10. Dream Again

67 3 7
                                    

Hai, hai, hai.
Gimana kabar kalian?
Celana damel di jemuran masih aman?
Naisu.
Vote dulu ya, biar gak lupa.
Okeh?
Oyey.

ㄹㄹㄹㄹㄹㄹ

Usai makan keduanya kembali ke kediaman Ezra, melanjutkan kembali pekerjaannya.

11 PM.

"Gue balik dulu ya?"

"Gak nginep lo?" tanya Ezra berharap.

"Gak ah, besok gue harus nganter manager meeting."

"Hah, padahal gue ngarepnya lo nginep." Menekuk dagunya kecewa.

"Kagak bisa, jang maksa apa?"

"Lah, siko ngamok."

"Bodo amat ah, anjing, cape gue." Aletha berlalu dari rumahnya. Menaiki motor, Aletha ngabret sedan-edannya.

Untung saja ia mengenakan helm, jadi ketika dibuka tambutnya aman, tidak acak-acakan. Masuk ke rumah berjalan terhuyung, ia selalu lemah di setiap harinya.

Membuka jas, celana, dasi, dan rompi, kemudian menggabrugkan tubuh ke kasur, lalu terlelap.

Seorang lelaki dengan penampilan seperti CEO masuk ke dalam ketika Aletha lupa tidak menutup pintu. Ia terlihat lemah tergeletak di kasur, lelaki itu meraba dan perlahan menciumi Aletha yang tidak sadarkan diri.

Aroma lelaki itu tercium jelas di hidung Aletha, tapi ia tidak bangun dan mengelak, seakan-akan ia lumpuh. Matanya menyaksikan dengan jelas bagaimana lelaki itu menikmati tubuhnya.

Air matanya mengalir membasahi telinga, lelaki itu sudah melepas hasratnya kemudian pergi begitu saja. Isakan Aletha terdengar jelas, tangisnya kini tidak bisa ditahan.

"Huwaaaaaaa!" jeritnya sambil berusaha bangkit dari rebahannya.

"Hah, ini gue bisa bangun, kenapa tadi enggak? Huwaaa, ternyata cuma mimpi, Hah, tadi kok itu kerasa nyata, kenapa gue pernah ngalamin kejadian itu. Gak, malem itu gue bener-bener mimpi, gak mungkin terjadi," ucap Aletha ngos-ngosan.

"Aduh, jam berapa ini?" Ia melempar pandang ke dinding yang tertempel jam berukuran besar. Segera ia pergi ke kamar mandi, jika tidak pasti akan telat ke kantor.

Sudah rapi mengenakan kemeja, rompi, jas, dan celana, tinggal dasi yang belum, ia bingung mau pakai yang mana, masa iya pakai dasi yang kemarin?

Tapi ia tak ingin mendapatkan tatapan aneh dari presdir, ia pun memakai dasi warna lain. Melaju tanpa memanaskan motor terlebih dahulu, dirasa waktu sudah mepet.

Sesampainya ia di kantor, berbarengan dengan Luann dan presdir, mau tidak mau ia harus memberi salam.

"Selamat pagi, Pak," sapanya ramah dengan senyuman termanis, matanya menyipit membuat Luann semakin suka padanya. Presdir juga suka karena ia memang perempuan yang manis dan rajin.

"Pagi, Aletha. Kamu gak pakai dasi yang kemarin?" tanya presdir.

"Enggak, Pak."

"Besok pakai lagi ya, kan ada acara kantor, jadi kamu harus terlihat mahal," titah presdir PD.

"Mahal?"

"Iya, dasi itu mahal."

"Al, ayo masuk, kerjaan kamu banyak, kan?" Luann menariknya untuk masuk ke dalam. "Pak, kami duluan, permisi," ucapnya pada presdir, sedang sang presdir tersenyum.

"Jadi anakku suka pada perempuan itu? Hahahah, gak salah pilih dia, aku juga suka dengan sifatnya," batin presdir sambil berjalan di belakang keduanya.

That Night (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang