Guys, harus berapa kali aku minta tolong untuk vote?
Kan setiap part aku minta tolong vote?
Aku lelah
Aku cape
Ayolah, divote, ya, divote.
Sankyu.ㅁㅁㅁㅁㅁㅁㅁㅁ
"Makasih, Pak," ucap Aletha lalu membuka pintu.
Tangan kekar dengan jemari yang panjang tipis, menahan lengan perempuan yang hendak turun. "Hari ini kamu cantik," bisiknya lalu menarik kembali tangan dan membiarkan perempuannya berlalu.
"Bangsat banget sih tuh cowo, kenapa sikapnya begitu banget ke gue. Kalo lo suka bilang aja, Bangke, kagak usah bikin gue dag dig dug ser, ah, lemah bat jantung gue," geturu Aletha dalam hati.
Tangannya nampak mengepal gereget akan sikap Luann yang manis padanya.
"Kesel sama siapa, hm?" Suara lelaki tak sing terdengar berbisik di telinganya.
"Ah!" jeritnya kaget, spontan berbalik ke arah suara.
Doweng!
Wajah Luann masih tak beranjak dari samping telinga Aletha, kembali keduanya saling menatap.
Deg deg.
Deg deg.
"Ini kantor, bisa-bisanya dia natap gue sedeket ini?" batin Aletha berdebar.
"Udah natapnya, hm?" Luann menarik tubuhnya.
"A-i-iya, eh, kok iya sih? Ma-maksudnya maaf, heh, iya, Pak, maaf, hehe." Segera ia berjalan cepat menuju ruangannya.
"Aaaaaah, bisa-bisa gila gue kalo begini teruuuuuus, Please Luann, kalo lo suka sama gue ngomooooooong," raungnya pelan sambil mengacak rambut. "Mana suaranya lembut banget lagi, apa lagi pas bilang 'hm' aduuuuuuh, copot jantung gue."
Nguuuk, nguuuuk, nguuuuk.
Ponselnya bergetar.
"Emp?"
"Lo di mana?"
"Kantor."
"Huh, yokatta, tapi awas lo deket-deket ama dia."
"Kenapa, dia ganteng, Bege."
"Gue tau, sejagat raya pasti ngakuin dia ganteng, tapi tatapannya kaya om-om pengen cewe muda tau gak sih, gue gak suka sama tatapnnya."
"Lah, jadi cuma karena tatapannya lo gak suka ama dia?"
"Semuanya!"
"Tapi sayang banget kalo dilewatkan."
"Bodo amat."
Tut, tut, tut, ponsel dimatikan Ezra.
"Lah, malah dimatiin, dia yang nelpon, dia yang matiin, Kau yang berjanji, kau jua yang ingkari, malah nyanyi lagi gue. Dah ah, kerja aja." Aletha kembali duduk di depan monitor dan mulai bekerja.
Truuuuut, truuuut, truuuuut.
"Apa lagi siiiiiih," geramnya sambil mengambil telepon.
"Aletha, bisa ke ruangan saya?"
"Ah, baik, Pak." Menutup telepon, Aletha langsung pergi ke ruangan presdir.
Di lorong ia bertemu dengan Manager Tara, di belakangnya ada Luann yang dengan elegan mengikutinya.
"Al, kamu juga di suruh ke ruangan presdir?" tanya Manager Tara, yang hanya dibalas anggukan olehnya.
Deg!
Jantung Luann menonjok dirinya sendiri, tatkala mendengar Aletha akan masuk ke dalam dengan dasi itu. Ia menggigit bibir memikirkan apa yang harus dilakukan.
Manager Tara masuk duluan, Luann menahan Aletha yang hendak masuk. "Lepasin dulu," bisiknya.
"Apaan?" tanya Aletha dengan wajah sinis.
"Lepasin dulu, jangan pake itu," bisiknya lagi.
"Lepasin apaan sih, Pak, yang jelas dong?!"
Aletha gugup, ia jadi berteriak, melainkan menahan suaranya, terdekar seperti menekan.
"Aduh, maaf, Pak, kayanya Aletha ada masalah, saya samperin dulu," kata Manager Tara yang mendengar teriakannya dari luar.
"Al, ada apa?" tanyanya yang berdiri di mulut pintu.
Ia mendapati Luann menahan tangan dengan tubuh yang sangat dekat pada Aletha. "Pa-Pak Luann, ngapain?" tanyanya gugup.
Luann menarik tangan bersamaan dengan napas lalu membuangnya kasar. "Gak ada apa-apa, ayo masuk," ajaknya menatap Manager Tara, membuatnya takut mendapatkan tatapan itu hingga ia segera kembali ke dalam.
Luann kembali berbisik ketika Manager Tara sudah berbalik badan. "Jangan pake dasi itu."
"Lah, emang ngapa, ini kan bagus, Bapak sendiri yang bilang ini cocok. Kalo gak cocok bilang aja, jangan segala bilang cocok," nyinyir Aletha sambil masuk ke dalam dengan dasi yang terpasang rapi.
"Iya, Pak, selamat sore," sapa Aletha ramah, sedikit memberi hormat ala orang Korea.
"Silahkan duduk. Saya sengaja mengumpulkan kalian karena mau mengatakan bahwa kita jangan ada sangkut pautnya dengan perusahaan Yaz Magdala, karena mereka sudah banyak merugikan kita, Bulan lalu mereka menjual prodak di tempat kita berjualan, tetapi mereka tak mau membayar sewa, padahal barangnya menyita tempat kita untuk berjualan juga, mengakibatkan kita tidak bisa berjualan di tempat kita sendiri, jadi intinya jangan ada urusan dengan perusahaan Yaz Magdala, bisa dipahami?" ujar Presdir Erhan dengan elegan.
"Bisa, Pak," sahut ketiganya kompak.
"Setelah ini tolong disebarkan beritanya ya," titah Presdir Erhan pada Manager Tara.
"Baik, Pak, akan segera dilakukan."
"Kalau begitu kalian silahkan kembali bekerja."
Saat Aletha berdiri, mata presdir melihat dasi yang dikenakan Aletha. "Sebentar." Tangannya terlentang menahan gerak Aletha.
"Iya, Pak?" Aletha mengangkat kedua alisnya.
"Dasi kamu bagus, cocok buat kamu," pujinya ramah.
"Hehe, makasih, Pak, Tapi kata Pak Luann ini gak bagus,"timpal Aletha.
"Luann, bagaimana kamu bisa bilang kaya gitu, dasinya bagus, kan?" tanya presdir pada Luann.
"I-iya, bagus, Pak," gugupnya sambil sedikit menurunkan matanya, ia tak berani menatap mata papanya yang pasti mengintimidasi.
Benar saja, mata presdir menatap tajam padanya, ia tahu betul bahwa dasi hitam dengan sedikit ukiran dari benang putih ini hanya ada 1, karena ia membelinya di tempat dasi yang hanya dibuat satu setiap pembuatan.
"Bagaimana bisa ... ah, saya paham, apa kamu su-"
"Sudah harus kembali bekerja. Baik, Pak, saya akan segera kembali ke ruangan," potong Luann tidak sopan jika dilihat dari atasan dan bawahan, tapi Luann tidak memiliki tingkat kesopanan jika hanya ada Aletha di antara keduanya.
Luann pergi sambil menarik Aletha untuk segera keluar dan tidak banyak bicara dengan Presdir Erhan.
"Kenapa?" tanya Aletha heran setelah jauh dari ruangan presdir.
"Dia itu agak gila,"bisiknya lalu meninggalkan Aletha begitu saja.
Aletha mengerutkan alis, jelas ia bingung, mengapa sang anak predir mengatakan bahwa bapaknya gila?
Luann berhasil membuat Aletha termenung dengan sikapnya yang aneh akan dasi di kerah kemeja Aletha.
Bersambung ....
983 words.
Guys, aku gak bosan untuk minta bantuannya, di vote ya. Hehehe, sankyu.
Riyadh, kam 5 jan 2023.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Night (Tamat)
Lãng mạnSeorang perempuan yang kehilangan harta berharganya setelah kehilangan kesadaran. Beranggapan bahwa itu hanyalah mimpi belaka. Namun anehnya mimpi itu selalu berkeliaran di benaknya. Entah siapa lelaki yang ada dalam mimpi itu. Tidak ada yang tahu s...