunan kering di sekitarnya.

Yeonkyu menemaninya, pemuda itu menurunkan sedikit buku yang tengah dibacanya dan menatap Junhyeok yang kini tengah bermain tenis.

"Tapi dia gak lagi main basket,"

"Ya...maksud gue tuh, kalo dia lagi main basket gitu Kyu."

"Oh," Yeonkyu tertawa kecil.

"Gue dulu bisa main tenis," Rei menerawang, mengingat masa kecilnya,"Lo tau? Bahkan yang ngajarin Junhyeok main tenis itu gue." katanya sambil bertopang dagu.

"How about basket?"

"Gue gak suka main basket, gue gak bisa soalnya."

"Dulu lo gak separah ini ya? Bentar-bentar ke rumah sakit, bentar-bentar check up, bentar-bentar dirawat inap."

Rei mencebik lalu mengangguk sebal,"Iya, emang hidup gue gak adil!"

"Pas dulu gue belum suka sama Junhyeok aja, gue masih bisa main kemana pun gue mau." ucap Rei sedih.

"Tapi sekarang..."

"Jangan sedih," Yeonkyu menaruh bukunya di kursi dan menatap Rei yang kembali melempar pandangan ke arah Junhyeok,"Lo masih bisa selama lo rutin berobat."

Rei ikut memandangnya dan tersenyum kecil,"I know. Thank you."

"Acieee, berdua aja nih!!" Wonyoung dan Bin tiba-tiba muncul. Duduk diantara Rei dan Yeonkyu.

Bin sih masih ada sopannya, dia memilih untuk duduk disamping Yeonkyu yang masih kosong. Berbeda dengan Wonyoung yang sengaja berdesakan diantara Rei dan Yeonkyu.

Rei sampai harus menurunkan kedua kakinya yang awalnya terlipat di atas kursi.

"Nih makan!" ujar Wonyoung sumringah. Dia memberikan sebungkus roti pada Rei, juga sekotak susu cokelat.

Bin pun menyerahkan makanan yang dititip Yeonkyu sebelumnya. Keduanya kompak mengucapkan 'terima kasih' yang mengundang gurauan geli dari Wonyoung.

"Cie-cie barengan nih yee~" celetuk Wonyoung sambil menatap mereka bergantian.

"Apaan sih lo cie-ciean mulu." gumam Rei sambil tertawa kecil. Yeonkyu tidak banyak berkomentar, begitu pun Bin yang sibuk mengunyah burgernya.

"Menurut gue nih ya, rasa yang pernah ada itu lebih enak dari pada rasa burger yang gak pake saos tomat ini." celetuk cowok tinggi itu secara random.

Wonyoung mengangguk-angguk sambil berusaha keras menyingkirkan helaian rambut yang tertiup angin dan menutupi wajah serta mulutnya.

"Aduh anying-susah amat mau makan doang!!" gerutunya kesal.

Bin dengan sikap durjana menertawakannya dengan keras."HAHAHA! ALAM AJA GAK MERESTUI KEBAB ITU MASUK KE MULUT LO!"

"APA SIH LO?! BACOT BENER! PLEH-PLEH!" Wonyoung berusaha keras memuntahkan helai rambut yang masuk ke mulutnya.

"Lo gak ada ikat rambut?" tanya Yeonkyu setelah selesai dengan makanannya. Wonyoung sontak menggeleng. Rei kemudian mengeluarkan kotak kecil, isinya karet warna-warni. Gadis itu mengulurkannya."Pake aja."

"Pakein dong, lagi tanggung nih makan, tangan gue kotor juga." pinta Wonyoung.

Tanpa diduga, Yeonkyu mengambil satu karet dan mulai mengikat rambut Wonyoung dengan telaten. Wonyoung dan Bin terkejut, Wonyoung sendiri sampai diam tak berkutik.

Rei terkikik geli,"Kenapa Won?"

"H-ha?! Gu-gue gak kenapa-napa kok!"

"UHUK-UHUK! Lo—uhuk—lancar bener modusnya!" seru Bin sampai terbatuk-batuk dan memukul pundak Yeonkyu kuat.

Yeonkyu mengusap bahunya dengan kerutan dahi bingung."Ada yang salah? Gue cuma mau bantu Wonyoung."

"Hahahahaha!!" Rei tertawa keras, tak bisa menahan diri dan menutup mulutnya yang masih mengunyah roti.

Bin pun menepuk keningnya sendiri.

"Kalo itu anak baper, lo mau tanggung jawab??"

"Apa sih?!" balas Wonyoung cepat.

"Baper? Kenapa harus baper?"

Tawa Rei dibuat semakin keras. Rupa-rupanya, lelaki yang bersikeras ingin membantunya dalam hal percintaan itu justru tak memiliki pengalaman apapun mengenai dunia cinta.

Bin menyerah dan mengangkat kedua tangannya seperti seorang kriminal yang ditangkap polisi,"Lo pinter kalo masalah pelajaran, tapi lo bego banget kalo masalah percintaan. Nyerah dah nyerah gue ngasih tau lo!"




























"Lo sama Yeonkyu belum maaf-maafan juga?"

"Buat apa? Dia bahkan sengaja ngehindarin kita. Dia sekarang bukan bagian dari kita lagi."

"Jangan gitu dong, To."

Baekseung mengusap wajahnya kasar. Pemuda itu menarik nafas dalam dan menghembuskannya kemudian.

"Bukan gini bagusnya,"

"Terus maksud kalian, gue harus minta maaf duluan gitu?" Haruto menatap ketiga kawannya datar, lantas ketiganya mengangguk."No, never." balasnya sengit.

"Lo bener-bener keras kepala." Jungwon mendengus makin jengah.

Hanya Jeongwoo yang masih memikirkan berjuta-juta cara agar kedua kawan itu lekas membaik hubungannya. Dia tidak bisa begitu saja lepas tangan atas masalah Haruto dan Yeonkyu.

Harus ada yang memulai, baru mereka bisa kembali seperti dulu lagi.

"Pada masuk kelas gak lo?" tanya Jungwon sambil bangkit berdiri ketika mendengar suara bel yang nyaring. Semuanya kompak menggelengkan kepala.

"Up gan—kapasitas otak dah penuh." jawab Baekseung sekenanya.

Jungwon kembali mendengus.

"Yaudah kalo gitu, gue ke kelas dulu."

"Jangan bikin masalah lo pada!" tukasnya tajam sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu.

"Dasar OSIS." cibir Jeongwoo.

Because of you[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang