➳ t h i r t y o n e ✧

35 7 0
                                    

Seminggu sudah Rei di rumah sakit. Kali ini, kondisinya belum menunjukkan adanya kemajuan. Rei masih sama seperti saat dimana dia datang ke rumah sakit.

"Suster," Rei memanggil wanita yang sedang mengecek keadaannya. Wanita itu pun menoleh pada Rei."Iya, kenapa dek?"

"Ini tanggal 5 bukan sih?" tanyanya.

Suster itu semula tersenyum. Tetapi setelah mendengar pertanyaan Rei, ia menurunkan senyumannya.

"Ini tanggal 10, dek Rei."

Rei terdiam. Dia menatap nanar jemarinya yang memucat.

Tetapi kemudian, Rei menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha untuk tersenyum."Oh, hehe. Makasih ya suster, saya lupa haha."

Suster itu tersenyum kikuk. Dia pun menunjuk obat-obatan yang harus mulai di konsumsi oleh Rei sekarang. Dosisnya ditambah, begitu pula jenisnya.

Rei sadar, kondisinya sudah benar-benar buruk.

Tapi meski sudah diangguki oleh Rei, suster itu tetap khawatir. Wanita tersebut lantas mengambil kertas dari buku pemeriksaannya dan menuliskan nama obat serta yang mana saja yang harus di minum sebelum makan atau sesudahnya.

Setelah itu, barulah suster itu pergi keluar. Rei pun menghela nafas berat. Tangannya menggapai salah satu laci di nakas, dan menariknya untuk mengambil sisir disana.

Rei menelan ludah sulit. Ia menatap sisir itu lamat—beserta gulungan rambutnya yang menumpuk disana. Rei tersenyum, tapi matanya mulai berkaca-kaca. Dia menangis diam-diam.

Dengan tangan bergetar, Rei membersihkan sisir itu dari sisa-sisa rambutnya. Perempuan itu lantas menyisir kembali rambut panjangnya yang tergerai.

Rei mengambil nafas dan menutup matanya. Tanpa memandang berapa banyak rambutnya yang kembali rontok, Rei menaruh sisir itu kembali ke dalam laci nakas.

Ia mengalihkan pandangannya pada kaca jendela, matanya menerawang ke arah langit yang biru cerah."Langit ngingetin gue sama lo—Kim Yeonkyu."

"Gue mau ketemu lo lagi, ada banyak yang pengen gue omongin sama lo..




...sebelum gue pergi."


































Wonyoung terdiam melihat Yeonkyu—yang hanya datang sebentar ke sekolah, meminjam buku dan pergi lagi.

Karena dia sudah mendapat surat izin langsung dari kedua orang tuanya untuk memilih belajar dari rumah, cowok itu dengan bebas melakukannya.

Lagipula para guru percaya, makhluk jenius seperti dirinya mampu dengan mudah mempelajari semua mata pelajaran meski tanpa perlu diajari.

Tapi bagi Wonyoung, itu adalah sebuah pelarian.

Gadis itu berdecak sambil melempar daun kering yang semula di peganginya.

"Kusut amat muka," Hwi tiba-tiba saja muncul. Tertawa kala melihat tatapan galak dari perempuan tinggi berambut panjang yang duduk tepat di tribun sekolah itu.

Wonyoung memilih untuk tidak mengindahkan Hwi. Dia sedang dalam pikiran yang kacau. Hatinya sedih mengingat Rei, dan masalahnya dengan Yeonkyu yang sebenarnya tidak rumit—andai saja tidak sengaja diperumit.

"Gak mau cerita?" tanya Hwi sambil menyodorkan sekotak susu strawberry.

Wonyoung mengambilnya sedikit enggan. Dia menarik sedotan yang ada di balik kemasan dan mulai meminumnya."Seandainya lo om Jin yang bisa ngabulin permintaan, gue pasti bakal cerita." katanya ngawur.

Hwi sontak saja tertawa keras.

"Ceilah, masih jaman emang om Jin yang ngabulin permintaan?" tanyanya remeh. Hwi meneguk minuman kopinya kemudian tertawa lagi, hampir saja tersedak."Sekarang tuh jamannya sugar daddy."

"Dih," Wonyoung lantas melirik cowok itu sinis.

Hwi lagi-lagi tertawa. Dia menoleh ke depan. Matanya menangkap Yeonkyu yang berlari menuju kembali ke dalam gedung sekolah.

"Tuh anak hampir semingguan gak masuk, sekalinya masuk langsung bikin ambyar satu sekolah." ujarnya sambil berdecak pelan.

"Bikin ambyar apanya??" Wonyoung menukikkan alisnya tajam.

Hwi menunjuk kepalanya sendiri."Dia cat rambut, Won. Cewek-cewek dari kelas 10 sampe ke angkatan kita bilangnya Yeonkyu sekarang badboy vibe gitu. Cowok cool di sekolah nambah, kata mereka."

"Di tambah, dia kayaknya mulai homeschooling...ya?"

Tapi Wonyoung mendengus.

"Kek kakek-kakek begitu, badboy apanya." komentarnya tajam. Terasa, aura dendam menguar darinya.

Hwi jadi tertawa kikuk, takut salah bicara, takut di makan. Akhir-akhir ini, kelihatannya Wonyoung memang tidak memiliki mood yang bagus.

Bin saja sampai nyerah—gak sih, cowok kelebihan kalsium itu gak sekolah bukan karena nyerah menghadapi Wonyoung. Tapi karena keluarganya sedang ada urusan di luar kota dan Won Bin harus ikut.

Tapi kemudian, Wonyoung lah yang berbicara sendiri."Gue sebenernya gak benci sama dia, Hwi." dan Hwi mendengarkan dengan baik.

"Gue cuma kesel aja. Padahal, mudah buat dia nyelesain semua ini. Tinggal datengin Rei, ngobrol sambil ngelurusin masalah dan—udah, beres! Gue juga udah cerita semuanya sama Rei, dan dia gak salah paham lagi! Tapi si Yeonkyu sekarang malah kabur-kaburan kayak gini!" dumel Wonyoung di akhir.

Wonyoung menunduk dalam,"Dan gue liat akhir-akhir ini, Rei juga kayaknya mikirin Yeonkyu terus. Ini—artinya jalan Yeonkyu buat dapetin Rei jauh lebih mudah'kan?" tanyanya sembari mendongak menatap Hwi.

"Maksud gue—dia sekarang punya kesempatan, Rei juga butuh Yeonkyu yang sama, yang dulu selalu nemenin dan bantuin dia tanpa minta balasan apapun. Kenapa sih, Yeonkyu harus jadi kayak gini? Gue kasian sama Rei." lanjutnya dengan sendu.

Hwi ikut iba menatapnya. Perasaannya jadi tiba-tiba memburuk. Entah bagaimana bisa, kesedihan yang nampak di wajah Wonyoung karena kepeduliannya terhadap sahabatnya itu, membuat Hwi juga ikut bersedih.

Tanpa sadar, Hwi malah meneteskan air mata. Saat pemuda itu menyentuh pipinya, dia langsung bengong.

Anying—gue kenapa sih?!!

"Wonyoung!!"

Kedua muda-mudi itu lantas mendongak untuk melihat siapa yang memanggil Wonyoung. Jeongwoo berdiri tak jauh dari mereka. Matanya menatap lurus pada sosok Wonyoung.

Wonyoung sendiri berdecak sebal sambil memutar bola matanya.

"Apa sih lo?!" balas cewek itu garang. Berubah 180° membuat Hwi diam-diam menahan tawanya.

Perlukah Jeongwoo diingatkan betapa kesalnya Wonyoung pada lelaki itu pasal dia yang memukuli Yeonkyu. Tak cuma padanya, tapi pada Haruto, Baekseung, sampai Jungwon yang diam-diam dia bucinin.

Karena bagaimanapun juga, sampai saat ini Yeonkyu sudah termasuk teman baiknya Wonyoung.

"Wonyoung, gue mau ngomong sesuatu."

Waduh...seakan tahu kemana arah pembicaraan itu, Wonyoung pura-pura sibuk.

"E-emmm, anu, g-gue, gue sibuk!"

Wonyoung langsung turun ke lapangan dibawah tribun dan pergi melarikan diri. Meninggalkan Hwi yang tertawa gemas dan Jeongwoo yang lagi-lagi menghela nafas berat.

"Apa lo liat-liat?!?" ketus Jeongwoo saat melihat Hwi memperhatikannya dengan senyuman tertahan.

Hwi memasang wajah mengejek yang sengaja dibuat-buat,"Kesian yang digantung kayak jemuran,"

"Ampas banget lo anjing!"
































Gaes, gak papa ya gaes yaaa, ini book jadi panjang ya gaes yaaa 😭✨

Wkwkwk, kasian Rei masa gak bahagia-bahagia sih, huhu.

Because of you[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang