🌼 12

907 76 3
                                    

Meski kesal dan dalam keadaan suasana hati yang kecawa, tapi Lisa tidak bisa mengabaikan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu segitu saja. Ia tetap harus melaksanakan tanggung jawabnya tersebut. Maka dari itu, dipukul empat sore ini, seperti biasa ia akan berkutat di ruang dapur untuk menyiapkan makan malam keluarga kecilnya.

"Sayang bantuin Bunda masak yuk nak." Teriaknya memanggil sang putri.

Dikarenakan Lisa tidak memperbolehkan Sienna bermain gadget, untuk mensiasati agar anaknya itu tidak cepat bosan, Lisa kerap kali mengajak Sienna untuk melakukan berbagai hal di rumah, termasuk mengajak Sienna untuk memasak.

Menurut Lisa hal itu lebih bermanfaat ketimbang membiarkan anaknya bermain gadget. Lagipula Sienna juga tipikal anak yang penurut dan senang-senang saja melakukan banyak hal bersama ibunya.

Namun ada yang sedikit berbeda kali ini. Biasanya anaknya itu akan langsung menghampiri ketika Lisa memanggil, tapi sekarang sudah ditunggu beberapa saat, sang putri tidak kunjung datang juga, atau paling tidak menyahuti panggilannya--membuat Lisa menjadi bertanya-tanya.

"Senna." Lisa mencoba memanggil putrinya kembali. Tapi nihil, tetap tidak ada sahutan.

"Ck, ke mana sih tuh anak?" Karena terus tidak mendapat jawaban, Lisa memutuskan untuk mencari keberadaan Sienna, seingatnya, tadi putrinya sedang menonton televisi. Apa tidak terdengar?

"Senna say--"

Dan betapa terkejutnya Lisa, ketika dilihatnya sang putri yang tengah duduk di sofa ruang keluarga, sedang tertawa melihat ke arah ponsel di tangannya. Namun yang membuat Lisa semakin terkejut bahkan sampai hatinya terasa berdenyut nyeri adalah ketika melihat di sana Sienna tidak sendiri melainkan sang putri ditemani oleh adik madunya.

Mengapa mereka bisa bersama? Dan mengapa cepat sekali mereka dekat?

Sontak saja amarah Lisa mencuat. "Senna!" Panggilnya tegas dan sedikit membentak. Membuat Sienna seketika mengerut takut.

"B-bunda."

Dengan cepat Lisa menghampiri mereka. Ia merebut ponsel tersebut dari tangan putrinya. "Siapa yang ajarin kamu main handphone sampai mengabaikan panggilan Bunda? Bunda 'kan sudah bilang handphone itu tidak baik buat anak seusia kamu!"

Sienna semakin mengerut takut. Baru kali ini ia melihat sang Bunda begitu marah padanya. Gadis kecil itu hanya diam tidak dapat menjawab.

"M-maaf Kak. Ini bukan salah Senna. Ini salahku." Ucap Aluna.

"Memang semua ini salah kamu!" Lisa berdecih sengit. "Pintar kamu ya, belum satu hari saja kamu di sini, tapi kamu sudah bisa mengambil hati anak saya!"

"B-bukan begitu Kak. Aku c-cuman--"

"Dasar licik!" Lisa melempar ponsel tersebut ke sofa kosong. "Sudah mengambil suami saya dan sekarang kamu mau mengambil anak saya juga?"

Aluna menggeleng dengan wajah ketakutan. Bukan, bukan seperti itu maksud Aluna. Ia hanya ingin lebih dekat dan mengakrabkan dirinya dengan anak sambungnya. Sebab bagaimanapun juga Sienna sekarang sudah menjadi anaknya juga 'kan? Iya, hanya sebatas itu saja kok, sungguh. Aluna tidak menyangka bahwa tindakannya tersebut malah menyulut memarahan kakak madunya.

Di sisi lain, Jungkook yang tengah tertidur di kamar utama sontak saja terbangun karena mendengar suara keributan. Ia lalu segara menghampiri arah sumber suara keributan tersebut. "Ada apa sih? kok ribut-ribut?" Tanyanya begitu sampai.

"Tanya tuh sama istri muda kamu!" Lisa lantas menarik Sienna dan membawanya pergi ke kamar anaknya.

Jungkook menatap kepergian sang istri dan anaknya dengan tatapan bingung, ia lalu beralih pada istri mudanya. "Ada apa?"

Garis Takdir | Lizkook ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang