My Lovely Uncle - Bab 49

4.1K 191 12
                                    

Happy Reading!!!

***

Kembali ke rumah dan tidak mendapati Devan seperti harapannya, Salvia langsung masuk ke kamar dan membanting pintu. Mengisi daya ponselnya yang telah mati, lalu melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri setelah seharian berada di luar ruangan.

Lengket akibat keringat membuatnya tidak nyaman, di tambah dengan rasa kesal akibat sang paman yang justru pulang tanpa memberinya kabar sama sekali. Menyebalkan! Padahal Salvia sudah berusaha pulang cepat. Sialannya Devan justru sudah tidak ada, dan Darian kata bahwa Devan pulang ke apartemennya.

Ingin sekali sebenarnya menyusul pria itu ke sana, tapi Salvia tidak bisa mengabaikan rasa lelahnya. Kakinya pegal sehabis jalan keliling ancol. Awalnya memang tidak terasa, karena meskipun pikirannya terus pada Devan, Salvia tetap menikmati acara main dengan teman-temannya, dan ia tidak menyesali itu.

Namun kesalnya tidak bisa berhenti, hingga akhirnya, selesainya di kamar mandi Salvia segera menghidupkan ponsel yang baru terisi sedikit baterai. Tak apa, yang penting bisa menyala. Ia ingin segera menghubungi Devan dan mencerca pria itu.

Ha—”

“Siapa yang nyuruh Uncle pulang, hah?!” murka Salvia langsung, memotong sapaan Devan. Jujur saja Salvia tidak suka dengan kebiasaan Devan yang pergi tiba-tiba seperti ini. Katakanlah ia trauma karena dulu Devan pernah pergi dari rumahnya dan tahu-tahu ia menemukan pria itu menggandeng wanita lain. Meski itu kekasihnya. Tapi tetap saja Devan tidak seharusnya pergi tanpa mengabarinya. Itu sakit untuk dirinya yang begitu mendambakan sang paman. Dan sekarang Devan mengulangi kepergiannya yang tanpa kabar.

Hubungan mereka memang sudah jelas. Salvia tahu bagaimana perasaan Devan, begitu pula sebaliknya. Tapi ada Shamanta di luar sana yang bisa saja membuatnya kembali kehilangan Devan. Salvia tidak menginginkan hal itu. Cukup Sagitta yang membuat Devan berpikir ulang untuk memilihnya. Jangan sampai Shamanta benar-benar menarik Devan darinya. Salvia tidak bisa. Ia tidak akan mampu, bahkan untuk sekadar membayangkannya saja.

Benar, seketakutan itu Salvia kehilangan Devan.

Mulutnya boleh berkata percaya diri. Sikapnya boleh menunjukkan bahwa dirinya mampu mempertahankan Devan, menyingkirkan perempuan lain dari sisi sang paman, tapi ketahuilah bahwa hatinya ketar ketir. Bukan tentangan dari orang lain yang Salvia takutkan, tapi perasaan Devan. Karena seperti yang pernah dirinya bilang, jika Devan memang memilih Shamanta dari pada dirinya maka Salvia akan mundur. Ia tidak akan memaksakan diri. Tapi ketika Devan lebih memilihnya, tidak akan sedikit pun ia memberi kelonggaran. Dan berhubung pria itu telah memilihnya, Salvia tidak bisa untuk tidak marah ketika tidak mendapati pria itu di rumah.

Siapa pun mungkin akan berpikir dirinya terlalu berlebihan. Tapi bagi Salvia tidak. Meskipun Devan sudah mengatakan bahwa pria itu memilihnya, tugas Salvia belum selesai di sana. Ia justru harus lebih ekstra menjaga Devan agar tidak berpaling darinya. Katakanlah Salvia belum sepenuhnya bisa mempercayai Devan. Bagaimanapun pria itu pernah berpaling dari perempuan yang katanya begitu dia cinta, tidak menutup kemungkinan Devan mengulangi hal serupa, terlebih harus Salvia akui bahwa Shamanta lebih unggul dari segala hal dibandingkan dengannya. Salvia bukannya tidak percaya diri, tapi tidak salah ‘kan kalau merasa sedikit khawatir?

Kamu sudah pulang?”  bukannya menjawab, Devan malah justru bertanya. Membuat Salvia geram, benar-benar kesal pada sang paman.

“Aku gak sedang bahas itu!” seru Salvia tajam. Wajahnya bahkan sudah mengeras sekarang. “Aku tanya siapa yang nyuruh Uncle pulang?” ulangnya tanpa sama sekali merendahkan suara.

Jawaban tidak langsung Salvia dapatkan dari sosok yang berada di seberang telepon, helaan napas yang justru Salvia dengar, sebelum akhirnya Devan berkata, “Aku gak pulang Sayang. Aku di gazebo belakang.”

My Lovely UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang