36. Kabur

10 0 0
                                        


Setelah benar-benar terlepas, Aletha segera berlari.

Jeduk!

Brugh!

"Aerrrrrgh, tangan gue kenapa iniiiii!" raungnya kesakitan, mana kejedot kusen pintu, sekarang tangannya.

Aletha nampak kesakitan hingga nangkarak seperti kecoa.

*Nangkarak = terlentang.

Hazan dengan santai menghampiri. "Makanya jangan begoin orang cerdas kek gue." Hazan menggendongnya ke kasur.

"Argh, kok gue sakit ya, emang malem gue jatoh?" tanya Aletha sedikit santai.

"Gak."

"Terus kenapa, Anjir?"

"Mungkin kamu ada penyakit."

"Eh, gue tampol lo ya? Ngatain gue penyakitan lagi," serobot Aletha, padahal hembusan kata terakhir belum sepenuhnya ke luar.

"Kamu makan aja, aku mau berangkat kerja, udah telat." Hazan melangkah ke luar.

Tangan Aletha menahannya. "E-eh bentar, kok lo gak nyuruh kerja, kan gue juga butuh cuan?"

"Gak usah, kamu jadi perempuan baik, diem di rumah, jaga diri, dan jadi ibu dari anak-anakku." Hazan tersenyum.

"Hah, ibu? Emang lo udah punya anak? Ah, mana bisa gue jagain anak, kan gak ada pengalaman, lagian gue udah enak jadi wanita karir," tolaknya polos.

"Menjadi seorang ibu tidak perlu pengalaman, yang penting mau berubah dan berusaha."

"Kagak-kagak, gue kagak mau jadi baby sitter," tolaknya menggeleng cepat.

"Bukan baby sitter." Hazan menyentuh lengan Aletha dan menatapnya lekat. "Kamu akan jadi ibu dari anak aku yang nantinya ada di rahim kamu."

Plak!

"Udah sinting lo ya? Mana ada kaya gitu, Malih, gue kagak mau nikah ama lo, mana dikekang begini lagi, kagak-kagak, ngadi-ngadi aja lo," celotehnya kesal.

"Gak usah nolak, kamu akan jadi ratuku setelah buku nikah kita sudah jadi." Hazan menuntup pintu kemudian menguncinya.

"Hazan, Pea, buka pintunya, gue mau keluar! Arrgh, sial!" umpatnya yang frustasi.

Aletha hanya bisa meloncat di kasur dengan kesal. "Awas aja lo, jangan panggil gue Aletha kalo gue gak bisa keluar dari sini," tekadnya kuat. Matanya tak sengaja menatap ke meja.

Makanan, ia melihat makanan yang nampak lezat itu, ia turun dari kasur, tangannya membawa nampan dan menyimpannya di atas kasur kemudian makan dengan lahap.

Usai makan ia merasa ingin ke kamar mandi. Setelah membuang hajat dan mandi, ia membuka lemari. "Waaaah, baju-bajunya bangus-bagus banget, enak ya jadi adeknya, keren sih. Lah, kok gue jadi muji dia, kan dia nyulik gue, ah, elah, kenapa sih ada orang aneh kaya, dia? Padahal kan dia kagak jelek, ganteng malah, tapi nyulik cewe kek gue, hah, herman gue ama dia."

Aletha memakai pakaian yang diinginkannya, tidak begitu ribet, tapi lumayan baguslah. Aletha membuka jendela, ia melihat ke bawah, ini lantai 2, dan ia tidak bisa turun lewat tangga.

"Apa boleh buat, inilah hasilnya jika sejak kecil suka teterekelan ke pohon," ucapnya pelan sambil mengangguk.

*Teterekelan = naik/selalu naik.

Aletha masuk ke kamar, mencari kain panjang yang bisa diikat. Tidak ada tali sepre pun jadi. Menyatukan sepre, heordeng, kemudian bed cover untuk ia menjatuhkan diri ke bawah.

Pertama ia menjatuhkan bantal guling dan bed cover. Kedua, ia mengikat tali ke pembatas balkon. Ketiga, ia mulai bergelantungan kemudian meloncat ke atas bed cover yang empuk.

"A! Anjiiiing sakit pingang gue," raungnya sambil menahan pinggulnya, ditakutkan baudnya pada copot.

"Asyh, asli sakit banget pantat gue juga, aaargh," raungnya sambil terus melangkah.

Aletha berhasil menemukan taksi, baru saja melaju beberapa meter, ia sudah kesakitan.

"Kenapa, Neng?" tanya pak supir.

"Gak tau nih, setiap keluar rumah tangan saya sakit, Pak," ringisnya menahan sakit.

"Kok bisa?"

"Mana saya tau, kok nanya saya?" Aletha sedikit kesal.

"Kalo gitu mau diantar ke rumah sakit gak?" tawar pak supir yang merasa kasihan pada Aletha yang menjerit kesakitan.

Aletha tidak menjawab, ia malah pingsan membuat pak supir menancap gas.

Di kantor, ponsel Hazan menerima alarm, ponselnya menunjukkan titik Aletha pergi menjauhi rumah. "Sial, berani banget dia pergi," batin Hazan menggeretekkan giginya.

Ia segera keluar dari kantor. Melewati koridor yang terdapat Luann tengah ngobrol dengan beberapa bawahannya. Hazan menunduk berusaha menghindari pertanyaan.

Luann selesai ngobrol, ia mengikuti ke mana Hazan pergi tanpa diketahui Hazan itu sendiri. Berbekalkan alat pelacak yang ada di tubuh ALetha, Hazan dengan mudah menemuikan keberadaannya.

Masuk ke dalam rumah sakit. "Mba, ada perempuan yang baru masuk ke sini gak?" tanyanya.

"Ada, Mas."

"Dibawa ke mana dia?"

"UGD, karena dia tidak sadarkan diri."

"Baik, makasih, Mba." Hazan segera menghampiri, ini gawat, karena Hazan bisa ketahuan, dan bisa saja dokter mengeluarkan benda itu.

Tanpa mengetuk, ia masuk ke dalam, menerobos beberapa suster, menggendong Aletha untuk dibawa pergi.

"Eh, kamu siapa, kami sedang memeriksanya?" tanya dokter heran sekaligus kaget.

"Dia pacar saya, lagian dia gak sakit, hanya pusing sedikit saja," sahutnya santai menggendong Aletha.

Aletha terbangun, mendapati dirinya sudah berada di dalam mobil. "Argh, sakit banget saya, Pak," rintihnya pada pak sopir.

"Jadi kamu kabur?"

"Ha?" Ia menoleh, rupanya itu Hazan, ia pikir dirinya pingsan dan masih bersama bapak supir tadi, pergerakan Hazan cepat sekali.

"Lo lagi?"

"Siapa lagi kalau bukan aku?"

"Eh, Sikopet, lo ngapain dah nyulik gue pake cara ginian, hah? Lagian kenapa lo bisa tau gue ade di mari? Lo punya indra keenam, ato satelit, hah? Herman gue," gerutu ALetha sambil memijitlengannya.

"Argh, sakit." Ia menyadari ada benjolan di daging lengannya.

"Sampai kapanpun kamu gak bakalan bisa pergi dari aku, sejauh kamu lari, aku bakal bisa nemuin kamu," ungkap Hazan tenang.

"Kok bisa, lo taroin apa di tubuh gue, hah?!" Aletha mulai kesal.

"Ya, intinya setiap kamu lari jauh dari jangkauan, pasti ponsel aku bergetar, karena ada signal dari kamu."

"Udah gila lo, ya?"

"Ya, aku gila karena mencintai kamu begitu dalam."

"Hah, omong kosong apaan sini ini? Berentiin mobilnya gak?"

"Sebelum sampe rumah aku gak bakalan berhentilah."

"Hazan! Berhenti!"Aletha menggoyangkan setir agar Hazan mau berhenti.

Ya, Aletha berhasil menghentikan mobil hingga menabrak pohon di tepi jalan. Kesempatan ini digunakan Aletha untuk kabur.

Dari luar terlihat Luann berlari ke arahnya. "Luann, ngapain dia di mari?" batin Aletha sambil berlari ke arahnya juga.

"Kamu gak papa? Cepet naik mobil aku." Luann menarik Aletha agar secepat mungkin pergi dari tempat ini.

**

Bersambung ....

975 words.

Makkah, 16 Agustus 2023.

That Night (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang