➳ t h r e e ✧

73 16 2
                                    

Rei menatap langkah yang ia bawa. Dirinya tak tahu apa pergi kemana, tapi Rei yakin akan instingnya.

"Yeay! Junhyeok! Hwi!!"

Saat menatap kembali ke depan, ia tersenyum karena mendapati dirinya berada di lapangan sekolah.

Rei buru-buru mencari tempat duduk paling strategis untuk menonton pertandingan futsal Junhyeok.

Saat baru duduk, rupanya team Junhyeok sudah mencetak gol. Rei ikut berteriak bersama para pendukung Junhyeok yang lain.

"JUNHYEOK!!" pekik Rei senang.

Pemuda itu jadi menyadari keberadaannya. Ia berdecak saat si gadis melambai-lambaikan tangan heboh.

Beberapa fans Junhyeok juga nampak jengkel melihatnya.

Nyut

Rei terdiam dan menatap nanar ke arah lapangan. Kepalanya tiba-tiba saja pusing.

"Sshhh....aww..." ringisnya pelan. Tapi tak ada yang menanyakan kondisinya disana.

Mereka semua terlalu fokus pada permainan futsal dibawah tribun.

Rei menggelengkan kepalanya kuat lalu memukulnya pelan. Ia kebiasaan kalau mulai merasakan sakit di kepala. Pukulannya berhenti saat Haruto muncul dan menahan lengannya.

Semakin sakit rasanya, semakin kuat pukulannya.

"Bego amat sih! Harusnya kalo udah sakit tuh jangan maksain diri!" seru Haruto marah.

Barulah permainan berhenti saat ia berteriak. Pemuda itu menarik lengan Rei, tapi kemudian menggendongnya agar bisa cepat pergi.

Hal itu tak luput dari perhatian para penonton serta pemain futsal sendiri.

"Sejak kapan dia masuk sekolah, Hyeok?" Eun Hwi menghampiri sahabatnya, ia bertanya pada Junhyeok.

Junhyeok berdecak pelan, ia tak peduli. Pemuda itu melengos begitu saja dan pergi dari lapangan.

"Woy! Kok lo pergi sih?!"



































"Udah diminum obatnya?" tanya Haruto, ia berdiri di depan Rei.

Pemuda itu membawanya ke UKS dan memastikan Rei meminum obatnya dan beristirahat disana.

"Udah." sahut Rei pelan. Rei segera membaringkan tubuhnya yang terasa lemas.

Kepalanya masih sakit, ia juga merasa sesak nafas sekarang.

"Please Rei, jangan suka bikin panik kayak gini." Haruto memijat keningnya perlahan, matanya memanas saat menyentuh pergelangan tangan Rei yang mulai kurus.

"Gue tau lo suka dia, tapi bisa gak kalo lagi kayak tadi, jangan maksain diri. Dia aja gak peduli sama lo." tandas pemuda itu.

Tapi Rei tersenyum kecil,"Gue gak maksain diri, awalnya gue baik-baik aja-sampe..." Rei tak melanjutkan.

Ia menatap Haruto yang berakhir meneteskan air matanya.

"Gue gak bisa kehilangan lagi, entah itu mamah lo atau lo. Kalian keluarga gue." gumam Haruto.

"Mamah lo sayang sama gue, dan nganggap gue kayak anaknya sendiri. Gue gak mau kalau gagal nepatin janji gue ke mamah lo beberapa tahun lalu."

Haruto terisak, ia menutup wajahnya dan menangis keras dihadapan Rei.

"Ruto, maaf." sesal Rei.

Rei bangkit kembali dan segera memeluk bahu sepupunya dengan erat.

Rei menepuk-nepuk punggungnya lembut,"Gue janji gak akan kayak gini lagi." ujarnya.

"Maaf ya.."

Lalu tiba-tiba, Yeonkyu muncul. Si pemuda terkejut melihat kedua manusia itu.

Yeonkyu tertawa canggung dan menggaruk pipinya, ia menjulurkan sebungkus roti dan dua botol kecil susu berperisa cokelat.

"Jungwon titip buat lo, tadi." katanya pada Haruto.

Haruto nampak malu karena terciduk menangis. Ia berdecak lalu menyuruh Yeonkyu untuk segera pergi dari sana.

Yeonkyu pun tertawa singkat dan tersenyum pada Rei.

"Cepet sembuh Rei," ucapnya sebelum pergi.

Rei tersenyum dan mengangguk kecil,"Makasih." cicitnya.

Saat keluar dari ruangan UKS, Yeonkyu mendapati Junhyeok yang berdiri di seberang pintu. Pemuda itu tersenyum.

"Jangan masuk, kalo gak mau keluar babak belur."

Junhyeok mendengus.

"Tinggal bilang disana ada Haruto, susah amat."

"Masih untung gue kasih tau." Yeonkyu ikut mendengus.

Ia menepuk-nepuk bahu Junhyeok, lalu memajukan dirinya agar lebih dekat pada telinga lelaki itu.

"Tuhan maha membolak-balikkan hati manusia, Cheon Junhyeok. Kalo semisal nanti Rei berhenti suka sama lo, gue bisa jamin lo nyesel dan bakal ngerasain kehilangan yang lebih berat dari yang selama ini lo alami."

Yeonkyu tersenyum lagi dan pergi dari sana. Menyisakan Junhyeok yang entah kenapa merasa emosi.




















































Sepulang sekolah, Rei memilih untuk menunggu Junhyeok. Ada yang ingin dikatakannya.

"Rei, kok masih disini?" tanya Jeongwoo saat melewatinya di depan gerbang sekolah.

Rei menoleh dan tersenyum padanya,"Masih nungguin Junhyeok," jawab gadis itu.

Jeongwoo mengangguk-angguk. Agak sedikit khawatir kalau membiarkan gadis itu sendirian. Tapi dia juga sedang terburu-buru.

"Tapi sendirian aja nih?" tanyanya lagi.

Rei mengangguk. Wajahnya berseri-seri, seolah melupakan jika pada jam istirahat sebelumnya ia kembali kesakitan.

Jeongwoo tentu mengetahuinya. Ia juga heran, kenapa Rei menjadi gadis yang sangat keras kepala dengan kondisi seperti ini.

Haruto sampai angkat tangan untuk mengurusnya hari ini.

"Biar gue temenin." Jeongwoo dan Rei menoleh ke asal suara.

Yeonkyu muncul sambil tersenyum manis pada mereka. Pemuda itu mendekat dan menenteng sebuah tote bag berisi banyak buku.

"Ck ck ck, juling lo lama-lama baca buku terus." sarkas Jeongwoo.

Yeonkyu tertawa pelan."Gak papa, yang penting gue pinter."

"Pinter tapi sakit, ih goblok."

Jeongwoo berdecih. Lalu menatap Rei yang tertawa melihat interaksi mereka. Ia menepuk pundak Rei.

"Gue tinggal ya? Yeonkyu temenin lo sampe si Junhyeok keluar."

"Iya, hati-hati dijalan Jeongwoo!" Rei melambaikan tangannya pada Jeongwoo.

Jeongwoo mengangguk, lalu menepuk bahu Yeonkyu."Jagain dulu ya bro!"

Yeonkyu memberikan acungan jempol sebagai jawaban. Kedua orang itu mengamati Jeongwoo yang terus berjalan dan semakin jauh dari lokasi sekolah.

"Eh, kok dia jalan kaki sih?" tanya Rei sesaat kemudian. Yeonkyu menoleh padanya dan menggeleng kecil."Gak ada yang jemput, atau emang gak mau dijemput. Anaknya gengsian."

Rei jadi menatap Yeonkyu."Bukannya tadi pagi Jeongwoo bawa motor sendiri?"

Hah?

"Maksud lo?" tanya Yeonkyu dengan kening berkerut.

"Jeongwoo, dianter kakaknya juga tadi pagi." tukasnya kemudian.

Rei bergeming dan menatap jalanan dengan pandangan kosong.

"I-ingatan gue... makin buruk aja sekarang." gumamnya nanar. Yeonkyu tak mendengar jelas, tapi ia merasa ini adalah sesuatu yang mengkhawatirkan.

Because of you[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang